Emir Moeis Jadi Komisaris BUMN, ICW: Langgar Prinsip Dasar Pemerintahan Kredibel
loading...
A
A
A
JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyampaikan kritik atas pengangkatan Izedrik Emir Moeis menjadi komisaris BUMN PT Pupuk Iskandar Muda. Emir merupakan mantan narapidana korupsi kasus proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), Tarahan, Lampung.
Koordinator ICW, Adnan Topan Husodo menyebut bahwa dipilihnya Emir menjadi Komisaris PT Pupuk Iskandar Muda merupakan sebuah kemunduran dari pengelolaan BUMN di Indonesia.
"Saya kira memang ada kemunduran dalam pengelolaan BUMN kita ya, karena adanya pembiaran soal rangkap jabatan yang massif, korupsi yang kerugiannya harus ditambal oleh APBN melalui skema-skema tertentu, termasuk merekrut komisaris (pengawas) dari latar belakang eks napi korupsi," kata Adnan kepada MNC Portal, Kamis (5/8/2021). "Tidak heran klo BUMN kita sebagian besarnya tidak berkinerja baik," ujarnya.
Baca juga: Erick Thohir Kembali Tunjuk Mantan Polisi/Eks DPR Jadi Komisaris BUMN
Menurut Adnan, adanya pemakluman terhadap korupsi yang membuat para mantan narapidana korupsi bisa menjadi pejabat publik lagi bahkan menjadi Komisaris sebuah BUMN. "Itu sudah melanggar prinsip dasar dari pemerintahan yang kredibel," katanya.
Bahkan, kata Adnan, pemerintah seolah tidak memiliki calon yang kredibel. Sampai-sampai harus memilih mantan narapidana korupsi memimpin sebuah BUMN. "Mosok gak ada calon lain yang lebih kredibel untuk ditunjuk?," katanya. "Kok sepertinya kita kekurangan orang yang bagus, bersih dan kompeten," ujarnya lagi.
Untuk diketahui, politikus senior PDIP Izedrik Emir Moeis divonis tiga tahun penjara terkait kasus proyek pembangunan PLTU, Tarahan, Lampung oleh Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Emir terbukti melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.
Baca juga: Erick Thohir Angkat Irjen Kemenkeu jadi Komisaris IFG
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntut Emir Moeis dengan pidana penjara empat tahun enam bulan dan denda sebesar Rp200 juta subsider lima bulan. Jaksa menilai, Emir terbukti menerima suap USD423.985 berikut bunga dari Alstom Power Incorporated (Amerika Serikat) melalui Presiden Direktur Pacific Resources Inc, Pirooz Muhammad Sharafih agar memenangkan konsorsium Alstom Inc, Marubeni Corporation (Jepang), dan PT Alstom Energy System (Indonesia) terkait pembangunan PLTU 1000 megawatt di Tarahan, Lampung tahun 2004 silam.
Koordinator ICW, Adnan Topan Husodo menyebut bahwa dipilihnya Emir menjadi Komisaris PT Pupuk Iskandar Muda merupakan sebuah kemunduran dari pengelolaan BUMN di Indonesia.
"Saya kira memang ada kemunduran dalam pengelolaan BUMN kita ya, karena adanya pembiaran soal rangkap jabatan yang massif, korupsi yang kerugiannya harus ditambal oleh APBN melalui skema-skema tertentu, termasuk merekrut komisaris (pengawas) dari latar belakang eks napi korupsi," kata Adnan kepada MNC Portal, Kamis (5/8/2021). "Tidak heran klo BUMN kita sebagian besarnya tidak berkinerja baik," ujarnya.
Baca juga: Erick Thohir Kembali Tunjuk Mantan Polisi/Eks DPR Jadi Komisaris BUMN
Menurut Adnan, adanya pemakluman terhadap korupsi yang membuat para mantan narapidana korupsi bisa menjadi pejabat publik lagi bahkan menjadi Komisaris sebuah BUMN. "Itu sudah melanggar prinsip dasar dari pemerintahan yang kredibel," katanya.
Bahkan, kata Adnan, pemerintah seolah tidak memiliki calon yang kredibel. Sampai-sampai harus memilih mantan narapidana korupsi memimpin sebuah BUMN. "Mosok gak ada calon lain yang lebih kredibel untuk ditunjuk?," katanya. "Kok sepertinya kita kekurangan orang yang bagus, bersih dan kompeten," ujarnya lagi.
Untuk diketahui, politikus senior PDIP Izedrik Emir Moeis divonis tiga tahun penjara terkait kasus proyek pembangunan PLTU, Tarahan, Lampung oleh Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Emir terbukti melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.
Baca juga: Erick Thohir Angkat Irjen Kemenkeu jadi Komisaris IFG
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntut Emir Moeis dengan pidana penjara empat tahun enam bulan dan denda sebesar Rp200 juta subsider lima bulan. Jaksa menilai, Emir terbukti menerima suap USD423.985 berikut bunga dari Alstom Power Incorporated (Amerika Serikat) melalui Presiden Direktur Pacific Resources Inc, Pirooz Muhammad Sharafih agar memenangkan konsorsium Alstom Inc, Marubeni Corporation (Jepang), dan PT Alstom Energy System (Indonesia) terkait pembangunan PLTU 1000 megawatt di Tarahan, Lampung tahun 2004 silam.
(abd)