Ribut dengan Malaysia, SBY hindari jalan perang

Rabu, 26 Oktober 2011 - 14:26 WIB
Ribut dengan Malaysia, SBY hindari jalan perang
Ribut dengan Malaysia, SBY hindari jalan perang
A A A
Sindonews.com - Indonesia lebih memilih jalan damai atau perundingan untuk menyelesaikan sengketa batas dengan Malaysia yang kembali memanas setelah beredar isu pencaplokan wilayah Camar Wulan di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menegaskan jika Indonesia tidak akan melakukan penyerangan terhadap negara lain, termasuk Malaysia dalam kasus sengketa perbatasan dengan negara lain termasuk di Camar Wulan.

"Saya ingin bicara untuk didengar negara-negara lain, bagi Indonesia perang jalan terakhir jika tidak ada jalan lain. Bagi setiap perselisihan konflik, kita akan dahulukan cara lain, cara damai," tegas SBY saat memberikan sambutan di PT Dirgantara Indonesia, Rabu (26/10/2011).

Orang nomor satu negeri ini juga meminta agar peralatan perang di Tanah Air diperbaharui untuk memagari wilayah Indonesia dari ancaman gangguan negara lain.

"Tidak ada niatan Indonesia untuk serang negara lain tapi modernisasi dan pembangunan kekuatan ini semata-mata untuk pertahankan negara kita, sekaligus sebagai kesiapan kita hadapi kontigensi dalam dunia penuh ketidakpastian ini. Itulah falsafah, prinsip dasar kebijakan Indonensia di bidang pertahanan negara," tandas Kepala Negara.

Pemerintah memang mengakui persoalan perbatasan darat dan laut antara Indonesia dan Malaysia belum selesai. Termasuk Camar Wulan, Desa Temajuk, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, yang belakangan ramai diberitakan media massa.

Sebelumnya, Staf Khusus Presiden bidang Luar Negeri Teuku Faizasyah mengatakan, penyelesaian Camar Wulan akan dilakukan melalui perundingan bilateral.

“Kita memaklumi bahwa sektor tersebut belum ada finalisasi perundingan bilateralnya. Masalah kelautan, dan implikasinya terhadap perbatasan darat. Sementara proses ini berjalan, tentunya mekanisme verifikasi sedang berjalan,” kata Faizasyah, belum lama ini.

Saat ini perundingan mengenai batas wilayah negara sedang berlangsung di Malaysia. Di tengah perundingan itu, seharusnya yang berlaku adalah status quo atau masing-masing negara tidak boleh melakukan kegiatan di wilayah yang sedang dibicarakan.

Namun, fakta di lapangan, seperti disampaikan Wakil Ketua Komisi I bidang Pertahanan DPR Tb Hasanudin, Malaysia telah membangun dua mercusuar di wilayah Camar Wulan dan juga Tanjung Datu. Selain itu, negeri jiran tersebut menjadikan kawasan itu sebagai destinasi wisata internasional, sekaligus proyek budidaya kura-kura.

“Segala hal ini kita selesaikan melalui jalur perundingan. Memang idealnya pada wilayah yang belum ada titik penyelesaian, kita mengedepankan status quo,” ujar Faizasyah.

Kasus Camar Wulan kembali mengemuka setelah Hasanudin pada pekan lalu mengaku menemukan dokumen berisi klaim Malaysia terhadap wilayah Camar Wulan seluas 1.499 hektare dan Tanjung Datu seluas 8000 hektare.

Malaysia mengklaim Camar Wulan berdasarkan patok batas A 88 sampai patok A 156 yang ditarik berdasarkan garis lurus. Hal ini merupakan kesepakatan kedua negara yang dituangkan dalam MoU di Semarang tahun 1978.

MoU tersebut merugikan Indonesia karena seharusnya peta perbatasan dibuat mengacu kepada kesepakatan yang telah dibuat oleh pemerintah Belanda dengan Inggris, saat menyerahkan wilayah Borneo berdasarkan Traktat London tahun 1824. Berdasarkan Traktat London, Camar Wulan dan Tanjung Datu seharusnya masuk wilayah Kalimantan Barat.

Gubernur Kalimantan Barat Cornelis, yang mengaku mendapat informasi bahwa Badan Survei dan Pemetaan Nasional sudah membuat peta yang memasukkan Camar Wulan ke dalam wilayah Malaysia, juga meminta pemerintah pusat tidak menandatanganinya.

“Karena sangat merugikan Indonesia, khususnya wilayah administrasi Kalbar,” katanya.
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3189 seconds (0.1#10.140)