Apresiasi Keberanian Krisdayanti, Formappi Nilai Dorong Semangat Keterbukaan Anggota DPR
loading...
A
A
A
JAKARTA - Keberanian Anggota DPR dari Fraksi PDIP Krisdayanti yang membuka hak anggota DPR dinilai patutnya diapresiasi. Apa yang dilakukan Krisdayanti itu mendorong semangat keterbukaan dan akuntabilitas bagi anggota dewan.
"Bukan malah menyudutkan Krisdayanti hanya karena ia berniat untuk jujur kepada publik. Maka nggak benar kalau fraksi atau anggota DPR lain justru mempermasalahkan KD ini. Bahwa secara angka mungkin kurang lengkap tetapi niat KD untuk bertanggung jawab soal uang yang ia terima tetap perlu diapresiasi," ujar Manajer Riset Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Jumat (17/9/2021).
Formappi pun menyesalkan bahwa anggota DPR terkesan menutup-nutupi besaran gaji, tunjangan dan dana-dana lain yang diperoleh, berikut dengan pertanggungjawabannya. Sehingga, hal tersebut menimbulkan prasangka di publik dan pengakuan anggota DPR soal ini pun menjadi polemik.
"Dalam banyak hal anggota DPR selalu cuap-cuap bahwa dana serap aspirasi, dana aspirasi, reses, dan lain-lain itu dipakai ketika bertemu konstituen. Akan tetapi kita tak pernah bisa memercayai begitu saja karena faktanya anggota tak pernah secara telanjang memberitahukan kegiatan serta pertanggungjawaban keuangan yang digunakan untuk kegiatan di dapil itu. Yang kita tahu adalah sangat sedikit kebijakan yang dihadirkan DPR sebagai respons atas aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat," jelasnya.
Menurut Lucius, jika selalu ditutup-tutupi maka mungkin saja rakyat berprasangka bahwa selama ini mereka hanya dimanfaatkan saja tetapi uang tunjangan yang diterima justru dipakai untuk kepentingan pribadi. Diakuinya bahwa secara administrasi, tunjangan untuk serap aspirasi itu memang tidak masuk dalam item pendapatan tetapi tetap saja masuk ke rekening pribadi anggota.
"Anggota yang punya keleluasaan untuk menggunakan uang-uang tersebut. Ketertutupan mereka kepada publik mungkin menjelaskan mungkin uang tunjangan yang diterima justru tidak digunakan secara benar," jelasnya.
Apalagi, kata dia, dengan model pencairan tunjangan-tunjangan terkait reses dan serap aspirasi ini menggunakan mekanisme lumpsum. Anggota menerima gelondongan uang tanpa dibebani tanggung jawab untuk melaporkan secara rigid penggunaannya.
Anggota bisa saja sekadar nulis kegiatan di dapilnya tanpa pernah bisa dicek kebenarannya, laporan tentang kegiatan di dapil itu sudah cukup untuk menerima lagi tunjangan berikutnya. "Jadi bagaimana uang tunjangan itu digunakan itu tak harus dipertanggungjawabkan secara akuntansi. Laporan keuangan tunjangan reses bagi anggota DPR cukup dengan menuliskan kegiatan terdahulu saja," tukasnya.
Maka, dia menegaskan tuntutan agar anggota wajib membuka ke publik soal pertanggungjawaban penggunaan uang reses dan tunjangan lain dalam pelaksanaan fungsi representasi mereka semestinya harus dilakukan. Hanya dengan cara itu, rakyat bisa percaya bahwa anggota DPR bertanggung jawab menggunakan uang yang ia terima.
"Bukan malah menyudutkan Krisdayanti hanya karena ia berniat untuk jujur kepada publik. Maka nggak benar kalau fraksi atau anggota DPR lain justru mempermasalahkan KD ini. Bahwa secara angka mungkin kurang lengkap tetapi niat KD untuk bertanggung jawab soal uang yang ia terima tetap perlu diapresiasi," ujar Manajer Riset Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Jumat (17/9/2021).
Formappi pun menyesalkan bahwa anggota DPR terkesan menutup-nutupi besaran gaji, tunjangan dan dana-dana lain yang diperoleh, berikut dengan pertanggungjawabannya. Sehingga, hal tersebut menimbulkan prasangka di publik dan pengakuan anggota DPR soal ini pun menjadi polemik.
"Dalam banyak hal anggota DPR selalu cuap-cuap bahwa dana serap aspirasi, dana aspirasi, reses, dan lain-lain itu dipakai ketika bertemu konstituen. Akan tetapi kita tak pernah bisa memercayai begitu saja karena faktanya anggota tak pernah secara telanjang memberitahukan kegiatan serta pertanggungjawaban keuangan yang digunakan untuk kegiatan di dapil itu. Yang kita tahu adalah sangat sedikit kebijakan yang dihadirkan DPR sebagai respons atas aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat," jelasnya.
Menurut Lucius, jika selalu ditutup-tutupi maka mungkin saja rakyat berprasangka bahwa selama ini mereka hanya dimanfaatkan saja tetapi uang tunjangan yang diterima justru dipakai untuk kepentingan pribadi. Diakuinya bahwa secara administrasi, tunjangan untuk serap aspirasi itu memang tidak masuk dalam item pendapatan tetapi tetap saja masuk ke rekening pribadi anggota.
"Anggota yang punya keleluasaan untuk menggunakan uang-uang tersebut. Ketertutupan mereka kepada publik mungkin menjelaskan mungkin uang tunjangan yang diterima justru tidak digunakan secara benar," jelasnya.
Apalagi, kata dia, dengan model pencairan tunjangan-tunjangan terkait reses dan serap aspirasi ini menggunakan mekanisme lumpsum. Anggota menerima gelondongan uang tanpa dibebani tanggung jawab untuk melaporkan secara rigid penggunaannya.
Anggota bisa saja sekadar nulis kegiatan di dapilnya tanpa pernah bisa dicek kebenarannya, laporan tentang kegiatan di dapil itu sudah cukup untuk menerima lagi tunjangan berikutnya. "Jadi bagaimana uang tunjangan itu digunakan itu tak harus dipertanggungjawabkan secara akuntansi. Laporan keuangan tunjangan reses bagi anggota DPR cukup dengan menuliskan kegiatan terdahulu saja," tukasnya.
Baca Juga
Maka, dia menegaskan tuntutan agar anggota wajib membuka ke publik soal pertanggungjawaban penggunaan uang reses dan tunjangan lain dalam pelaksanaan fungsi representasi mereka semestinya harus dilakukan. Hanya dengan cara itu, rakyat bisa percaya bahwa anggota DPR bertanggung jawab menggunakan uang yang ia terima.
(kri)