Pentingnya Kepemimpinan dalam Tata Kelola Kolaboratif
loading...
A
A
A
JAKARTA - Permasalahan kemiskinan merupakan permasalahan yang kompleks dan bersifat multidimensional yang dialami oleh semua negara di dunia. Pemerintah pusat maupun daerah telah menyelenggarakan banyak program penanggulangan kemiskinan, namun demikian banyaknya program tidak serta merta mengurangi angka kemiskinan yang ada.
Pola penanganan kemiskinan ini tidak dapat lagi diserahkan kepada pemerintah semata melainkan membutuhkan upaya Collaborative Governance yang melibatkan para pemangku kepentingan.
Hal tersebut disampaikan Muh Azis Muslim, Mahasiswa Pascasarjana dan Dosen FIA UI dalam Sidang Promosi Doktor yang diselenggarakan secara virtual pada hari Selasa (3/8/2021).
Pada kesempatan ini, Muh Azis Muslim menyampaikan Disertasi yang berjudul “Kepemimpinan Bupati dalam Collaborative Governance untuk Penanggulangan Kemiskinan di Daerah (Studi atas Praktik-Praktik Terbaik di Kulon Progo dan Banyuwangi)”.
Berdasarkan studi literatur yang dilakukan, hampir semua model kerangka kerja Collaborative Governance, kepemimpinan selalu memiliki peran yang utama dan strategis, namun kajian spesifik terkait hal tersebut cenderung terbatas.
Oleh karena itu, Muh Azis Muslim melakukan kajian terkait kepemimpinan Bupati Kulon Progo dan Banyuwangi yang dipandang dapat menjadi contoh keberhasilan dalam tata kelola kolaboratif.
“Praktik tata kelola kolaborasi yang berlangsung di Kulon Progo diinisiasi melalui inovasi program dan kolaborasi eksternal multi stakeholders sedangkan di Banyuwangi diawali dengan keberhasilan kolaborasi internal dan inovasi program. Keluaran jangka panjang praktik tata kelola kolaboratif terwujud dalam bentuk pengurangan jumlah penduduk miskin, peningkatan indeks pembangunan manusia dan produk domestik brutonya,” ujarnya.
Ansell dan Gash hanya menempatkan kepemimpinan fasilitatif berelasi dengan dimensi proses kolaborasi dari kerangka model yang dikembangkannya. Peneliti menemukan bahwa sosok pemimpin memiliki peran yang sangat penting pada dimensi kondisi awal (starting condition).
Temuan baru dalam penelitian ini menempatkan unsur latar belakang pemimpin (leader’s individual background) bersama dengan asimetri kekuasaan dan sejarah kerja sama/konflik sebagai dasar yang dapat menghambat atau mendukung proses kolaborasi yang terbangun.
“Kedua kepala daerah menunjukkan kapasitas individual dan kapasitas kepemimpinannya secara bersamaan dalam menerapkan tata kelola kolaboratif. Keberhasilannya ditunjukkan dengan peran utama sebagai fasilitator dan pemberdaya dalam membangun kolaborasi,” ungkapnya.
Dalam rangka menjaga keberlanjutan capaian kinerja di masa mendatang, maka pemimpin perlu mempersiapkan suksesor, membangun sistem, regulasi, serta nilai-nilai atau budaya.
“Keberhasilan kepemimpinan dalam tata kelola kolaboratif di Kulon Progo dan Banyuwangi baiknya disusun dalam bentuk cerita sukses penanggulangan kemiskinan sebagai explicit knowledge sehingga program inovasi dan proses tata kelola kolaboratifnya dapat menjadi rujukan dan pembelajaran bagi daerah lain," tandasnya.
Peneliti juga mengungkapkan bahwa keberhasilan pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan tidak akan optimal tanpa kemitraan dengan pemangku kepentingan lain. Oleh karena itu perlu adanya peningkatan kapasitas warga masyarakat serta membangun kepemilikan bersama (share ownership) atas masalah kemiskinan sehingga terbangun kesadaran dan kepedulian untuk menyukseskan program penanggulangan kemiskinan dengan membuka partisipasi secara luas kepada semua pihak.
Adapun dalam sidang promosi ini Prof. Dr. Eko Prasojo selaku Ketua Promotor menyampaikan bahwa disertasi yang ditulis oleh Muh Azis Muslim memiliki relevansi dan kebaharuan dalam teori maupun praktik kepemimpinan di pemerintahan daerah.
