Mendorong Lahirnya ASN Ber-AKHLAK
loading...
A
A
A
Masrully
Analis Kebijakan Puslatbang PKASN Lembaga Administrasi Negara
KAMIS 2 September lalu peserta seleksi Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) 2021 akan mengikuti tes seleksi kompetensi dasar (SKD) yang merupakan salah satu rangkaian seleksi penerimaan CASN.
Jumlah pelamar CASN 2021, berdasarkan data Badan Kepegawaian Negara (BKN), tercatat 4,5 juta orang yang akan memperebutkan sekitar 700.000 formasi untuk 564 instansi pemerintah, baik kementerian/lembaga, maupun pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Sebanyak 2,2 juta pelamar CASN telah lolos seleksi administrasi dan mulai Kamis, 2 September hari ini mulai mengikuti serangkaian tes.
Berkaitan dengan momentum penerimaan CASN tahun ini menarik untuk menyimak kembali core values atau nilai dasar bagi aparatur sipil negara (ASN) yang diumumkan oleh Presiden Joko Widodo pada 27 Juli 2021 lalu.
Nilai-nilai dasar ASN tersebut yakni, “Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif, yang disingkat dengan akronim “BerAKHLAK”. Ditetapkannya nilai-nilai dasar bersama tersebut bertujuan agar semua ASN memegang teguh nilai dasar yang sama dalam menjalankan tugasnya sebagai abdi negara. Karena selama ini, setiap instansi pemerintah baik instansi pusat maupun daerah menerjemahkan masing-masing nilai dasar yang tercantum di dalam Undang-Undang ASN.
Diluncurkannya nilai dasar yang disepakati bersama ini menjadi momen penting. Karena nilai-nilai dasar tersebut akan menjadi pegangan bagi ASN ke depan dalam melaksanakan tugasnya sebagai abdi negara dan pelayan masyarakat. Lalu kenapa nilai-nilai tersebut penting dan bagaimana penerjemahannya?
Pertama, berorientasi pelayanan. Kenapa ASN harus berorientasi pelayanan? Karena memang sejatinya ASN itu diamanahkan menjadi pelayan masyarakat. Sehingga hendaknya ASN harus memiliki pola pikir dan tindakan yang berorientasi pelayanan publik, bukan malah sebaliknya menganggap bahwa mereka yang harus dilayani. ASN itu digaji dari uang rakyat Indonesia, dari cucuran keringatnya para petani, dari lelahnya nelayan, pedagang, pekerja kantoran, tukang ojek, dengan kata lain seluruh rakyat Indonesia, apapun profesinya. Sehingga ASN harus berorientasi pelayanan kepada masyarakat, apapun latar belakang dan profesinya.
Ditetapkannya nilai dasar ini, diharapkan ke depan tidak kita temukan lagi berita di media massa maupun di media sosial ASN yang memberikan pelayanan buruk kepada masyarakat, atau bahkan tidak melaksanakan pelayanan yang menjadi kewajiban dan tanggungjawabnya. Tidak ada lagi ASN yang bersikap arogan, tidak sopan, atau bahkan memungut pungutan liar dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini masih relevan untuk menjadi perhatian, pasalnya jika merujuk kepada laporan Ombudsman RI, sepanjang 2020 masih banyak aduan dari masyarakat yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik, yaitu sebanyak 7.204 laporan.
Dari aspek laporan masyarakat berdasarkan dugaan maladministrasi, terdapat tiga kategori pengaduan terbanyak. yakni laporan atas penundaan berlarut sebesar 31,57 %, penyimpangan prosedur sebanyak 24,77 %, dan tidak memberikan layanan sebanyak 24,39%. Ini yang harus diubah jika memang ingin menerapkan nilai berorientasi pelayanan.
