Langkah Mensos Terkait Data Penerima Bansos Warga Miskin Perlu Didukung

Selasa, 28 September 2021 - 10:10 WIB
loading...
Langkah Mensos Terkait...
Mensos Tri Rismaharini. Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Pengamat Birokrasi, Varhan Abdul Aziz tidak sepakat dengan pandangan sejumlah pihak bahwa Kementerian Sosial (Kemensos) telah menghilangkan hak warga miskin menerima bantuan sosial ( bansos ).

Sebaliknya, ia berpendapat, Kemensos telah membuka kesempatan bagi pemerintah daerah (pemda) mengisi kuota warga miskin untuk menerima bansos, sebesar sekitar 9,7 juta data.

Baca juga: Mensos Pastikan Bantuan PKH dan BPNT Tetap Berlanjut di 2022

"Justru, yang terjadi Kemensos membuka kuota bagi warga miskin untuk mendapatkan bansos dari negara. Besarnya yakni 9.746.317. Sekarang tinggal giliran pemerintah daerah yang harus bekerja keras mengisi kuota ini. Karena, data warga miskin datang dari daerah," kata Varhan yang juga menjadi Wakil Sekjen LSM Lumbung Informasi Rakyat (LIRA), di Jakarta, Selasa (28/9/2021).

Pernyataan Varhan menyikapi siaran pers BPJS Wacth yang mensinyalir Kemensos telah menghilangkan kesempatan kepada 9 juta warga miskin untuk menerima bansos.

Selanjutnya Varhan berharap daerah serius melakukan perbaikan data masyarakat miskin di wilayah masing-masing, sehingga subsidi benar-benar tepat sasaran. Merujuk pada Undang-Undang (UU) 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, data fakir miskin yang berhak menerima bantuan itu diusulkan dari daerah.

Varhan juga mengapresiasi langkah Mensos Tri Rismaharini, memastikan bansos salur tepat sasaran. Di antaranya dengan memastikan data berdasarkan NIK dan padan dengan data Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil). Kemudian data tersebut masuk ke Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

"Saya kira ini langkah yang bagus. Karena Kemensos telah menegakkan prinsip-prinsip akuntabilitas dalam penggunaan anggaran negara," katanya.

Ia mengungkapkan bahwa sebelumnya juga memang banyak masyarakat yang mengeluhkan akan data yang acak-acakan dan tidak sesuai dengan kondisi masyarakat dilapangan. Dengan keputusan Mensos yang melakukan pemutakhiran data secara periodik, tambahnya, hal itu tidak akan terjadi lagi dan masyarakat sangat berterima kasih kepada Mensos Risma.

"Yang dilakukan Mensos Risma merupakan awal yang baik untuk kedepannya agar masyarakat tidak lagi mengeluhkan bantuan dari pemerintah yang tidak tepat sasaran akibat dari data yang tidak sesuai," kata Varhan.

"Selain itu, pemutakhiran data ini harus dilakukan secara konsisten tidak boleh berhenti agar tidak ada lagi anggapan dari masyarakat yang menyebutkan pemerintah tidak pernah memperbaharui data penerima bantuan, bahkan sampai bertahun-tahun," tandasnya.

Diketahui, sebelumnya Mensos Risma mengatakan bahwa pemerintah pusat akan terus melakukan pemutakhiran data secara periodik dan sistematis guna memastikan ketepatan sasaran penyaluran bantuan sosial. Kemensos terus melakukan pemadanan data penerima bantuan dengan DTKS dengan NIK yang terdaftar di Dukcapil.

Akurasi DTKS menjadi agenda serius Risma, sebab DTKS merupakan basis data untuk program bansos pemerintah di semua kementerian, termasuk Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola Kementerian Kesehatan. Data Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JK) dipersyaratkan merupakan warga miskin dan memiliki NIK yang padan dengan data Dukcapil.

“Data yang tidak padan dengan NIK di Dukcapil tidak bisa diberikan bantuan. Data yang belum padan ini harus dikeluarkan. Sebabnya bisa karena pindah segmen, meninggal dunia, data ganda, atau mungkin sudah tidak lagi termasuk kategori miskin," kata Risma dalam konferensi pers di kantornya, Senin (27/9/2021).

Kemensos akan melakukan penetapan data yang telah padan sebulan sekali. Kemensos menunggu perbaikan dan usulan daerah sampai dengan tanggal 12 setiap bulan.

"Saya menetapkan PBI JK itu sebulan sekali. Jadi di minggu pertama setelah saya menetapkan DTKS, saya buka kesempatan kepada daerah untuk mengirimkan data hasil verifikasi mereka, sebelum saya tetapkan di pertengahan bulan," kata Risma.

Kemudian, Mensos Risma menjelaskan alasannya menghapus lebih dari 9 juta orang miskin dari daftar penerima Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Tahun 2021 atau BPJS Kesehatan.

Data yang dihapus ini, ujar Risma, terdiri dari 434.835 orang meninggal, lalu data ganda sebanyak 2.584.495, dan data mutasi sebanyak 833.624. Selanjutnya, ditemukan data non DTKS yang tidak padan dengan Dukcapil sebanyak 5.882.243.

"Ya masak kalau sudah meninggal dimasukkan, itu ya salah aku malah. Jadi, yang dikeluarkan (dari data) itu kan meninggal. Lalu, data ganda. Kemudian mutasi, dia sudah bisa bayar sendiri, ya salah (kalau disubsidi)," ujar Risma.
(maf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2018 seconds (0.1#10.140)