Tingkatkan Kewaspadaan Hadapi Ancaman Gelombang Ketiga Penyebaran Covid-19
loading...
A
A
A
Satgas Penanggulangan Covid-19 dan Ketua Ikatan Psikolog Klinis Indonesia wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, Rifqoh Ihdayati mengungkapkan, perubahan perilaku dapat terjadi apabila ada alasan yang kuat, serta memerlukan waktu dan tenaga. Jadi, tegasnya, perubahan agar masyarakat peduli terhadap protokol kesehatan misalnya, tidak dapat dipaksakan.
Menurut Rifqoh, masyarakat dapat saling membantu untuk menyadari adanya kebutuhan untuk berubah, lewat disiplin penerapan protokol kesehatan.
Diakuinya masyarakat tidak mudah untuk berubah di masa yang sulit ini. "Sehingga dengan informasi saja tidak cukup untuk mengubah perilaku masyarakat," ujarnya.
Rifqoh menegaskan, masyarakat perlu figur yang konsisten dalam berpendapat dan berperilaku dalam menyikapi kondisi saat ini.
Ahli Biostatistik dan Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Windhu Purnomo mengungkapkan, ancaman lonjakan kasus positif Covid-19 di masa datang setidaknya didorong potensi peningkatan mobilitas masyarakat jelang akhir tahun saat libur panjang dan varian baru yang lebih menular.
Menurut Windhu, para pemangku kepentingan harus mewaspadai pelaksanaan even-even besar yang berpotensi jadi klaster penyebaran virus corona. "Bila tidak hati-hati kita menyikapi kondisi tersebut akan berpotensi meningkatkan kasus positif Covid-19. Jangan sampai terjadi lagi," ujarnya.
Windhu mengatakan, saat ini Indonesia belum sepenuhnya terlindungi karena masih rendahnya prosentase orang yang divaksin.
Sejak jelang PPKM darurat pada minggu ke-3 Juni 2021, menurut dia, sebenarnya upaya penanggulangan Covid-19 di Indonesia sudah on the track. "Kita juga punya aplikasi PeduliLindungi untuk melakukan pengawasan, tetapi perlu perluasan penggunaannya lebih banyak di area publik," ujarnya.
Selain itu, tegas Windhu, testing dan tracing harus masif dilakukan, karena amunisi dari PeduliLindungi adalah hasil testing dan tracing. Kenyataannya, testing rate Indonesia saat ini masih berada di angka 13%.
Mengelola situasi transisi seperti kondisi saat ini, menurut Anggota Dewan Redaksi Media Group, Abdul Kohar, perlu fokus yang tinggi sampai kita benar-benar bisa menggeser pandemi menjadi endemi. Apalagi, tegas Abdul Kohar, kita punya 'penyakit kambuhan' dalam setiap upaya menghadapi transisi, menjelang keberhasilan seringkali muncul inkonsistensi dalam tindakan kita.
Menurut Rifqoh, masyarakat dapat saling membantu untuk menyadari adanya kebutuhan untuk berubah, lewat disiplin penerapan protokol kesehatan.
Diakuinya masyarakat tidak mudah untuk berubah di masa yang sulit ini. "Sehingga dengan informasi saja tidak cukup untuk mengubah perilaku masyarakat," ujarnya.
Rifqoh menegaskan, masyarakat perlu figur yang konsisten dalam berpendapat dan berperilaku dalam menyikapi kondisi saat ini.
Ahli Biostatistik dan Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Windhu Purnomo mengungkapkan, ancaman lonjakan kasus positif Covid-19 di masa datang setidaknya didorong potensi peningkatan mobilitas masyarakat jelang akhir tahun saat libur panjang dan varian baru yang lebih menular.
Menurut Windhu, para pemangku kepentingan harus mewaspadai pelaksanaan even-even besar yang berpotensi jadi klaster penyebaran virus corona. "Bila tidak hati-hati kita menyikapi kondisi tersebut akan berpotensi meningkatkan kasus positif Covid-19. Jangan sampai terjadi lagi," ujarnya.
Windhu mengatakan, saat ini Indonesia belum sepenuhnya terlindungi karena masih rendahnya prosentase orang yang divaksin.
Sejak jelang PPKM darurat pada minggu ke-3 Juni 2021, menurut dia, sebenarnya upaya penanggulangan Covid-19 di Indonesia sudah on the track. "Kita juga punya aplikasi PeduliLindungi untuk melakukan pengawasan, tetapi perlu perluasan penggunaannya lebih banyak di area publik," ujarnya.
Selain itu, tegas Windhu, testing dan tracing harus masif dilakukan, karena amunisi dari PeduliLindungi adalah hasil testing dan tracing. Kenyataannya, testing rate Indonesia saat ini masih berada di angka 13%.
Mengelola situasi transisi seperti kondisi saat ini, menurut Anggota Dewan Redaksi Media Group, Abdul Kohar, perlu fokus yang tinggi sampai kita benar-benar bisa menggeser pandemi menjadi endemi. Apalagi, tegas Abdul Kohar, kita punya 'penyakit kambuhan' dalam setiap upaya menghadapi transisi, menjelang keberhasilan seringkali muncul inkonsistensi dalam tindakan kita.