Gedung Pancasila, Saksi Sejarah Lahirnya Dasar Negara Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Gedung Pancasila merupakan salah satu bangunan bersejarah di Indonesia. Lokasinya di Kompleks Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Jalan Taman Pejambon Nomor 6, Jakarta Pusat. Upacara peringatan Hari Lahir Pancasila seringkali diselenggarakan di halaman gedung tersebut. Gedung itu juga kini sering dimanfaatkan untuk mengadakan kegiatan-kegiatan internasional.
Misalnya, seperti resepsi diplomatik dalam rangka menyambut kunjungan para menteri luar negeri negara sahabat ke Indonesia serta jamuan makan resmi maupun tidak resmi. Kemudian, pertemuan bilateral, penandatanganan perjanjian dengan negara lain dan organisasi internasional, serta resepsi untuk menghormati kunjungan petinggi-petinggi asing ke Indonesia.
Selain menyambut sebagian besar tamu-tamu luar negeri, Gedung Pancasila juga digunakan Menteri Luar Negeri memimpin upacara sumpah jabatan bagi para pejabat senior, konsul jenderal maupun upacara untuk mengakhiri masa jabatan dinas luar negeri. Informasi tersebut bersumber dari situs Kementerian Luar Negeri.
Seringkali juga gedung itu dimanfaatkan oleh Menteri Luar Negeri sebagai tempat acara jamuan makan pagi atau Foreign Policy Breakfast, mengundang para pemimpin dan tokoh dari kelompok-kelompok masyarakat untuk mendiskusikan kebijakan luar negeri dan masalah-masalah hubungan internasional. Dalam situs itu, disebutkan bahwa tidak ada catatan resmi soal kapan tepatnya gedung itu mulai dibangun.
Namun, berdasarkan beberapa literatur, sekitar tahun 1830 silam pembangunan gedung itu dilaksanakan. Dahulu, di gedung ini para pemimpin bangsa telah mengambil keputusan sejarah yang sangat penting ketika pada Mei, Juni dan Juli 1945 secara sepakat menentukan dasar negara yang akan dijadikan landasan bagi berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yaitu Pancasila.
Nah, awalnya gedung itu adalah kediaman Panglima Angkatan Perang Kerajaan Belanda di Hindia Belanda, sekaligus merangkap sebagai Letnan Gubernur Jenderal. Lantaran rumah kediaman panglima itu dijual, maka perlu dibangun sebuah rumah baru. Selanjutnya, gedung tersebut dibangun di atas sebuah taman yang indah yang kemudian dikenal dengan Taman Hertog.
Sedangkan nama itu berasal dari Hertog van Saksen Weimar yang menjabat sebagai Panglima dari tahun 1848-1851. Kemudian, nama itu berganti menjadi Taman Pejambon. Sebuah kompleks militer juga terdapat di sekitar Pejambon dahulu. Hingga tahun 1916, Panglima berdiam di Taman Hertog. Selanjutnya, Departemen Urusan Peperangan Hindia Belanda dipindahkan ke Bandung yang diikuti juga dengan kepindahan Panglima ke kota tersebut pada tahun 1914-1917.
Nama sebelumnya adalah Gedung Volksraad. Adalah Gubernur Jenderal Limburg Stirum yang meresmikan sebagai Gedung Volksraad pada Mei 1918. Terdapat catatan bahwa Volksraad pernah digunakan juga sebagai tempat pertemuan para anggota Dewan Pemerintahan Hindia Belanda (Raad van Indie), dalam katalog Pameran Peringatan Hari Ulang Tahun ke-300 Kota Batavia yang diselenggarakan di musium di Amsterdam pada bulan Juni dan Juli 1919.
Kemudian pemerintah membangun gedung tersendiri untuk Raad van Indie yaitu gedung yang ada di sebelah barat gedung Volksraad di Pejambon Nomor 2. Adapun Volksraad merupakan sebuah dewan yang wewenangnya sangat terbatas. Dewan semula hanya diberi hak untuk memberi nasehat kepada pemerintah, namun pada 1927 dewan rakyat itu diberi wewenang untuk membuat Undang-Undang bersama-sama dengan Gubernur Jenderal.