Perkembangan kepemimpinan pada saat ini ditandai oleh model kolaborasi bukan lagi hierarki. Model kepemimpinan kolaboratif ini memberikan kesempatan yang luas kepada seluruh stakeholders baik di dalam maupun di luar organisasi untuk menciptakan berbagai inovasi dan kebaikan bagi masyarakat.
“Ada tiga karakter utama yang dimiliki oleh Bupati Banyuwangi dan Bupati Kulonprogo sebagai pemimpin kolaboratif yaitu: semangat entrepreneur, membangun tata kelola berjejaring dan bersifat transformasional. Kepemimpinan dan tata kelola kolaboratif ini ternyata mampu menjadi ekosistem pemerintahan untuk mengurangi angka kemiskinan di kedua daerah yang diteliti secara signifikan. Praktik baik kepemimpinan kolaboratif ini memiliki potensi untuk dibentuk, diperluas dan dilaksanakan di pemerintahan daerah lainnya,” ujar Eko.
Diketahui, turut berperan dalam sidang promosi doktor ini Prof. Dr. Chandra Wijaya selaku Ketua Sidang, Dr. Roy V. Salomo selaku Ko-promotor, serta sebagai penguji yaitu Prof. Irfan Maksum, Prof. Amy S. Rahayu, Prof. Djohermansyah Djohan, Prof. Tirta Mursitama, Dr. Reza Faturrahman, Dr. Vishnu Juwono.
Turut hadir berbagai tamu kehormatan seperti Ketua KASN RI/Ketua IAPA (Indonesian Association for Public Administration) Prof. Dr. Agus Pramusinto, Dirjen Gakkum KLHK Dr. Rasio Ridho Sani, Menpan RB Periode 2011–2014 Dr. Azwar Abu Bakar, Dekan FIA Universitas Brawijaya (UB) Dr. Andy Fefta, Dekan FIA UB Periode 2013-2021 Prof. Bambang Supriyono, Guru Besar Unika Atmajaya Prof Hana Panggabean, Guru Besar STIA LAN Bandung Prof. Dr. Endang Wirjatmi, Guru Besar bidang Ilmu Administrasi Negara UNHAS Prof. Dr. Sangkala, M.Si., dan Sekjen IAPA sekaligus Ketua Program Studi S3 Manajemen Kebijakan Publik UGM Dr. Bevaola Kusumasari.
Pola penanganan kemiskinan ini tidak dapat lagi diserahkan kepada pemerintah semata melainkan membutuhkan upaya Collaborative Governance yang melibatkan para pemangku kepentingan.
Hal tersebut disampaikan Muh Azis Muslim, Mahasiswa Pascasarjana dan Dosen FIA UI dalam Sidang Promosi Doktor yang diselenggarakan secara virtual pada hari Selasa (3/8/2021).
Pada kesempatan ini, Muh Azis Muslim menyampaikan Disertasi yang berjudul “Kepemimpinan Bupati dalam Collaborative Governance untuk Penanggulangan Kemiskinan di Daerah (Studi atas Praktik-Praktik Terbaik di Kulon Progo dan Banyuwangi)”.
Berdasarkan studi literatur yang dilakukan, hampir semua model kerangka kerja Collaborative Governance, kepemimpinan selalu memiliki peran yang utama dan strategis, namun kajian spesifik terkait hal tersebut cenderung terbatas.
Oleh karena itu, Muh Azis Muslim melakukan kajian terkait kepemimpinan Bupati Kulon Progo dan Banyuwangi yang dipandang dapat menjadi contoh keberhasilan dalam tata kelola kolaboratif.
“Praktik tata kelola kolaborasi yang berlangsung di Kulon Progo diinisiasi melalui inovasi program dan kolaborasi eksternal multi stakeholders sedangkan di Banyuwangi diawali dengan keberhasilan kolaborasi internal dan inovasi program. Keluaran jangka panjang praktik tata kelola kolaboratif terwujud dalam bentuk pengurangan jumlah penduduk miskin, peningkatan indeks pembangunan manusia dan produk domestik brutonya,” ujarnya.
Ansell dan Gash hanya menempatkan kepemimpinan fasilitatif berelasi dengan dimensi proses kolaborasi dari kerangka model yang dikembangkannya. Peneliti menemukan bahwa sosok pemimpin memiliki peran yang sangat penting pada dimensi kondisi awal (starting condition).
