Tambah TPS dan APD untuk Petugas Pemilih, Anggaran Pilkada Membengkak

Jum'at, 29 Mei 2020 - 09:08 WIB
loading...
Tambah TPS dan APD untuk...
Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pandemi Covid-19 membawa dampak sangat besar pada pelaksanaan Pilkada 2020 yang dijadwalkan pada 9 Desember mendatang. Salah satunya anggaran membengkak sebanyak Rp535,9 miliar. Tambahan anggaran ini konsekuensi dari keharusan memenuhi protokol kesehatan.

Anggaran tersebut akan digunakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk membeli alat pelindung diri (APD) bagi seluruh petugas pemilihan yang bekerja di lapangan. Kebutuhan APD tersebut antara lain masker, baju pelindung diri, sarung tangan, dan pelindung wajah.

Selain itu, jumlah tempat pemungutan suara (TPS) kemungkinan besar akan bertambah hingga dua kali lipat. Ini konsekuensi dari pemberlakuan physical distancing pada hari pemilihan. Komisi Pemilihan Umum (KPU) memutuskan membatasi jumlah pemilih di setiap TPS sekitar 300-400 orang saja. Ini demi meminimalkan potensi kerumunan massa yang akan memudahkan terjadinya penularan virus. Pada beberapa pilkada serentak sebelumnya jumlah pemilih di TPS mencapai 800 orang. (Baca: Waspada Pandemi, KPU Akan Tambah TPS dan Periksa Corona Petugas Pilkada)

Ketua KPU Arief Budiman menyebut pengurangan jumlah pemilih di TPS ini yang membuat jumlah TPS membengkak. "Ini sesuai hasil rapat pleno. Jadi kemungkinan terjadi lonjakan jumlah TPS hingga dua kali lipat," ujar Arief dalam diskusi daring bertajuk “Antara Pandemi dan Pilkada” kemarin.

Sebagai perbandingan, Pilkada Serentak 2018 yang digelar di 171 daerah KPU mendirikan 387.598 TPS.

Sementara itu, selain untuk pengadaan APD, KPU meminta tambahan anggaran untuk keperluan pembelian alat coblos sekali pakai dan alat penanda tinta. Alat coblos yang akan digunakan nanti bukan lagi berupa paku, melainkan alat hanya sekali pakai sehingga bisa mencegah kemungkinan penularan virus.

Tinta pun tidak lagi dicelupkan pada jari pemilih, melainkan akan menggunakan cairan serupa hand sanitizer. Jika pun menggunakan tinta, caranya akan disemprotkan ke jari pemilih yang baru keluar dari bilik suara.

“Tinta ditetes seperti hand sanitizer atau dengan spray, ada juga masukan dengan menggunakan cotton buds. Prinsipnya dirancang untuk single used,” tandasnya.

Komisi II DPR meminta KPU untuk menghitung ulang kebutuhan anggaran untuk keseluruhan tahapan pilkada yang sudah dianggarkan dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD). DPR yakin bahwa akan ada kelebihan anggaran dalam beberapa tahapan, dan kekurangannya bisa diajukan ke DPR untuk dibahas bersama pemerintah dalam APBN. (Lihat Videonya: Inovatif Saat Corona, Warga Buat Biskuit Masker Corona)

“Kita sudah minta KPU untuk menghitung anggaran, bukan hanya tambahan, ada tahapan yang berkurang, pasti ada kelebihan,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa kemarin.

Selain itu, Sekretaris Fraksi Nasdem DPR ini menambahkan, DPR dan pemerintah juga tengah mempertimbangkan untuk menganggarkan asuransi kesehatan bagi penyelenggara ad hoc berkaca pada Pemilu 2019 lalu. Termasuk juga soal santunan kematian. Itu semua akan dibahas bersama dengan kekurangan anggaran pilkada lainnya.

