Soal Kemerdekaan Pers, Mahfud MD Sebut Kekuasaan Pemerintah Adalah Residu

Jum'at, 20 Agustus 2021 - 16:50 WIB
loading...
Soal Kemerdekaan Pers, Mahfud MD Sebut Kekuasaan Pemerintah Adalah Residu
Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan, kemerdekaan pers di era pasca reformasi memiliki landasan yang semakin kuat karena kekuasaan pemerintah adalah residu. Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan, kemerdekaan pers di era pasca reformasi memiliki landasan yang semakin kuat karena kekuasaan pemerintah adalah residu dari hak asasi dan demokrasi.

Baca Juga: Mahfud MD
Baca juga: Mahfud MD Jelaskan Alasan Sebut Korupsi Musibah Bangsa Indonesia

Di era sekarang lanjut Mahfud, khususnya sesudah amandemen UUD 1945, kekuasaan pemerintah hanyalah merupakan residu dari hak asasi. Kalau dulu sebelum reformasi, yang terjadi sebaliknya, hak asasi merupakan residu dari pemerintah.

"Kalau dulu, wartawannya ditangkap, dulu ada istilah bredel, ada blackout, kemudian dilarang membeli kertas kepada pemerintah. Itu dulu. Di zaman reformasi kita ubah, mengambil semua konvensi PBB tentang hak asasi," ucap Menko Mahfud.

Dalam konteks saat ini, terhadap peran pers sebagai lembaga yang melakukan kontrol sosial, pemerintah sangat mengharapkan pers tetap melakukan tugas itu dengan baik.

"Karena itu, pers adalah mitra strategis pemerintah. Masukan, saran, dan kritik yang disampaikan publik di media massa, adalah salah satu dasar pemerintah dalam pembuatan kebijakan," kata Mahfud.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini kemudian menyoroti beberapa tantangan bagi pers saat ini. Antara lain perkembangan teknologi menjadi tantangan utama bagi pers, sehingga pers harus terus melakukan konvergensi untuk dapat bertahan hidup.

Mahfud Md juga berharap agar kualitas dan kompetensi para jurnalis dan pengelola media terus ditingkatkan. "Dengan kualitas teknis dan etik yang baik, pers kita bisa menghindari terjadinya kesalahan kutip, judul yang tidak sesuai dengan isi berita, data tidak akurat, nara sumber yang tidak kredibel, atau mencampurkan fakta dengan opini," pungkasnya.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2166 seconds (0.1#10.140)