Tracing dan Testing

Senin, 02 Agustus 2021 - 06:18 WIB
loading...
Tracing dan Testing
Tracing dan Testing
A A A
Candra Fajri Ananda, PhD
Staf Khusus Kementerian Keuangan RI

Saat ini Indonesia masih terus mencapai rekor tertinggi dalam kasus harian di tengah gelombang kedua Covid-19, apalagi dipicu munculnya varian Delta. Data Worldmeters menunjukkan bahwa rata-rata dalam sepekan Indonesia menempati peringkat ketiga di dunia dengan penambahan jumlah kasus harian positif Covid-19 sebanyak 49.500 kasus. Indonesia juga menjadi pemuncak secara global dalam penambahan angka kematian harian dengan penambahan kasus kematian sebanyak 1.449 jiwa dalam sehari. Jumlah tersebut mengalahkan Brasil dengan 1.444 kasus dan Rusia 796 kasus kematian dalam sehari akibat Covid-19. Meski demikian, dalam tingkat kesembuhan, Indonesia berhasil menempati tingkat kesembuhan pasien Covid-19 yang cukup tinggi di dunia. Bahkan pada pekan ini Indonesia sempat menduduki angka kesembuhan terbanyak di dunia, yakni sebanyak 47.128 jiwa.

Kenaikan jumlah kasus Covid-19 yang eksponensial sejak Juni pada akhirnya akan mendorong meningkatkan ketidakpastian, yang berdampak investasi melemah dan implikasinya tentu pada keberlangsungan usaha. Lonjakan kasus Covid-19 juga memaksa pemerintah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dengan harapan tentunya menahan peningkatan jumlah kasus positif. Pemerintah juga sadar bahwa ini akan berdampak pada geliat sektor ekonomi yang terguncang seiring berjalannya kebijakan ini. Penularan virus yang tak terduga ini juga menyebabkan pelaku pasar dan investor ragu dalam membuat keputusan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menurunkan proyeksi sektor jasa keuangan sejalan dengan diterapkannya PPKM, dari proyeksi pertumbuhan kredit 7% menjadi 6% plus minus 1%.

Lonjakan kasus ini juga berdampak pada keberlangsungan geliat industri manufaktur Indonesia. Hal itu tecermin dari Purchasing Managers Index (PMI) yang turun menjadi 53,5 pada bulan Juni 2021. Angka PMI manufaktur tersebut turun dari sebelumnya yang berada di angka 55,3 poin, terutama pada 3 bulan berturut-turut, yakni Maret, April, dan Mei. Meski mengalami penurunan, Indonesia patut bersyukur karena angka PMI masih berada di atas 50. Angka tersebut menunjukkan bahwa geliat industri manufaktur masih ekspansif. Artinya masih ada kepercayaan dan gairah usaha di tengah dampak peningkatan kasus positif.

Gelombang kedua Covid yang terjadi saat ini juga mendorong beberapa lembaga melakukan koreksi atas target pertumbuhan Indonesia. Asian Development Bank (ADB) atau Bank Pembangunan Asia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk 2021. Dalam laporan ADB-July 2021, mereka mengkoreksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun ini dari 4,5% menjadi 4,1%. Penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi ini tak lain sejalan dengan kembali diterapkannya pembatasan aktivitas ketat sejak awal Juli 2021. Tak hanya itu, Bank Indonesia (BI) pun turut menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2021 dari 4,1-5,1% menjadi 3,5-4,3%. Bank Indonesia melakukan perubahan proyeksi ini disebabkan pengaruh pandemi yang mengganggu kinerja perekonomian di triwulan III-2021. Pada triwulan III-2021, pertumbuhan ekonomi diperkirakan lebih rendah sehubungan dengan kebijakan pembatasan mobilitas yang harus ditempuh pemerintah untuk mengatasi peningkatan penyebaran Covid.

Tracing, Testing, Pemulihan Ekonomi
Penanganan Covid dan pemulihan ekonomi adalah dua hal yang saling bertaut. Indonesia harus memastikan penanganan Covid dan pemulihan ekonomi terus berjalan beriringan. Permasalahan ekonomi tak akan bisa terselesaikan bila sisi kesehatan masih memburuk. Saat ini memang penanganan kesehatan adalah prioritas utama walaupun ekonomi masih tetap harus diawasi dengan bijak. Penanganan Covid ini perlu melibatkan banyak pihak, yakni masyarakat, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah, untuk terus meningkatkan jumlah tracing dan testing di seluruh wilayah Indonesia. Targetnya tentu menurunkan positivity rate dan melaksanakan vaksinasi sesuai dengan sasaran yang ditetapkan.