Kedua, akuntabel, bertanggung jawab. ASN harus memegang teguh nilai tanggungjawab, bertanggungjawab atas kepercayaan yang diberikan, karena jabatan ASN adalah amanah, amanah dari Tuhan dan amanah dari rakyat. Nilai tanggungjawab harus diaplikasikan, baik melalui setiap ucapan, tindakan, maupun pada keputusan-keputusan yang diambil. Setiap tindakan sebagai ASN haruslah dilakukan dengan penuh tanggungjawab dan bisa pertanggungjawabkank karena setiap keputusan dan tindakan tersebut, terutama ASN yang bekerja di bidang pelayanan langsung kepada masyarakat, akan memberi dampak kepada rakyat.
Ketiga, kompeten, yaitu memiliki kapabilitas dan kemampuan sesuai dengan jabatan yang diduduki. Agar menjadi kompeten, ASN harus terus belajar dan mengembangkan kapabilitas dan kemampuan. Kenapa ASN harus kompeten? Alasannya, ASN yang akan menggerakkan birokrasi dan menjalankan roda pemerintahan. Bagaimana ASN bisa melakukan tugas-tugas jabatannya dengan baik, menciptakan pelayanan prima, membangun birokrasi berkelas dunia, meningkatkan daya saing Indonesia, jika dia sendiri tidak memiliki kompetensi yan baik? Artinya kompetensi adalah sebuah keniscayaan.
Keempat, harmonis, yaitu ASN harus saling peduli dan menghargai perbedaan. ASN harus menghargai setiap orang apapun latar belakangnya. Apalagi di dunia birokrasi, seorang ASN akan berinteraksi dan bekerja sama dengan rekan kerja yang beragam, baik latar belakang pendidikan, karakter, maupun agama dan budayanya. Dengan begitu dibutuhkan ASN yang memegang teguh nilai kesetaraan dan kemajemukan di dalam dirinya. Hal tersebut menjadi sebuah keharusan karena memang Indonesia ini merupakan negara yang majemuk, dan Indonesia dibangun oleh orang-orang yang berasal dari berbagai latar belakang. Beragamnya latar belakang tersebut tidak melahirkan perpecahan, melainkan justru selama ini telah menciptakan harmonisasi.
Kelima, loyal, yaitu ASN berdedikasi dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara. ASN harus loyal, mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan golongan atau pun pribadi. Meski, memang tak dipungkiri bahwa dalam sebuah organisasi terkadang akan muncul konflik kepentingan. Namun, pada saat itulah loyalitas seorang ASN akan diuji.
Keenam, adaptif, yaitu ASN mampu menyesuaikan diri dengan keadaan. ASN harus terus berinovasi dan antusias dalam menggerakkan serta menghadapi berbagai bentuk perubahan. Karena memang lingkungan birokrasi itu bersifat dinamis, apalagi di era disruptif seperti sekarang ini di mana perubahan terjadi begitu cepat dan sulit diprediksi. Kondisi ini menuntut ASN adaptif dan agile, yaitu mampu beradaptasi dengan gesit dan lincah. Jangan sampai birokrasi tidak bisa mengimbangi atau bahkan terlindas oleh perubahan yang terjadi dengan cepatnya.
Ketujuh, kolaboratif, yaitu ASN harus membangun kerja sama yang sinergis. Zaman sekarang, kemajuan tidak akan bisa diraih tanpa kolaborasi. Saat ini eranya kolaborasi, kerja sama, bahu membahu dalam membangun bangsa. ASN pun harus senantiasa membangun kolaborasi yang sinergis, dan menghindari silo mentality, yaitu mental kerja berupa keengganan bekerja sama antarbagian atau ego-sektoral. Silo mentality bisa mengancam tercapainya efisiensi, mengancam nilai-nilai moral, dan mematikan produktivitas birokrasi.
Pada akhirnya, kita semua berharap dengan diluncurkannya nilai-nilai dasar ASN “BerAKHLAK” tersebut, dapat memberikan kontribusi positif terhadap kinerja ASN dan kinerja pelayanan publik. Dan tentunya masyarakat menaruh harapan yang besar semoga nilai-nilai dasar ASN tidak hanya menjadi jargon indah di atas kertas, tetapi juga dapat ditemukan dan dirasakan wujud nyatanya di dalam dunia birokrasi sehari-hari.
