Tingkatkan Kewaspadaan Hadapi Ancaman Gelombang Ketiga Penyebaran Covid-19
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengingatkan kepada masyarakat dan pemerintah untuk meningkatkan kewaspadaan dan antisipasi dalam menghadapi ancaman gelombang ketiga Covid-19 . Menurutnya, perlu penegakan aturan pengendalian Covid-19 yang konsisten.
"Pulih tidak berarti tanpa strategi pemulihan dan antisipasi. Disiplin ketat pada protokol kesehatan adalah keharusan, jadikan sebagai norma baru dan langkah pertama antisipasi," kata Lestari Moerdijat saat membuka diskusi secara daring bertema Meramu Keseimbangan antara (Kewaspadaan Gelombang ke-3) Covid-19 dan Kenormalan Baru yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (29/9/2021).
Menurut Lestari, masyarakat di beberapa tempat di Tanah Air mulai terlihat lengah menjalankan protokol kesehatan. Bahkan ada kecenderungan melakukan pelanggaran yang terlihat sepele, tetapi bisa berakibat fatal.
Baca juga: Antisipasi Gelombang Ketiga COVID-19, Ini Langkah Kajati DKI
Rerie, sapaan akrab Lestari, berharap para pemangku kepentingan lebih tegas dalam penegakan aturan pada pengendalian Covid-19. "Kita harus belajar dari apa yang terjadi di Singapura saat ini," ujar Rerie.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem mengatakan, Indonesia pernah menghadapi lonjakan kasus positif Covid-19 pada pertengahan Juli 2021. Sebelumnya para pakar juga telah mengingatkan kepada para pemangku kepentingan dan masyarakat agar secara serius merumuskan langkah antisipasi.
"Bersyukur kita mampu melalui situasi kritis tersebut," ujarnya.
Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Singapura, Suryopratomo mengungkapkan, lonjakan kasus positif Covid-19 terjadi karena di awal penyebaran Covid-19 varian delta, Singapura masih membuka pintu bagi warga asing dari negara dengan sebaran varian Delta tinggi. Singapura membutuhkan tenaga kerja di bidang konstruksi.
Baca juga: Cegah Gelombang Ketiga COVID-19, Pemerintah Waspadai Varian Baru dari Luar Negeri
Selain itu, jelas Suryopratomo, banyak terjadi pelanggaran oleh masyarakat yang mengakali sistem pemantauan pergerakan masyarakat saat pemberlakuan pembatasan kegiatan. Tempat-tempat hiburan pun, ujarnya, ramai dikunjungi orang tanpa penerapan protokol kesehatan.
Padahal, ujarnya, penerapan kebijakan di Singapura terbilang ketat dan sistem pencegahan penyebaran Covid-19 sudah mengandalkan teknologi.
Saat ini, menurut Suryopratomo, penegakan sanksi terhadap para pelanggar aturan pembatasan kegiatan di masa pandemi Covid-19 di Singapura terbilang ketat, lengkap dengan sukarelawan yang mengawasi kepatuhan masyarakat dalam menjalankan aturan yang berlaku.
Satgas Penanggulangan Covid-19 dan Ketua Ikatan Psikolog Klinis Indonesia wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, Rifqoh Ihdayati mengungkapkan, perubahan perilaku dapat terjadi apabila ada alasan yang kuat, serta memerlukan waktu dan tenaga. Jadi, tegasnya, perubahan agar masyarakat peduli terhadap protokol kesehatan misalnya, tidak dapat dipaksakan.
Menurut Rifqoh, masyarakat dapat saling membantu untuk menyadari adanya kebutuhan untuk berubah, lewat disiplin penerapan protokol kesehatan.
Diakuinya masyarakat tidak mudah untuk berubah di masa yang sulit ini. "Sehingga dengan informasi saja tidak cukup untuk mengubah perilaku masyarakat," ujarnya.
