Kasus Pinangki, MAKI Nilai Reformasi di Kejagung Masih Jauh dari Optimal
loading...
A
A
A
JAKARTA - Hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menunjukkan penilaian warga terhadap Kejaksaan Agung (Kejagung) cenderung negatif. Hanya 59% warga yang percaya terhadap institusi hukum ini.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman menyatakan survei itu mewakili masyarakat. "Reformasi di tubuh Kejaksaan Agung masih jauh dari optimal," ujarnya, Rabu (25/8/2021).
Menurut Boyamin, citra baik yang berusaha dibangun Korps Adhyaksa selama ini runtuh karena penanganan beberapa kasus. Salah satunya, kasus suap pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) bagi Djoko Tjandra yang melibatkan eks mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi 2 pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung, Pinangki Sirna Malasari.
Diketahui, dalam pengadilan tingkat pertama, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memberikan vonis 10 tahun penjara, lebih berat dari tuntutan jaksa yang hanya 4 tahun.
Pinangki kemudian melakukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Majelis hakim mengabulkan permohonan banding Pinangki dengan memangkas hukuman menjadi 4 tahun penjara.
Setelah putusan banding, kejaksaan memutuskan tidak mengajukan kasasi kepada MA. Boyamin menyebut, Pinangki seperti diistimewakan bekas korpsnya tersebut. "Kejagung jatuh gara-gara Pinangki. Panas setahun dihapus gerimis satu menit, gerimis air mata Pinangki," ucap Boyamin.
"Saya pun mendesak presiden untuk mencopot Jaksa Agung karena menjadikan kasus Pinangki ini berlarut-larut dan menjadikan menjatuhkan kepercayaan masyarakat," sambungnya.
Ditambahkannya, hasil survei tersebut seharusnya dijadikan bahan evaluasi bagi Kejagung untuk membenahi diri. "Fardu Ain, harus seharus-harusnya, karena survei itu cerminan masyarakat," tuturnya.
Yang lucu, media sosial milik kejaksaan di seluruh Indonesia saat ini ramai mengunggah meme bertulisan ‘Corruptors Fight Back’ alias koruptor melawan balik pasca survei penilaian negatif masyarakat terhadap kinerja kejaksaan.
Seharusnya, kata Boyamin, Kejagung menjawab survei itu dengan kinerja. "Enggak usah membuat meme-meme begitu, malah lucu jadinya. Tugas Kejagung kan bukan buat bikin meme," sindir Boyamin.
Selain soal aspek kepercayaan, survei SMRC juga mengungkapkan penilaian warga pada aspek persepsi bahwa jaksa bersih dari praktik suap yang cenderung negatif dengan 59% warga tidak setuju. Kemudian pengawasan internal berjalan baik membukukan 45% ketidaksetujuan warga dan independensi jaksa yang ternyata tidak disetujui oleh 49% warga.
Survei SMRC juga mengungkap ketidakpercayaan warga terhadap proses penyitaan aset dalam kasus Asabri dan Jiwasraya. Ada sekitar 29% warga yang tahu tentang kasus Asabri dan mayoritas di antara mereka atau 56% tidak yakin proses penyitaan aset dalam kasus tersebut sudah berjalan dengan baik.
Begitu pula dengan kasus Jiwasraya, dari 29% warga yang tahu kasus Jiwasraya, mayoritas atau 60% tidak yakin proses penyitaan aset dalam kasus Jiwasraya sudah berjalan dengan baik.
Sementara itu sikap warga cukup terbelah terhadap pengelolaan aset sitaan dalam survei SMRC ini. Ada sekitar 39% warga yang sangat/cukup percaya bahwa pengelolaan aset atau harta sitaan oleh Kejagung sudah dilakukan secara transparan dan ada 40% yang kurang/tidak percaya. Sisanya, sekitar 20% tidak dapat memberikan penilaian.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman menyatakan survei itu mewakili masyarakat. "Reformasi di tubuh Kejaksaan Agung masih jauh dari optimal," ujarnya, Rabu (25/8/2021).
Menurut Boyamin, citra baik yang berusaha dibangun Korps Adhyaksa selama ini runtuh karena penanganan beberapa kasus. Salah satunya, kasus suap pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) bagi Djoko Tjandra yang melibatkan eks mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi 2 pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung, Pinangki Sirna Malasari.
Diketahui, dalam pengadilan tingkat pertama, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memberikan vonis 10 tahun penjara, lebih berat dari tuntutan jaksa yang hanya 4 tahun.
Pinangki kemudian melakukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Majelis hakim mengabulkan permohonan banding Pinangki dengan memangkas hukuman menjadi 4 tahun penjara.
Setelah putusan banding, kejaksaan memutuskan tidak mengajukan kasasi kepada MA. Boyamin menyebut, Pinangki seperti diistimewakan bekas korpsnya tersebut. "Kejagung jatuh gara-gara Pinangki. Panas setahun dihapus gerimis satu menit, gerimis air mata Pinangki," ucap Boyamin.
"Saya pun mendesak presiden untuk mencopot Jaksa Agung karena menjadikan kasus Pinangki ini berlarut-larut dan menjadikan menjatuhkan kepercayaan masyarakat," sambungnya.
Ditambahkannya, hasil survei tersebut seharusnya dijadikan bahan evaluasi bagi Kejagung untuk membenahi diri. "Fardu Ain, harus seharus-harusnya, karena survei itu cerminan masyarakat," tuturnya.
Yang lucu, media sosial milik kejaksaan di seluruh Indonesia saat ini ramai mengunggah meme bertulisan ‘Corruptors Fight Back’ alias koruptor melawan balik pasca survei penilaian negatif masyarakat terhadap kinerja kejaksaan.
Seharusnya, kata Boyamin, Kejagung menjawab survei itu dengan kinerja. "Enggak usah membuat meme-meme begitu, malah lucu jadinya. Tugas Kejagung kan bukan buat bikin meme," sindir Boyamin.
Selain soal aspek kepercayaan, survei SMRC juga mengungkapkan penilaian warga pada aspek persepsi bahwa jaksa bersih dari praktik suap yang cenderung negatif dengan 59% warga tidak setuju. Kemudian pengawasan internal berjalan baik membukukan 45% ketidaksetujuan warga dan independensi jaksa yang ternyata tidak disetujui oleh 49% warga.
Survei SMRC juga mengungkap ketidakpercayaan warga terhadap proses penyitaan aset dalam kasus Asabri dan Jiwasraya. Ada sekitar 29% warga yang tahu tentang kasus Asabri dan mayoritas di antara mereka atau 56% tidak yakin proses penyitaan aset dalam kasus tersebut sudah berjalan dengan baik.
Begitu pula dengan kasus Jiwasraya, dari 29% warga yang tahu kasus Jiwasraya, mayoritas atau 60% tidak yakin proses penyitaan aset dalam kasus Jiwasraya sudah berjalan dengan baik.
Sementara itu sikap warga cukup terbelah terhadap pengelolaan aset sitaan dalam survei SMRC ini. Ada sekitar 39% warga yang sangat/cukup percaya bahwa pengelolaan aset atau harta sitaan oleh Kejagung sudah dilakukan secara transparan dan ada 40% yang kurang/tidak percaya. Sisanya, sekitar 20% tidak dapat memberikan penilaian.
(kri)