Analis Kebijakan Puslatbang PKASN Lembaga Administrasi Negara
KAMIS 2 September lalu peserta seleksi Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) 2021 akan mengikuti tes seleksi kompetensi dasar (SKD) yang merupakan salah satu rangkaian seleksi penerimaan CASN.
Jumlah pelamar CASN 2021, berdasarkan data Badan Kepegawaian Negara (BKN), tercatat 4,5 juta orang yang akan memperebutkan sekitar 700.000 formasi untuk 564 instansi pemerintah, baik kementerian/lembaga, maupun pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Sebanyak 2,2 juta pelamar CASN telah lolos seleksi administrasi dan mulai Kamis, 2 September hari ini mulai mengikuti serangkaian tes.
Berkaitan dengan momentum penerimaan CASN tahun ini menarik untuk menyimak kembali core values atau nilai dasar bagi aparatur sipil negara (ASN) yang diumumkan oleh Presiden Joko Widodo pada 27 Juli 2021 lalu.
Nilai-nilai dasar ASN tersebut yakni, “Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif, yang disingkat dengan akronim “BerAKHLAK”. Ditetapkannya nilai-nilai dasar bersama tersebut bertujuan agar semua ASN memegang teguh nilai dasar yang sama dalam menjalankan tugasnya sebagai abdi negara. Karena selama ini, setiap instansi pemerintah baik instansi pusat maupun daerah menerjemahkan masing-masing nilai dasar yang tercantum di dalam Undang-Undang ASN.
Diluncurkannya nilai dasar yang disepakati bersama ini menjadi momen penting. Karena nilai-nilai dasar tersebut akan menjadi pegangan bagi ASN ke depan dalam melaksanakan tugasnya sebagai abdi negara dan pelayan masyarakat. Lalu kenapa nilai-nilai tersebut penting dan bagaimana penerjemahannya?
Pertama, berorientasi pelayanan. Kenapa ASN harus berorientasi pelayanan? Karena memang sejatinya ASN itu diamanahkan menjadi pelayan masyarakat. Sehingga hendaknya ASN harus memiliki pola pikir dan tindakan yang berorientasi pelayanan publik, bukan malah sebaliknya menganggap bahwa mereka yang harus dilayani. ASN itu digaji dari uang rakyat Indonesia, dari cucuran keringatnya para petani, dari lelahnya nelayan, pedagang, pekerja kantoran, tukang ojek, dengan kata lain seluruh rakyat Indonesia, apapun profesinya. Sehingga ASN harus berorientasi pelayanan kepada masyarakat, apapun latar belakang dan profesinya.
Ditetapkannya nilai dasar ini, diharapkan ke depan tidak kita temukan lagi berita di media massa maupun di media sosial ASN yang memberikan pelayanan buruk kepada masyarakat, atau bahkan tidak melaksanakan pelayanan yang menjadi kewajiban dan tanggungjawabnya. Tidak ada lagi ASN yang bersikap arogan, tidak sopan, atau bahkan memungut pungutan liar dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini masih relevan untuk menjadi perhatian, pasalnya jika merujuk kepada laporan Ombudsman RI, sepanjang 2020 masih banyak aduan dari masyarakat yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik, yaitu sebanyak 7.204 laporan.
Dari aspek laporan masyarakat berdasarkan dugaan maladministrasi, terdapat tiga kategori pengaduan terbanyak. yakni laporan atas penundaan berlarut sebesar 31,57 %, penyimpangan prosedur sebanyak 24,77 %, dan tidak memberikan layanan sebanyak 24,39%. Ini yang harus diubah jika memang ingin menerapkan nilai berorientasi pelayanan.