“Tapi, nanti itu dibicarakan karena, ada kekhawatiran seperti pada (Pemilu) 2019 lalu, ada yang meninggal, kita sudah membicarakan bahwa keselamatan itu menjadi faktor utama yang kita fokuskan. Keselamatan pemilih, penyelenggara dan juga peserta,” pungkasnya.

Usulan KPU menambah anggaran menjadi dilemma karena di satu sisi keselamatan penyelenggara pilkada dan pemilih adalah yang utama, namun di sisi lain ada keterbatasan anggaran pada pemerintah daerah. Selama ini anggaran pemerintah daerah sudah banyak tersedot untuk penanggulangan Covid-19. Anggota Komisi II DPR Mardani Ali Sera mengatakan, pemenuhan anggaran pilkada mutlak dilakukan.

“Semua anggaran (pilkada) mesti dipenuhi. Tanpa anggaran memadai berbahaya sekali buat semua,” kata dia kemarin.

Anggota Fraksi PKS ini menegaskan bahwa keselamatan publik nomor satu, baik itu penyelenggara, peserta maupun pemilih. Dan jangan sampai kualitas pilkada ini menurun karena dilaksanakan di tengah pandemic korona. (Baca juga: Pilkada Serentak 2020 Diusulkan Tahun Depan, Ini 3 Alasannya)

Karena itu, Mardani melanjutkan, koordinasi dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Pandemi Covid-19 harus dilakukan sejak tahapan pilkada lanjutan dimulai.

“Karena para pelaksana pemilu (KPU dan Bawaslu beserta jajaran di provinsi dan kota/kabupaten) perlu dijaga juga keselamatannya,” tegas Mardani.

Legislator asal DKI Jakarta ini mengingatkan bahwa jangan sampai kisah sedih ribuan korban di Pemilu 2019 terulang kembali.. Bahkan, jika memungkinkan, kata dia, semua protokol kesehatan hendaknya secara ketat diterapkan dan juga diikuti meskipun semua itu berimplikasi pada anggaran yang membengkak.

Pilkada Disepakati 9 Desember

Sebelumnya Komisi II DPR menyetujui usulan pemerintah agar pilkada tetap digelar pada 9 Desember 2020. Kesepakatan ini diambil dalam rapat kerjaKomisi II DPR bersama menteri dalam negeri dan penyelenggara pemilu, Rabu (27/5/2020). “Komisi II DPR RI bersama Mendagri RI dan KPU RI setuju pemungutan suara dilaksanakan pada 9 Desember 2020,” ujar Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia saat membacakan kesimpulan rapat yang digelar virtual.

Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Demokrat Wahyu Sanjaya meminta pemerintah dan KPU memastikan langkah-langkah untuk menjaga keselamatan masyarakat karena saat pilkada digelar kemungkinan pandemi corona masih berlangsung. (Baca juga: New Normal, 2 Masjid Besar Disiapkan untuk Sholat Bersama)

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan, pelaksanaan Pilkada 2020 tetap digelar pada 9 Desember 2020 dengan keharusan menerapkan protokol kesehatan pencegahan penyebaran Covid-19. Desakan agar pilkada ditunda hingga 2021 menurut dia pun tak menjamin virus corona berakhir.

“Opsi diundur di 2021 Maret atau September, itu pun juga tidak menjamin. Memang kita sempat punya harapan pada waktu rapat yang pertama, mungkin situasi kita belum jelas saat itu seperti apa virus ini endingnya. Skenarionya waktu adalah 2021 itu aman,” ucap Tito dalam rapat kerja yang sama.

Tito mengatakan, rencana optimistis pandemi Covid-19 akan terkendali pada akhir 2021 atau 2022. Dengan demikian, Pilkada 2020 tetap diselenggarakan pada Desember tahun ini sebagaimana ketentuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020(Perppu) tentang Pilkada. Hanya, pelaksanaan pilkada di tengah pandemi harus dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Misalnya, membatasi kegiatan di luar ruang dan dialihkan menjadi kampanye secara virtual. (Kiswondari)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1199 seconds (0.1#10.140)