Fraksi PKS Galang Dukungan Pembentukan Pansus BBM
loading...
A
A
A
JAKARTA - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR menilai panitia khusus (Pansus) Bahan Bakar Minyak (BBM) perlu segera dibentuk. Sebab, pemerintah hingga kini belum juga melakukan penyesuaian harga setelah lebih dari tiga pekan dibuat kesimpulan rapat kerja bersama antara pemerintah dan Komisi VII DPR RI, tentang perlunya dilakukan penyesuaian harga jual BBM non-subsidi seiring turunnya harga jual minyak dunia.
Adapun harga jual BBM non-subsidi di seluruh SPBU masih berdasar harga lama tanpa ada pengurangan sedikitpun. BBM jenis Pertalite dijual Rp7.650/liter, Pertamax Rp9.000/liter, Pertamax Turbo Rp9.850/liter, Dexlite Rp9.500 dan Pertamina DEX Rp10.200/liter. (Baca juga: Obyek Wisata di Muna Ditutup, Ratusan Wisatawan Kecewa Harus Putar Balik)
Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PKS, Mulyanto menilai pemerintah telah mengabaikan isi kesimpulan rapat yang dibuat tanggal 4 Mei 2020. Padahal, kata dia, kesimpulan rapat yang ditandatangani oleh Ketua Rapat yang juga Ketua Komisi VII DPR-RI, Sugeng Suparwoto dan Menteri ESDM Arifin Tasrif mencantumkan secara tegas tentang perlunya dilakukan penyesuaian harga jual BBM.
Kesimpulan rapat poin 5 menyebutkan Komisi VII mendesak Menteri ESDM untuk secepatnya memberikan penjelasan secara terbuka dan masif terkait harga BBM sebagaimana diamanahkan pada Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 di saat rendahnya harga minyak mentah di dunia.
Kemudian, pada poin 6 rapat menyimpulkan Komisi VII DPR mendesak Menteri ESDM melakukan penyesuaian harga BBM dengan merevisi Kepmen ESDM Nomor 62 Tahun 2020 tentang formula harga dasar dalam perhitungan harga jual eceran jenis bahan bakar minyak umum jenis bensin dan minyak solar yang disalurkan melalui SPBU dan/atau stasiun pengisian bahan bakar nelayan.
"Pemerintah jelas mengabaikan kesimpulan rapat kerja bersama dengan Komisi VII DPR-RI. Sikap seperti ini jelas bertentangan dengan Undang-Undang dan mengabaikan fungsi pengawasan DPR," ujar Mulyanto dalam keterangan tertulisnya, Minggu (31/5/2020).
Maka itu, Fraksi PKS bakal menggalang dukungan dibentuknya Pansus BBM. "Agar masyarakat tahu apa yang sebenarnya terjadi sehingga harga BBM belum diturunkan hingga saat ini," kata Mulyanto.
Dia melanjutkan, Pansus BBM ini sangat penting dibentuk sebagai wujud kesungguhan DPR menindaklanjuti aspirasi rakyat terkait harga BBM. Melalui Pansus itu, DPR dapat menanyakan secara rinci dan komprehensif berbagai persoalan yang menyebabkan harga BBM belum diturunkan.
Masih kata Mulyanto, ada hal tertentu yang perlu dikonfirmasi secara resmi oleh DPR. Apalagi sebelumnya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mensinyalir ada praktik oligopoli atau kartel harga BBM yang melibatkan beberapa perusahaan migas.
"Dugaan ini harus ditelusuri secara serius agar rakyat dapat memperoleh haknya dan pemerintah dapat menjalankan fungsinya secara baik. Pemerintah jangan ambil untung berlebih dari rakyat yang saat ini sedang kesulitan menghadapi situasi darurat pandemi COVID-19," jelas Wakil Ketua Fraksi PKS bidang Industri Pembangunan ini.
Menurutnya, DPR perlu tahu apa yang membuat pemerintah sulit menurunkan harga BBM. Padahal negara ASEAN lain sudah menurunkan harga BBM berkali-kali. "Jika memang ada campur tangan mafia migas maka DPR harus segera bertindak dengan membuat Pansus. Pansus adalah sarana yang konstitusional untuk mengkonfirmasi dugaan-dugaan itu," imbuhnya. (Baca juga: Kritik New Normal, Pakar Epidemiologi: Utamakan Keamanan dan Kesehatan Masyarakat)
Ditambahkan Mulyanto, pemerintah harus terbuka menjelaskan keberadaan pihak-pihak yang menyebabkan tata kelola BBM ini berantakan. Kata dia, jangan sampai rakyat mempunyai persepsi kurang baik terhadap pemerintah yang seperti memaksa rakyat bersedekah dan mensubsidi operasional Pertamina.