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda berkuasa di Indonesia, sejumlah bangunan gedung pemerintahan didirikan di sekitar kawasan yang kini disebut sebagai Taman Pejambon dan Lapangan Banteng di Jakarta. Nama Gedung Pancasila semakin dikenal ketika pada tanggal 1 Juni 1964 di Departemen Luar Negeri diperingati secara nasional hari lahirnya Pancasila yang dihadiri oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta.
Gedung Pancasila dalam dasawarsa 1960-an dipergunakan juga untuk mendidik calon-calon diplomat Indonesia melalui kursus Atase Pers, kursus Caraka dan Susdubat I yaitu Kursus Dasar Umum Pejabat Dinas Luar Negeri. Selain itu, Gedung Pancasila menjelang Konferensi Asia-Afrika tahun 1955 menjadi pusat kegiatan Sekretariat Bersama Konferensi yang diketuai oleh Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri dengan anggota-anggotanya terdiri dari para Duta Besar Birma, India, Pakistan, dan Sri Lanka di Jakarta.
Gedung Pancasila tidak hanya menjadi saksi bisu menjelang runtuhnya Orde Lama dan lahirnya Orde Baru. Gedung Pancasila selama pergolakan politik di penghujung 1965 dan awal 1966 pernah menjadi sasaran demonstrasi Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) yang menentang komunis. Saat itu, massa pelajar dan mahasiswa yang marah tersebut telah menyebabkan kerusakan di beberapa bagian gedung tambahan dan tidak terkecuali Gedung Pancasila.
Pemugaran terhadap Gedung Pancasila pernah dilakukan oleh Departemen Luar Negeri pada tahun 1973 sampai 1975 dalam rangka memenuhi harapan bangsa Indonesia terhadap pemeliharaan dan perbaikan warisan budaya yang bersejarah. Selesai dipugar, Presiden Soeharto membuka selubung prasasti sebagai pertanda peresmian gedung itu sebagai Gedung Pancasila, saat itu bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Departemen Luar Negeri ke-30 pada tanggal 19 Agustus 1975.
Misalnya, seperti resepsi diplomatik dalam rangka menyambut kunjungan para menteri luar negeri negara sahabat ke Indonesia serta jamuan makan resmi maupun tidak resmi. Kemudian, pertemuan bilateral, penandatanganan perjanjian dengan negara lain dan organisasi internasional, serta resepsi untuk menghormati kunjungan petinggi-petinggi asing ke Indonesia.
Selain menyambut sebagian besar tamu-tamu luar negeri, Gedung Pancasila juga digunakan Menteri Luar Negeri memimpin upacara sumpah jabatan bagi para pejabat senior, konsul jenderal maupun upacara untuk mengakhiri masa jabatan dinas luar negeri. Informasi tersebut bersumber dari situs Kementerian Luar Negeri.
Seringkali juga gedung itu dimanfaatkan oleh Menteri Luar Negeri sebagai tempat acara jamuan makan pagi atau Foreign Policy Breakfast, mengundang para pemimpin dan tokoh dari kelompok-kelompok masyarakat untuk mendiskusikan kebijakan luar negeri dan masalah-masalah hubungan internasional. Dalam situs itu, disebutkan bahwa tidak ada catatan resmi soal kapan tepatnya gedung itu mulai dibangun.
Namun, berdasarkan beberapa literatur, sekitar tahun 1830 silam pembangunan gedung itu dilaksanakan. Dahulu, di gedung ini para pemimpin bangsa telah mengambil keputusan sejarah yang sangat penting ketika pada Mei, Juni dan Juli 1945 secara sepakat menentukan dasar negara yang akan dijadikan landasan bagi berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yaitu Pancasila.