Temuan baru dalam penelitian ini menempatkan unsur latar belakang pemimpin (leader’s individual background) bersama dengan asimetri kekuasaan dan sejarah kerja sama/konflik sebagai dasar yang dapat menghambat atau mendukung proses kolaborasi yang terbangun.
“Kedua kepala daerah menunjukkan kapasitas individual dan kapasitas kepemimpinannya secara bersamaan dalam menerapkan tata kelola kolaboratif. Keberhasilannya ditunjukkan dengan peran utama sebagai fasilitator dan pemberdaya dalam membangun kolaborasi,” ungkapnya.
Dalam rangka menjaga keberlanjutan capaian kinerja di masa mendatang, maka pemimpin perlu mempersiapkan suksesor, membangun sistem, regulasi, serta nilai-nilai atau budaya.
“Keberhasilan kepemimpinan dalam tata kelola kolaboratif di Kulon Progo dan Banyuwangi baiknya disusun dalam bentuk cerita sukses penanggulangan kemiskinan sebagai explicit knowledge sehingga program inovasi dan proses tata kelola kolaboratifnya dapat menjadi rujukan dan pembelajaran bagi daerah lain," tandasnya.
Peneliti juga mengungkapkan bahwa keberhasilan pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan tidak akan optimal tanpa kemitraan dengan pemangku kepentingan lain. Oleh karena itu perlu adanya peningkatan kapasitas warga masyarakat serta membangun kepemilikan bersama (share ownership) atas masalah kemiskinan sehingga terbangun kesadaran dan kepedulian untuk menyukseskan program penanggulangan kemiskinan dengan membuka partisipasi secara luas kepada semua pihak.
Adapun dalam sidang promosi ini Prof. Dr. Eko Prasojo selaku Ketua Promotor menyampaikan bahwa disertasi yang ditulis oleh Muh Azis Muslim memiliki relevansi dan kebaharuan dalam teori maupun praktik kepemimpinan di pemerintahan daerah.
Perkembangan kepemimpinan pada saat ini ditandai oleh model kolaborasi bukan lagi hierarki. Model kepemimpinan kolaboratif ini memberikan kesempatan yang luas kepada seluruh stakeholders baik di dalam maupun di luar organisasi untuk menciptakan berbagai inovasi dan kebaikan bagi masyarakat.
“Ada tiga karakter utama yang dimiliki oleh Bupati Banyuwangi dan Bupati Kulonprogo sebagai pemimpin kolaboratif yaitu: semangat entrepreneur, membangun tata kelola berjejaring dan bersifat transformasional. Kepemimpinan dan tata kelola kolaboratif ini ternyata mampu menjadi ekosistem pemerintahan untuk mengurangi angka kemiskinan di kedua daerah yang diteliti secara signifikan. Praktik baik kepemimpinan kolaboratif ini memiliki potensi untuk dibentuk, diperluas dan dilaksanakan di pemerintahan daerah lainnya,” ujar Eko.
Diketahui, turut berperan dalam sidang promosi doktor ini Prof. Dr. Chandra Wijaya selaku Ketua Sidang, Dr. Roy V. Salomo selaku Ko-promotor, serta sebagai penguji yaitu Prof. Irfan Maksum, Prof. Amy S. Rahayu, Prof. Djohermansyah Djohan, Prof. Tirta Mursitama, Dr. Reza Faturrahman, Dr. Vishnu Juwono.
Turut hadir berbagai tamu kehormatan seperti Ketua KASN RI/Ketua IAPA (Indonesian Association for Public Administration) Prof. Dr. Agus Pramusinto, Dirjen Gakkum KLHK Dr. Rasio Ridho Sani, Menpan RB Periode 2011–2014 Dr. Azwar Abu Bakar, Dekan FIA Universitas Brawijaya (UB) Dr. Andy Fefta, Dekan FIA UB Periode 2013-2021 Prof. Bambang Supriyono, Guru Besar Unika Atmajaya Prof Hana Panggabean, Guru Besar STIA LAN Bandung Prof. Dr. Endang Wirjatmi, Guru Besar bidang Ilmu Administrasi Negara UNHAS Prof. Dr. Sangkala, M.Si., dan Sekjen IAPA sekaligus Ketua Program Studi S3 Manajemen Kebijakan Publik UGM Dr. Bevaola Kusumasari.
(kri)