Bawaslu Sebut Partisipasi Publik Nyawa dalam Proses Pengawasan Pemilu

Kamis, 12 Agustus 2021 - 19:38 WIB
loading...
Bawaslu Sebut Partisipasi Publik Nyawa dalam Proses Pengawasan Pemilu
Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin menilai partisipasi publik sebagai nyawa dalam proses pengawasan pemilu. Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Peran masyarakat dalam aspek pengawasan Pemilu dinilai amat penting. Sehingga, nilai demokrasi terjaga, Pemilu benar-benar menghasilkan sosok yang bisa dipertanggung jawabkan. Suksesnya Pemilu tidak cukup hanya diukur dari besarnya partisipasi masyarakat dalam menyalurkan hak suara.

Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Mochammad Afifuddin menuturkan bahwa Bawaslu menganggap partisipasi publik sebagai nyawa dalam proses pengawasan. Dengan melibatkan banyak orang, potensi mencegah potensi pelanggaran akan semakin maksimal. Maka, Bawaslu tidak pernah berhenti bekerja sama dengan semua pihak, dari mulai mahasiswa, kementerian/lembaga pemerintah, tokoh adat, tokoh masyarakat, sampai tokoh agama.

"Dalam konteks pengawasan, aktor-aktor yang sudah bekerja sama, kami harapkan menjadi mitra atau pengawas partisipatif dalam tahapan pemilu atau pilkada," kata Afifuddin dalam webinar bertajuk Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Dalam Kehidupan Demokrasi, Kamis (12/8/2021).

Dalam terminologi Pemilu, partisipasi dipahami secara sederhana, yakni orang datang ke tempat pemungutan suara (TPS), lalu menggunakan hak pilih. Namun, Bawaslu ingin partisipasi juga dimaknai mendorong kelompok masyarakat terus menyuarakan hal baik dan mencegah hal buruk. "Sehingga pelanggaran dalam pemilu bisa diantisipasi seminimal mungkin. Tanpa partisipasi banyak pihak, itu tidak mungkin. Sejatinya nyawa pengawasan terutama untuk pencegahan adalah banyaknya kerja sama dan partisipasi," kata Afifuddin.

Bawaslu membuat banyak program untuk mendorong partisipasi publik dalam pengawasan Pemilu, seperti Pusat Pendidikan dan Pengawasan Partisipatif. Program itu terdiri dari empat klaster besar, yaitu pendidikan dan sosialisasi, menarik partisipasi, invoasi untuk mendorong orang tertarik berpartisipasi, serta kaderisasi atau merekrut kader relawan pengawas pemilu.

"Sejak tiga tahun lalu, Bawaslu menggelar Sekolah Kader Pengawas Partisipatif, kemudian pemerintah menganggap sebagai inovasi dan menjadi prioritas nasional, menarik anak-anak muda bergabung dalam kader pengawas partisipatif. Dalam Sekolah Kader, yang penting internalisasi nilai, muatan pengawasan, pemilu dan demokrasi yang baik itu terpenuhi," kata Afifuddin.

Dalam konteks pandemi, dia menilai harus banyak inisiatif baru untuk mendukung penyelenggaraan Pemilu. Biasanya mendorong partisipasi masyarakat identik dengan pertemuan warga, komunitas, atau kelompok yang diisi materi demokrasi, dalam kondisi pandemi, itu hampir tidak mungkin. "Sehingga banyak yang harus ada penyesuaian," imbuhnya.

Sementara itu, Direktur Politik Dalam Negeri Ditjen Politik dan PUM pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Syarmadani menilai proses dan waktu dibutuhkan untuk menciptakan Pemilu yang lebih baik. Pemerintah dalam posisi ini mengharapkan semua rakyat Indonesia yang sudah mempunyai hak pilih ikut hadir di TPS untuk menentukan arah bangsa ke depan.

"Target kita dalam pembangunan politik antara lain angka-angka partisipasi. Tentu ini menjadi perhatian serius. Tidak hanya bagi pemerintah, tapi juga pemerintah," kata Syarmadani dalam kesempatan yang sama.

Lebih lanjut Syarmadani mengatakan bahwa partisipasi masyarakat dalam Pemilu sudah sangat baik, apalagi jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Pada Pemilu 2019, tingkat partisipasi sudah mencapai 81,93% atau 158.012.506 pemilih menggunakan haknya.

Pilkada 2020 yang digelar di masa pandemi ternyata partisipasi masyarakat mencapai 76,09%. Menurutnya, pekerjaan besar yang harus melibatkan banyak adalah, pertama meningkatkan kesadaran pengguna hak pilih bahwa mereka memilih atas kesadaran dan atas dasar pemahaman yang benar. Kedua, pemilih mengenal siapa calonnya. Ketiga, meningkatkan peran para pemilih perempuan.

Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi menjelaskan bahwa pemerintah daerah bertanggung jawab mengembangkan kehidupan demokrasi di daerah, khususnya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilih. Peran pemerintah diatur dalam Pasal 133A UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan.

Berdasarkan ketentuan tersebut, KPU berkoordinasi secara aktif dengan pemerintah dan pemerintah daerah, dalam rangka penyelenggaraan pilkada. "Prinsipnya memang tingkat partisipasi kita sudah cukup baik. Ke depan tentu selain menjaga aspek kuantitas, aspek kualitas menjadi penting. Dalam sistem ketatanegaraan kita, kedaulatan rakyat itu dilaksanakan salah satu manifestasi melalui Pemilu," katanya dalam kesempatan sama.

Dia mengungkapkan data KPU menunjukkan, meski dalam kondisi pandemi, ada peningkatan partisipasi pemilih pada pemilihan 2020 dibandingkan pilkada 2015-2018. Tingkat partisipasi pemilihan pada 2015 sebesar 69,35%, tahun 2017 naik jadi 74,89%, tahun 2018 sebesar 74,92% dan pada 2020 sebanyak 76,09%.

Sedangkan tingkat partisipasi pemilu 2014 untuk pemilihan presiden dan wakil presiden sebesar 71,31%, pemilu anggota legislatif dan DPD 75,11%. Pada pemilu 2019, partisipasi masyarakat untuk pemilihan presiden dan wakil presiden 81,97%, DPR 81,69%, dan DPD 82,52%.
(cip)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1129 seconds (0.1#10.140)