Jadikan Komitmen Beragama dan Bernegara dalam Satu Napas NKRI untuk Lawan Ideologi Transnasional
loading...
A
A
A
JAKARTA - Serangan ideologi transnasional terbukti banyak menimbulkan kekisruhan di Indonesia. Banyak kelompok-kelompok yang terkontaminasi ideologi tersebut sering membuat kegaduhan dengan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan norma dan budaya Indonesia. Terutama kelompok-kelompok yang mengatasnamakan agama untuk menghalalkan tindakan-tindakan tidak terpuji mereka.
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) Maman Imanulhaq mengungkapkan, serangan kelompok pengusung ideologi transnasional tidak boleh dikesampingkan. Untuk membendung ideologi transnasional, bangsa Indonesia harus terus memperkuat komitmen beragama dan bernegara dalam satu nafas yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Beragama dan bernegara dalam konsep NKRI memang harus memiliki satu napas, bahwa orang yang memiliki komitmen keagamaan yang kuat, ia pasti mencintai Indonesia. Sebaliknya ia yang menjadi warga negara Indonesia, dia akan memiliki keyakinan agama sesuai yang diyakini," ujar Kang Maman di Jakarta, Jumat (17/9/2021).
Baca juga: Alissa Wahid: Perkaya Wawasan Kebangsaan untuk Tangkal Ideologi Transnasional
Maka, lanjut Maman, ketika dua komitmen itu luntur, di mana komitmen keagamaan ketika orang menganggap bahwa dirinya paling benar dan orang lain salah, maka muncullah kelompok-kelompok yang justru ingin membuat kegaduhan, bahkan melakukan diskriminasi serta kriminalisasi sekelompok orang lain yang berbeda.
"Padahal komitmen keagamaan mengharuskan kita untuk selalu mengasihi siapa pun orang walau pun dia berbeda. Dengan kita meyakini bahwa Tuhan Itu satu, maka kita wajib bersatu, Tuhan itu tunggal maka kita wajib manunggal dengan tetap menghargai adat istiadat dan budaya," kata Kang Maman.
Begitu pula dengan komitmen kebangsaan, ia mengatakan bangsa Indonesia sudah terlahir menjadi bangsa yang memang beragam tapi disatukan dalam sebuah ikatan bernama Indonesia. Dengan demikian, tidak ada orang atau kelompok yang disebut mayoritas atau minoritas.
"Tidak ada orang yang dianggap sebagai orang lain semuanya satu dengan jiwa Indonesia," katanya.
Baca juga: Kapolri: Penanganan Kejahatan Transnasional Perlu Keterlibatkan Seluruh Aparatur Penegak Hukum
Menurut Maman, keragaman di Indonesia justru menjadi modal besar terbentuknya Indonesia. Itu menunjukkan bahwa Indonesia bukan untuk satu kelompok dan bukan untuk satu golongan. Sebagai Indonesia, seluruh bangsa harus saling toleransi antar umat beragama. Artinya saling menghormati dan menghargai serta saling mencintai Indonesia akan menjadi lebih kuat.
Ia menilai rasa saling menghormati dan ikatan persaudaraan antar anak bangsa justru akan membuat kehidupan beragama akan semakin indah. "Kalau hari ini ada orang yang masih terganggu dengan keadaan orang lain, berarti dia terganggu akidahnya, terganggu keyakinannya. Dan kalau pun kita tidak satu agama, kita masih satu bangsa, bahkan kalau kita bukan satu bangsa, kita masih satu manusia. Maka nilai kemanusiaan itulah yang kata Sayyidina Ali harus dikuatkan antara sesama," papar pengasuh Pondok Pesantren Al-Mizan Majalengka, Jawa Barat ini.
Ia melihat saat ini ada dua kelompok yang bahaya bagi kedamaian dan keutuhan Indonesia. Pertama kelompok transnasional dan transaksional. Kelompok transnasional mencoba untuk membawa ideologi secara mendunia tapi melupakan aspek lokal berupa kearifan lokal, merupakan nilai-nilai yang menjadi jati diri bangsa Indonesia.
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) Maman Imanulhaq mengungkapkan, serangan kelompok pengusung ideologi transnasional tidak boleh dikesampingkan. Untuk membendung ideologi transnasional, bangsa Indonesia harus terus memperkuat komitmen beragama dan bernegara dalam satu nafas yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Beragama dan bernegara dalam konsep NKRI memang harus memiliki satu napas, bahwa orang yang memiliki komitmen keagamaan yang kuat, ia pasti mencintai Indonesia. Sebaliknya ia yang menjadi warga negara Indonesia, dia akan memiliki keyakinan agama sesuai yang diyakini," ujar Kang Maman di Jakarta, Jumat (17/9/2021).
Baca juga: Alissa Wahid: Perkaya Wawasan Kebangsaan untuk Tangkal Ideologi Transnasional
Maka, lanjut Maman, ketika dua komitmen itu luntur, di mana komitmen keagamaan ketika orang menganggap bahwa dirinya paling benar dan orang lain salah, maka muncullah kelompok-kelompok yang justru ingin membuat kegaduhan, bahkan melakukan diskriminasi serta kriminalisasi sekelompok orang lain yang berbeda.
"Padahal komitmen keagamaan mengharuskan kita untuk selalu mengasihi siapa pun orang walau pun dia berbeda. Dengan kita meyakini bahwa Tuhan Itu satu, maka kita wajib bersatu, Tuhan itu tunggal maka kita wajib manunggal dengan tetap menghargai adat istiadat dan budaya," kata Kang Maman.
Begitu pula dengan komitmen kebangsaan, ia mengatakan bangsa Indonesia sudah terlahir menjadi bangsa yang memang beragam tapi disatukan dalam sebuah ikatan bernama Indonesia. Dengan demikian, tidak ada orang atau kelompok yang disebut mayoritas atau minoritas.
"Tidak ada orang yang dianggap sebagai orang lain semuanya satu dengan jiwa Indonesia," katanya.
Baca juga: Kapolri: Penanganan Kejahatan Transnasional Perlu Keterlibatkan Seluruh Aparatur Penegak Hukum
Menurut Maman, keragaman di Indonesia justru menjadi modal besar terbentuknya Indonesia. Itu menunjukkan bahwa Indonesia bukan untuk satu kelompok dan bukan untuk satu golongan. Sebagai Indonesia, seluruh bangsa harus saling toleransi antar umat beragama. Artinya saling menghormati dan menghargai serta saling mencintai Indonesia akan menjadi lebih kuat.
Ia menilai rasa saling menghormati dan ikatan persaudaraan antar anak bangsa justru akan membuat kehidupan beragama akan semakin indah. "Kalau hari ini ada orang yang masih terganggu dengan keadaan orang lain, berarti dia terganggu akidahnya, terganggu keyakinannya. Dan kalau pun kita tidak satu agama, kita masih satu bangsa, bahkan kalau kita bukan satu bangsa, kita masih satu manusia. Maka nilai kemanusiaan itulah yang kata Sayyidina Ali harus dikuatkan antara sesama," papar pengasuh Pondok Pesantren Al-Mizan Majalengka, Jawa Barat ini.
Ia melihat saat ini ada dua kelompok yang bahaya bagi kedamaian dan keutuhan Indonesia. Pertama kelompok transnasional dan transaksional. Kelompok transnasional mencoba untuk membawa ideologi secara mendunia tapi melupakan aspek lokal berupa kearifan lokal, merupakan nilai-nilai yang menjadi jati diri bangsa Indonesia.