Nah, awalnya gedung itu adalah kediaman Panglima Angkatan Perang Kerajaan Belanda di Hindia Belanda, sekaligus merangkap sebagai Letnan Gubernur Jenderal. Lantaran rumah kediaman panglima itu dijual, maka perlu dibangun sebuah rumah baru. Selanjutnya, gedung tersebut dibangun di atas sebuah taman yang indah yang kemudian dikenal dengan Taman Hertog.
Sedangkan nama itu berasal dari Hertog van Saksen Weimar yang menjabat sebagai Panglima dari tahun 1848-1851. Kemudian, nama itu berganti menjadi Taman Pejambon. Sebuah kompleks militer juga terdapat di sekitar Pejambon dahulu. Hingga tahun 1916, Panglima berdiam di Taman Hertog. Selanjutnya, Departemen Urusan Peperangan Hindia Belanda dipindahkan ke Bandung yang diikuti juga dengan kepindahan Panglima ke kota tersebut pada tahun 1914-1917.
Nama sebelumnya adalah Gedung Volksraad. Adalah Gubernur Jenderal Limburg Stirum yang meresmikan sebagai Gedung Volksraad pada Mei 1918. Terdapat catatan bahwa Volksraad pernah digunakan juga sebagai tempat pertemuan para anggota Dewan Pemerintahan Hindia Belanda (Raad van Indie), dalam katalog Pameran Peringatan Hari Ulang Tahun ke-300 Kota Batavia yang diselenggarakan di musium di Amsterdam pada bulan Juni dan Juli 1919.
Kemudian pemerintah membangun gedung tersendiri untuk Raad van Indie yaitu gedung yang ada di sebelah barat gedung Volksraad di Pejambon Nomor 2. Adapun Volksraad merupakan sebuah dewan yang wewenangnya sangat terbatas. Dewan semula hanya diberi hak untuk memberi nasehat kepada pemerintah, namun pada 1927 dewan rakyat itu diberi wewenang untuk membuat Undang-Undang bersama-sama dengan Gubernur Jenderal.
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda berkuasa di Indonesia, sejumlah bangunan gedung pemerintahan didirikan di sekitar kawasan yang kini disebut sebagai Taman Pejambon dan Lapangan Banteng di Jakarta. Nama Gedung Pancasila semakin dikenal ketika pada tanggal 1 Juni 1964 di Departemen Luar Negeri diperingati secara nasional hari lahirnya Pancasila yang dihadiri oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta.
Gedung Pancasila dalam dasawarsa 1960-an dipergunakan juga untuk mendidik calon-calon diplomat Indonesia melalui kursus Atase Pers, kursus Caraka dan Susdubat I yaitu Kursus Dasar Umum Pejabat Dinas Luar Negeri. Selain itu, Gedung Pancasila menjelang Konferensi Asia-Afrika tahun 1955 menjadi pusat kegiatan Sekretariat Bersama Konferensi yang diketuai oleh Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri dengan anggota-anggotanya terdiri dari para Duta Besar Birma, India, Pakistan, dan Sri Lanka di Jakarta.
Gedung Pancasila tidak hanya menjadi saksi bisu menjelang runtuhnya Orde Lama dan lahirnya Orde Baru. Gedung Pancasila selama pergolakan politik di penghujung 1965 dan awal 1966 pernah menjadi sasaran demonstrasi Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) yang menentang komunis. Saat itu, massa pelajar dan mahasiswa yang marah tersebut telah menyebabkan kerusakan di beberapa bagian gedung tambahan dan tidak terkecuali Gedung Pancasila.
Pemugaran terhadap Gedung Pancasila pernah dilakukan oleh Departemen Luar Negeri pada tahun 1973 sampai 1975 dalam rangka memenuhi harapan bangsa Indonesia terhadap pemeliharaan dan perbaikan warisan budaya yang bersejarah. Selesai dipugar, Presiden Soeharto membuka selubung prasasti sebagai pertanda peresmian gedung itu sebagai Gedung Pancasila, saat itu bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Departemen Luar Negeri ke-30 pada tanggal 19 Agustus 1975.
(cip)