Bijak dalam Berinternet Kunci Menjaga Etika di Dunia Digital
loading...
A
A
A
JAKARTA - Era digital seperti pedang bermata dua. Derasnya digitalisasi telah mendorong terciptanya ruang-ruang digital yang memungkinan setiap penggunanya berinteraksi. Namun, kebebasan yang datang bersama akses internet juga menimbulkan pertanyaan terkait batasan etika di ranah digital.
Hal ini terungkap dalam seminar bertajuk “Literasi Digital dan Etika Internet: Benarkah Dunia Digital Tidak Mengenal Batasan” yang digelar Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informasi RI (Ditjen Kemkominfo) bersama DPR RI, Senin (13/9/2021). Baca juga: Perlu Terobosan, Kebutuhan Tenaga Terampil Digital Capai 9 Juta pada 2030
Acara dibuka Dirjen Aplikasi Telematika, Semuel Abrijani Pangerapan. Dia mengatakan, program literasi digital yang dicanangkan pemerintah adalah fondasi bagi masyarakat untuk menggunakan media sosial secara bijak.
“Dunia digital memang tempat yang bebas untuk berekspresi tetapi harus tetap berada, yang mana sudah ada rambu-rambunya dalam UU ITE ,” katanya.
Selain itu, salah satu tips utama menggunakan dunia digital adalah “Tahan Jempol, Cek Dulu”. Masyarakat diharapkan tidak sembarangan menyebarkan informasi tanpa mengetahui secara pasti sumber aslinya.
Ketiadaan etika di media sosial bahkan bisa berujung pada terjadinya konflik di dunia nyata. Menurut Anggota DPR Komisi I Muhammad Farhan, kebebasan berpendapat di internet acapkali digunakan untuk memperkeruh konflik identitas antar kelompok.
“Saat ini banyak konflik berbasis agama dan budaya yang justru diprovokasi oleh sosial media. Artinya banyak dari masyarakat yang gampang ‘dimakan’ oleh berita-berita bohong dan bombastis ,” tegasnya.
Pada akhirnya, masyarakatlah yang harus bijak dalam memilih apa yang ditampilkan atau di-post ke internet, selain regulasi dari pemerintah. Chief Strategic Officer Provetic, Mujahid Shafiq Pontoh mendorong masyarakat untuk mengisi internet dengan hal-hal yang positif dibanding yang negatif.
“Bayangkan, Anda kan biasa mengakses di internet setelah bekerja, tentu saja capek. Mem-posting hal-hal negatif malah akan membuat Anda semakin capek. Jadi kalau saya memilih untuk yang positif-positif saja,” tuturnya.
Seminar Literasi Digital yang diadakan Ditjen APTIK Kementerian Kominfo ini diadakan rutin guna memberikan edukasi kepada masyarakat dari berbagai latar belakang terkait pemanfaatan digital dan isu keamanan data pribadi.
Hal ini terungkap dalam seminar bertajuk “Literasi Digital dan Etika Internet: Benarkah Dunia Digital Tidak Mengenal Batasan” yang digelar Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informasi RI (Ditjen Kemkominfo) bersama DPR RI, Senin (13/9/2021). Baca juga: Perlu Terobosan, Kebutuhan Tenaga Terampil Digital Capai 9 Juta pada 2030
Acara dibuka Dirjen Aplikasi Telematika, Semuel Abrijani Pangerapan. Dia mengatakan, program literasi digital yang dicanangkan pemerintah adalah fondasi bagi masyarakat untuk menggunakan media sosial secara bijak.
“Dunia digital memang tempat yang bebas untuk berekspresi tetapi harus tetap berada, yang mana sudah ada rambu-rambunya dalam UU ITE ,” katanya.
Selain itu, salah satu tips utama menggunakan dunia digital adalah “Tahan Jempol, Cek Dulu”. Masyarakat diharapkan tidak sembarangan menyebarkan informasi tanpa mengetahui secara pasti sumber aslinya.
Ketiadaan etika di media sosial bahkan bisa berujung pada terjadinya konflik di dunia nyata. Menurut Anggota DPR Komisi I Muhammad Farhan, kebebasan berpendapat di internet acapkali digunakan untuk memperkeruh konflik identitas antar kelompok.
“Saat ini banyak konflik berbasis agama dan budaya yang justru diprovokasi oleh sosial media. Artinya banyak dari masyarakat yang gampang ‘dimakan’ oleh berita-berita bohong dan bombastis ,” tegasnya.
Pada akhirnya, masyarakatlah yang harus bijak dalam memilih apa yang ditampilkan atau di-post ke internet, selain regulasi dari pemerintah. Chief Strategic Officer Provetic, Mujahid Shafiq Pontoh mendorong masyarakat untuk mengisi internet dengan hal-hal yang positif dibanding yang negatif.
“Bayangkan, Anda kan biasa mengakses di internet setelah bekerja, tentu saja capek. Mem-posting hal-hal negatif malah akan membuat Anda semakin capek. Jadi kalau saya memilih untuk yang positif-positif saja,” tuturnya.
Seminar Literasi Digital yang diadakan Ditjen APTIK Kementerian Kominfo ini diadakan rutin guna memberikan edukasi kepada masyarakat dari berbagai latar belakang terkait pemanfaatan digital dan isu keamanan data pribadi.
(poe)