"Tindakan ini sangat tidak pantas mengingat marjin keuntungan selisih harga jual BBM ini triliunan rupiah perbulan," pungkasnya.
Adapun harga jual BBM non-subsidi di seluruh SPBU masih berdasar harga lama tanpa ada pengurangan sedikitpun. BBM jenis Pertalite dijual Rp7.650/liter, Pertamax Rp9.000/liter, Pertamax Turbo Rp9.850/liter, Dexlite Rp9.500 dan Pertamina DEX Rp10.200/liter. (Baca juga: Obyek Wisata di Muna Ditutup, Ratusan Wisatawan Kecewa Harus Putar Balik)
Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PKS, Mulyanto menilai pemerintah telah mengabaikan isi kesimpulan rapat yang dibuat tanggal 4 Mei 2020. Padahal, kata dia, kesimpulan rapat yang ditandatangani oleh Ketua Rapat yang juga Ketua Komisi VII DPR-RI, Sugeng Suparwoto dan Menteri ESDM Arifin Tasrif mencantumkan secara tegas tentang perlunya dilakukan penyesuaian harga jual BBM.
Kesimpulan rapat poin 5 menyebutkan Komisi VII mendesak Menteri ESDM untuk secepatnya memberikan penjelasan secara terbuka dan masif terkait harga BBM sebagaimana diamanahkan pada Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 di saat rendahnya harga minyak mentah di dunia.
Kemudian, pada poin 6 rapat menyimpulkan Komisi VII DPR mendesak Menteri ESDM melakukan penyesuaian harga BBM dengan merevisi Kepmen ESDM Nomor 62 Tahun 2020 tentang formula harga dasar dalam perhitungan harga jual eceran jenis bahan bakar minyak umum jenis bensin dan minyak solar yang disalurkan melalui SPBU dan/atau stasiun pengisian bahan bakar nelayan.
"Pemerintah jelas mengabaikan kesimpulan rapat kerja bersama dengan Komisi VII DPR-RI. Sikap seperti ini jelas bertentangan dengan Undang-Undang dan mengabaikan fungsi pengawasan DPR," ujar Mulyanto dalam keterangan tertulisnya, Minggu (31/5/2020).
Maka itu, Fraksi PKS bakal menggalang dukungan dibentuknya Pansus BBM. "Agar masyarakat tahu apa yang sebenarnya terjadi sehingga harga BBM belum diturunkan hingga saat ini," kata Mulyanto.
Dia melanjutkan, Pansus BBM ini sangat penting dibentuk sebagai wujud kesungguhan DPR menindaklanjuti aspirasi rakyat terkait harga BBM. Melalui Pansus itu, DPR dapat menanyakan secara rinci dan komprehensif berbagai persoalan yang menyebabkan harga BBM belum diturunkan.
Masih kata Mulyanto, ada hal tertentu yang perlu dikonfirmasi secara resmi oleh DPR. Apalagi sebelumnya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mensinyalir ada praktik oligopoli atau kartel harga BBM yang melibatkan beberapa perusahaan migas.
"Dugaan ini harus ditelusuri secara serius agar rakyat dapat memperoleh haknya dan pemerintah dapat menjalankan fungsinya secara baik. Pemerintah jangan ambil untung berlebih dari rakyat yang saat ini sedang kesulitan menghadapi situasi darurat pandemi COVID-19," jelas Wakil Ketua Fraksi PKS bidang Industri Pembangunan ini.
Menurutnya, DPR perlu tahu apa yang membuat pemerintah sulit menurunkan harga BBM. Padahal negara ASEAN lain sudah menurunkan harga BBM berkali-kali. "Jika memang ada campur tangan mafia migas maka DPR harus segera bertindak dengan membuat Pansus. Pansus adalah sarana yang konstitusional untuk mengkonfirmasi dugaan-dugaan itu," imbuhnya. (Baca juga: Kritik New Normal, Pakar Epidemiologi: Utamakan Keamanan dan Kesehatan Masyarakat)
Ditambahkan Mulyanto, pemerintah harus terbuka menjelaskan keberadaan pihak-pihak yang menyebabkan tata kelola BBM ini berantakan. Kata dia, jangan sampai rakyat mempunyai persepsi kurang baik terhadap pemerintah yang seperti memaksa rakyat bersedekah dan mensubsidi operasional Pertamina.
"Tindakan ini sangat tidak pantas mengingat marjin keuntungan selisih harga jual BBM ini triliunan rupiah perbulan," pungkasnya.
(kri)