Demokrat Ungkit Jasa AHY untuk Tiket Pilkada Anak Yusril

Senin, 27 September 2021 - 13:26 WIB
loading...
Demokrat Ungkit Jasa AHY untuk Tiket Pilkada Anak Yusril
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Partai Demokrat Rachland Nashidik merespons keluhan advokat senior Yusril Ihza Mahendra terkait reaksi keras kader Demokrat kepadanya. Foto/inews
A A A
JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Partai Demokrat Rachland Nashidik merespons keluhan advokat senior Yusril Ihza Mahendra terkait reaksi keras kader Demokrat kepadanya. Yusril mengaku gugatannya pada AD/ART Partai Demokrat semata-mata demi demokrasi yang sehat.

"Tapi mari kita bertanya mulai kapan dan dari mana ide menyehatkan demokrasi itu hinggap di kepala Yusril?" kata Rachland dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (28/9/2021).

"Inilah faktanya: Yusril tak peduli pada ide demokrasi yang sehat pada saat ia berkepentingan mendapat rekomendasi Partai Demokrat bagi anaknya. Ide itu baru datang padanya belakangan, yakni setelah kubu KLB abal-abal di Deli Serdang memberinya pekerjaan untuk membatalkan AD/ART Partai Demokrat," sambungnya.

Yusril dinilai tak peduli pada AD/ART Partai Demokrat sebelum KLB kubu Moeldoko dilaksanakan, termasuk juga terpikir untuk menggugatnya. Sebaliknya, Yusril justru berterima kasih pada Ketua Umum Partai Demokrat hasil Kongres 2020 Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), yang memberi anaknya rekomendasi untuk bertarung dalam Pilkada 2020.

"Jadi jelas, Yusril tak menggali ide demokrasi yang sehat dari bumi kemaslahatan publik. Semua dalih itu cuma gincu untuk mendandani upayanya membuka jalan bagi niat jahat dan praktik politik hina kubu Moeldoko membegal Partai Demokrat," tegasnya.

Sampai di sini, sambung dia, harusnya juga jelas, kenapa kader Partai Demokrat bereaksi keras pada Yusril. Yusril dinilai sudah mendapat kemanfaatan dari AD/ART Demokrat saat ia memiliki kepentingan terhadap karir politik anaknya. Sehingga, kata dia, bukankah harusnya Yusril memilih sikap etis, menjauhi kemungkinan konflik kepentingan dengan menolak permintaan kubu Moeldoko itu.



Setidaknya, Yusril dinilai bisa memajukan advokat lain demi konsistensinya sendiri dan bisa bekerja di belakang layar saja. "Tapi tidak, Yusril justru menerima pekerjaan dari Kubu Moeldoko dengan sangat percaya diri, malah menganggap dirinya begawan yang sedang memberi pencerahan berdemokrasi. Ia mengejek kader Demokrat sebagai dewa mabuk. Tapi siapakah di sini yang sebenarnya mabuk ketenaran dan mabuk kesombongan?" kata Rachland.

Menurut Rachland, Yusril bukan cuma profesor hukum tata negara, ia juga politisi karatan yang merupakan Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB), serta menteri pada tiga rezim. Tapi, kata dia, kenapa tiba-tiba saja Yusril tak bisa melihat relasi kuasa di balik peristiwa politik yang sedang menghajar Partai Demokrat.

"Kenapa ia seolah buta, bahwa apa yang dialami Demokrat berbeda, karena pada kasus partai lain tak ada agresi terang-terangan dari Kepala Staf Kepresidenan?," ujar Rachland.

"Kenapa ia justru mengiris lepas semua itu dari konteks dan konstelasi politik, seolah semua ini berlangsung dalam ruang hampa? Apa yang membuatnya mengira bisa membangun demokrasi yang sehat, dengan mengamini praktek politik opresif dan hina? Bisakah kita simpulkan, Profesor Tata Negara ini pada akhirnya cuma manusia biasa yang menjual pengetahuannya pada para begal untuk membuka paksa pintu rumah korban?" pungkasnya.
(rca)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1111 seconds (0.1#10.140)