Rifqoh menegaskan, masyarakat perlu figur yang konsisten dalam berpendapat dan berperilaku dalam menyikapi kondisi saat ini.
Ahli Biostatistik dan Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Windhu Purnomo mengungkapkan, ancaman lonjakan kasus positif Covid-19 di masa datang setidaknya didorong potensi peningkatan mobilitas masyarakat jelang akhir tahun saat libur panjang dan varian baru yang lebih menular.
Menurut Windhu, para pemangku kepentingan harus mewaspadai pelaksanaan even-even besar yang berpotensi jadi klaster penyebaran virus corona. "Bila tidak hati-hati kita menyikapi kondisi tersebut akan berpotensi meningkatkan kasus positif Covid-19. Jangan sampai terjadi lagi," ujarnya.
Windhu mengatakan, saat ini Indonesia belum sepenuhnya terlindungi karena masih rendahnya prosentase orang yang divaksin.
Sejak jelang PPKM darurat pada minggu ke-3 Juni 2021, menurut dia, sebenarnya upaya penanggulangan Covid-19 di Indonesia sudah on the track. "Kita juga punya aplikasi PeduliLindungi untuk melakukan pengawasan, tetapi perlu perluasan penggunaannya lebih banyak di area publik," ujarnya.
Selain itu, tegas Windhu, testing dan tracing harus masif dilakukan, karena amunisi dari PeduliLindungi adalah hasil testing dan tracing. Kenyataannya, testing rate Indonesia saat ini masih berada di angka 13%.
Mengelola situasi transisi seperti kondisi saat ini, menurut Anggota Dewan Redaksi Media Group, Abdul Kohar, perlu fokus yang tinggi sampai kita benar-benar bisa menggeser pandemi menjadi endemi. Apalagi, tegas Abdul Kohar, kita punya 'penyakit kambuhan' dalam setiap upaya menghadapi transisi, menjelang keberhasilan seringkali muncul inkonsistensi dalam tindakan kita.
Menurut Abdul Kohar, kesabaran dalam menjalani PPKM berlevel ini sangat diperlukan untuk mempertahankan konsistensi dalam pengendalian Covid-19.
"Pulih tidak berarti tanpa strategi pemulihan dan antisipasi. Disiplin ketat pada protokol kesehatan adalah keharusan, jadikan sebagai norma baru dan langkah pertama antisipasi," kata Lestari Moerdijat saat membuka diskusi secara daring bertema Meramu Keseimbangan antara (Kewaspadaan Gelombang ke-3) Covid-19 dan Kenormalan Baru yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (29/9/2021).
Menurut Lestari, masyarakat di beberapa tempat di Tanah Air mulai terlihat lengah menjalankan protokol kesehatan. Bahkan ada kecenderungan melakukan pelanggaran yang terlihat sepele, tetapi bisa berakibat fatal.
Baca juga: Antisipasi Gelombang Ketiga COVID-19, Ini Langkah Kajati DKI
Rerie, sapaan akrab Lestari, berharap para pemangku kepentingan lebih tegas dalam penegakan aturan pada pengendalian Covid-19. "Kita harus belajar dari apa yang terjadi di Singapura saat ini," ujar Rerie.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem mengatakan, Indonesia pernah menghadapi lonjakan kasus positif Covid-19 pada pertengahan Juli 2021. Sebelumnya para pakar juga telah mengingatkan kepada para pemangku kepentingan dan masyarakat agar secara serius merumuskan langkah antisipasi.
"Bersyukur kita mampu melalui situasi kritis tersebut," ujarnya.
Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Singapura, Suryopratomo mengungkapkan, lonjakan kasus positif Covid-19 terjadi karena di awal penyebaran Covid-19 varian delta, Singapura masih membuka pintu bagi warga asing dari negara dengan sebaran varian Delta tinggi. Singapura membutuhkan tenaga kerja di bidang konstruksi.