Kedua, akuntabel, bertanggung jawab. ASN harus memegang teguh nilai tanggungjawab, bertanggungjawab atas kepercayaan yang diberikan, karena jabatan ASN adalah amanah, amanah dari Tuhan dan amanah dari rakyat. Nilai tanggungjawab harus diaplikasikan, baik melalui setiap ucapan, tindakan, maupun pada keputusan-keputusan yang diambil. Setiap tindakan sebagai ASN haruslah dilakukan dengan penuh tanggungjawab dan bisa pertanggungjawabkank karena setiap keputusan dan tindakan tersebut, terutama ASN yang bekerja di bidang pelayanan langsung kepada masyarakat, akan memberi dampak kepada rakyat.
Ketiga, kompeten, yaitu memiliki kapabilitas dan kemampuan sesuai dengan jabatan yang diduduki. Agar menjadi kompeten, ASN harus terus belajar dan mengembangkan kapabilitas dan kemampuan. Kenapa ASN harus kompeten? Alasannya, ASN yang akan menggerakkan birokrasi dan menjalankan roda pemerintahan. Bagaimana ASN bisa melakukan tugas-tugas jabatannya dengan baik, menciptakan pelayanan prima, membangun birokrasi berkelas dunia, meningkatkan daya saing Indonesia, jika dia sendiri tidak memiliki kompetensi yan baik? Artinya kompetensi adalah sebuah keniscayaan.
Keempat, harmonis, yaitu ASN harus saling peduli dan menghargai perbedaan. ASN harus menghargai setiap orang apapun latar belakangnya. Apalagi di dunia birokrasi, seorang ASN akan berinteraksi dan bekerja sama dengan rekan kerja yang beragam, baik latar belakang pendidikan, karakter, maupun agama dan budayanya. Dengan begitu dibutuhkan ASN yang memegang teguh nilai kesetaraan dan kemajemukan di dalam dirinya. Hal tersebut menjadi sebuah keharusan karena memang Indonesia ini merupakan negara yang majemuk, dan Indonesia dibangun oleh orang-orang yang berasal dari berbagai latar belakang. Beragamnya latar belakang tersebut tidak melahirkan perpecahan, melainkan justru selama ini telah menciptakan harmonisasi.
Kelima, loyal, yaitu ASN berdedikasi dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara. ASN harus loyal, mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan golongan atau pun pribadi. Meski, memang tak dipungkiri bahwa dalam sebuah organisasi terkadang akan muncul konflik kepentingan. Namun, pada saat itulah loyalitas seorang ASN akan diuji.
Keenam, adaptif, yaitu ASN mampu menyesuaikan diri dengan keadaan. ASN harus terus berinovasi dan antusias dalam menggerakkan serta menghadapi berbagai bentuk perubahan. Karena memang lingkungan birokrasi itu bersifat dinamis, apalagi di era disruptif seperti sekarang ini di mana perubahan terjadi begitu cepat dan sulit diprediksi. Kondisi ini menuntut ASN adaptif dan agile, yaitu mampu beradaptasi dengan gesit dan lincah. Jangan sampai birokrasi tidak bisa mengimbangi atau bahkan terlindas oleh perubahan yang terjadi dengan cepatnya.
Ketujuh, kolaboratif, yaitu ASN harus membangun kerja sama yang sinergis. Zaman sekarang, kemajuan tidak akan bisa diraih tanpa kolaborasi. Saat ini eranya kolaborasi, kerja sama, bahu membahu dalam membangun bangsa. ASN pun harus senantiasa membangun kolaborasi yang sinergis, dan menghindari silo mentality, yaitu mental kerja berupa keengganan bekerja sama antarbagian atau ego-sektoral. Silo mentality bisa mengancam tercapainya efisiensi, mengancam nilai-nilai moral, dan mematikan produktivitas birokrasi.
Pada akhirnya, kita semua berharap dengan diluncurkannya nilai-nilai dasar ASN “BerAKHLAK” tersebut, dapat memberikan kontribusi positif terhadap kinerja ASN dan kinerja pelayanan publik. Dan tentunya masyarakat menaruh harapan yang besar semoga nilai-nilai dasar ASN tidak hanya menjadi jargon indah di atas kertas, tetapi juga dapat ditemukan dan dirasakan wujud nyatanya di dalam dunia birokrasi sehari-hari.
(bmm)