Penanganan pandemi membutuhkan sinergi yang solid dan harmonis antara pusat dan daerah. Pemerintahan pusat perlu menggandeng pemerintah daerah dalam mengatasi masalah bersama, termasuk penanganan Covid ini dengan mengedepankan keharmonisan. Pencegahan penyebaran dan penanganan pandemi tidak hanya menjadi prioritas pusat, tetapi juga daerah. Selain masalah koordinasi kewenangan, daerah juga perlu mempercepat penyerapan anggaran penanganan Covid. Termasuk pembayaran insentif tenaga kesehatan dan percepatan penyelesaian klaim perawatan pasien, yang lebih banyak bersikutat pada hambatan administrasi keuangan. Tentu saja aspek akuntabilitas dan tata kelola yang baik harus tetap ditegakkan dengan memperhatikan kecepatan proses pencairan yang lebih baik.

Pemerataan Distribusi Vaksin
Vaksinasi adalah salah satu kunci penting dalam penanganan pandemi. Pengalaman di sejumlah negara, semakin tinggi rasio penduduk yang divaksin, tingkat fatalitas dapat dikurangi. Pemerintah pun menggencarkan program vaksinasi untuk mencapai target minimal 70% dari total populasi guna menciptakan kekebalan kelompok (herd immunity). Oleh sebab itu, untuk mencapai kekebalan kelompok tersebut, dari 270 juta penduduk Indonesia diperlukan 188 juta penduduk yang telah divaksin agar tercapai herd immunity penduduk di atas 18 tahun. Herd immunity di Indonesia (70% penduduk) diperkirakan dicapai pada Maret 2022 atau 15 bulan sejak tahap pertama vaksinasi yang dimulai pada 14 Januari 2021 lalu. Meski demikian herd immunity bisa dipercepat jika ketersediaan vaksin bertambah. Aktivitas ekonomi pun dapat dimulai sebelum herd immunity tercapai, yaitu ketika Covid terkendali atau keadaan di mana kasus terus mengalami penurunan Rt <1. Dalam kondisi ini aktivitas ekonomi dan sosial dapat dimulai dengan tetap melaksanakan protokol kesehatan. Saat ini, berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), penduduk yang telah divaksin (1 kali) sebanyak 22,47%. Sementara yang sudah vaksin (2 kali) sebesar 9,67%. Tentu ini masih harus kita tingkatkan terus, setidaknya target 1 juta per hari perlu diupayakan tercapai.

Guna mempercepat kekebalan kelompok, data mengenai ketersediaan vaksin di daerah (terutama daerah dengan tingkat rata-rata positif tinggi) perlu dijaga dan terintegrasi untuk mendapatkan manajemen distribusi vaksin yang lebih baik. Fakta menunjukkan bahwa hingga saat ini masih terjadi ketimpangan ketersediaan vaksin antardaerah di Indonesia. Cakupan vaksinasi belum merata antarprovinsi. Tercatat hanya Bali dan Jakarta yang cakupan vaksinasinya telah berada di atas 50%. Sementara di beberapa provinsi lain, cakupan vaksinasi masih sangat rendah, bahkan untuk dosis pertama. Lampung, misalnya, baru mampu menyuntikkan kepada 598.895 orang atau 6,64% dari populasinya. Begitu juga di Maluku Utara, baru diberikan dosis pertama hanya kepada 108.186 orang (8,4%).

Oleh sebab itu semua pihak perlu bersinergi dan berkolaborasi untuk mempercepat program vaksinasi nasional sehingga kekebalan kelompok bisa segera tercapai. Pada konteks ini penyediaan vaksin dapat dilakukan secara mandiri di mana perusahaan (swasta maupun BUMN) terlibat untuk dapat mengadakan vaksinasi secara mandiri. Hal tesebut tentu sangat baik untuk mengejar rencana percepatan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 dengan target vaksinasi 1 juta dosis per hari. Sejatinya melalui vaksinasi yang terkontrol, termasuk manajemen perdagangan obat yang lebih baik, adalah kunci untuk menekan angka kematian yang saat ini masih tinggi. Semoga.
(war)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0997 seconds (0.1#10.140)