Baca juga: Cegah Gelombang Ketiga COVID-19, Pemerintah Waspadai Varian Baru dari Luar Negeri
Selain itu, jelas Suryopratomo, banyak terjadi pelanggaran oleh masyarakat yang mengakali sistem pemantauan pergerakan masyarakat saat pemberlakuan pembatasan kegiatan. Tempat-tempat hiburan pun, ujarnya, ramai dikunjungi orang tanpa penerapan protokol kesehatan.
Padahal, ujarnya, penerapan kebijakan di Singapura terbilang ketat dan sistem pencegahan penyebaran Covid-19 sudah mengandalkan teknologi.
Saat ini, menurut Suryopratomo, penegakan sanksi terhadap para pelanggar aturan pembatasan kegiatan di masa pandemi Covid-19 di Singapura terbilang ketat, lengkap dengan sukarelawan yang mengawasi kepatuhan masyarakat dalam menjalankan aturan yang berlaku.
Satgas Penanggulangan Covid-19 dan Ketua Ikatan Psikolog Klinis Indonesia wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, Rifqoh Ihdayati mengungkapkan, perubahan perilaku dapat terjadi apabila ada alasan yang kuat, serta memerlukan waktu dan tenaga. Jadi, tegasnya, perubahan agar masyarakat peduli terhadap protokol kesehatan misalnya, tidak dapat dipaksakan.
Menurut Rifqoh, masyarakat dapat saling membantu untuk menyadari adanya kebutuhan untuk berubah, lewat disiplin penerapan protokol kesehatan.
Diakuinya masyarakat tidak mudah untuk berubah di masa yang sulit ini. "Sehingga dengan informasi saja tidak cukup untuk mengubah perilaku masyarakat," ujarnya.
Rifqoh menegaskan, masyarakat perlu figur yang konsisten dalam berpendapat dan berperilaku dalam menyikapi kondisi saat ini.
Ahli Biostatistik dan Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Windhu Purnomo mengungkapkan, ancaman lonjakan kasus positif Covid-19 di masa datang setidaknya didorong potensi peningkatan mobilitas masyarakat jelang akhir tahun saat libur panjang dan varian baru yang lebih menular.
Menurut Windhu, para pemangku kepentingan harus mewaspadai pelaksanaan even-even besar yang berpotensi jadi klaster penyebaran virus corona. "Bila tidak hati-hati kita menyikapi kondisi tersebut akan berpotensi meningkatkan kasus positif Covid-19. Jangan sampai terjadi lagi," ujarnya.
Windhu mengatakan, saat ini Indonesia belum sepenuhnya terlindungi karena masih rendahnya prosentase orang yang divaksin.
Sejak jelang PPKM darurat pada minggu ke-3 Juni 2021, menurut dia, sebenarnya upaya penanggulangan Covid-19 di Indonesia sudah on the track. "Kita juga punya aplikasi PeduliLindungi untuk melakukan pengawasan, tetapi perlu perluasan penggunaannya lebih banyak di area publik," ujarnya.
Selain itu, tegas Windhu, testing dan tracing harus masif dilakukan, karena amunisi dari PeduliLindungi adalah hasil testing dan tracing. Kenyataannya, testing rate Indonesia saat ini masih berada di angka 13%.
Mengelola situasi transisi seperti kondisi saat ini, menurut Anggota Dewan Redaksi Media Group, Abdul Kohar, perlu fokus yang tinggi sampai kita benar-benar bisa menggeser pandemi menjadi endemi. Apalagi, tegas Abdul Kohar, kita punya 'penyakit kambuhan' dalam setiap upaya menghadapi transisi, menjelang keberhasilan seringkali muncul inkonsistensi dalam tindakan kita.
Menurut Abdul Kohar, kesabaran dalam menjalani PPKM berlevel ini sangat diperlukan untuk mempertahankan konsistensi dalam pengendalian Covid-19.
(abd)