Tetapkan Dirut Baru TVRI, Dewan Pengawas Dituding Tak Transparan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengangkatan Direktur Utama (Dirut) Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Televisi Republik Indonesia (TVRI) pengganti antarwaktu masa tugas tahun 2020-2022, Iman Brotoseno oleh Dewan Pengawas televisi pelat merah itu dipersoalkan.
Ketua Komite Penyelamat TVRI, Agil Samal membeberkan sejumlah dugaan pelanggaran Dewan Pengawas (Dewas) LPP TVRI.
Agil mengatakan, sejumlah pelanggaran yang dilakukan oleh Dewas LPP TVRI bukan saja pelanggaran terhadap hukum positif, namun juga telah lakukan pelanggaran terhadap etika komunikasi antara TVRI dan DPR.
Sikap Dewas LPP TVRI itu, kata dia, dapat diartikan sebagai pelecehan terhadap lembaga legislasi yang selama ini menaungi dan memilih dewan pengawas.
"Kami dari Komite Penyelamat TVRI yakin bahwa kesengajaan Dewas untuk tetap melantik Dirut baru di tengah masa reses parlemen sehingga tidak ada yang menghalangi mereka," kata Agil dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Rabu (27/5/2020).( )
Dia menilai sikap Dewas justru membuat keadaan di TVRI semakin kisruh, bukan sebaliknya yang ingin memajukan TVRI. “Anehnya mereka tetap jalankan Peraturan Pemerintah dalam hal ini PP 13/2005 dan mengabaikan Undang undang, justru dalam hierarki perundangan UU justru mengalahkan PP yang notabene berada dibawah UU,” tutur Agil.
Komite juga akan meminta semua pemangku kepentingan TVRI termasuk Presiden Jokowi untuk menghentikan proses ini. Komite mencatat ada tujuh poin pelanggaran yang dilakukan Dewas dalam proses seleksi Dirut TVRI pengganti Helmy Yahya.
"Pertama, ketua Dewas sudah nonaktif per 11 Mei 2020, otomatis saat ini Dewas tidak memiliki keabsahan apa-apa untuk melakukan tindakan yang strategis," ungkapnya.
Kedua, Seleksi calon Dirut PAW dianggap tidak sesuai rekomendasi Komisi I DPR. Karena, lanjut dia, Komisi l merekomendasikan proses seleksi Dirut PAW dimulai lagi dari awal dengan menyertakan 16 calon yang telah mengikuti seleksi.
"Ketiga, jika point 1, dan 2 tidak diikuti maka Dewas telah melanggar UU MD3," ungkapnya.
Keempat, proses yang dilakukan Dewas LPP TVRI tersebut dianggap telah melanggar Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Dia mengatakan, proses pengisian jabatan pimpinan tinggi (JPT) ASN setingkat direktur utama, pejabat eselon I, harus mengacu pada sistem merit dan menunggu rekomendasi Komisi ASN.
"Proses seleksi Dirut PAW di TVRI menabrak semua aturan, diantaranya ketua Pansel PJT eselon I dipimpin oleh pejabat eselon lll," katanya.
Kelima, proses seleksi Dirut TVRI PAW di tengah sengketa hukum antara tergugat Dewas TVRI dan penggugat Helmy Yahya. Keenam, melecehkan Komisi l DPR yang tengah menangani masalah kisruh TVRI. "Ketujuh, proses seleksi Dirut PAW tidak transparan dan terbuka untuk publik, namun hanya untuk kalangan tertentu saja," tuturnya.
Lihat Juga: Pemerintah Minta Perusahaan Platform Digital Realisasikan Kesepakatan Kerja dengan Media
Ketua Komite Penyelamat TVRI, Agil Samal membeberkan sejumlah dugaan pelanggaran Dewan Pengawas (Dewas) LPP TVRI.
Agil mengatakan, sejumlah pelanggaran yang dilakukan oleh Dewas LPP TVRI bukan saja pelanggaran terhadap hukum positif, namun juga telah lakukan pelanggaran terhadap etika komunikasi antara TVRI dan DPR.
Sikap Dewas LPP TVRI itu, kata dia, dapat diartikan sebagai pelecehan terhadap lembaga legislasi yang selama ini menaungi dan memilih dewan pengawas.
"Kami dari Komite Penyelamat TVRI yakin bahwa kesengajaan Dewas untuk tetap melantik Dirut baru di tengah masa reses parlemen sehingga tidak ada yang menghalangi mereka," kata Agil dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Rabu (27/5/2020).( )
Dia menilai sikap Dewas justru membuat keadaan di TVRI semakin kisruh, bukan sebaliknya yang ingin memajukan TVRI. “Anehnya mereka tetap jalankan Peraturan Pemerintah dalam hal ini PP 13/2005 dan mengabaikan Undang undang, justru dalam hierarki perundangan UU justru mengalahkan PP yang notabene berada dibawah UU,” tutur Agil.
Komite juga akan meminta semua pemangku kepentingan TVRI termasuk Presiden Jokowi untuk menghentikan proses ini. Komite mencatat ada tujuh poin pelanggaran yang dilakukan Dewas dalam proses seleksi Dirut TVRI pengganti Helmy Yahya.
"Pertama, ketua Dewas sudah nonaktif per 11 Mei 2020, otomatis saat ini Dewas tidak memiliki keabsahan apa-apa untuk melakukan tindakan yang strategis," ungkapnya.
Kedua, Seleksi calon Dirut PAW dianggap tidak sesuai rekomendasi Komisi I DPR. Karena, lanjut dia, Komisi l merekomendasikan proses seleksi Dirut PAW dimulai lagi dari awal dengan menyertakan 16 calon yang telah mengikuti seleksi.
"Ketiga, jika point 1, dan 2 tidak diikuti maka Dewas telah melanggar UU MD3," ungkapnya.
Keempat, proses yang dilakukan Dewas LPP TVRI tersebut dianggap telah melanggar Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Dia mengatakan, proses pengisian jabatan pimpinan tinggi (JPT) ASN setingkat direktur utama, pejabat eselon I, harus mengacu pada sistem merit dan menunggu rekomendasi Komisi ASN.
"Proses seleksi Dirut PAW di TVRI menabrak semua aturan, diantaranya ketua Pansel PJT eselon I dipimpin oleh pejabat eselon lll," katanya.
Kelima, proses seleksi Dirut TVRI PAW di tengah sengketa hukum antara tergugat Dewas TVRI dan penggugat Helmy Yahya. Keenam, melecehkan Komisi l DPR yang tengah menangani masalah kisruh TVRI. "Ketujuh, proses seleksi Dirut PAW tidak transparan dan terbuka untuk publik, namun hanya untuk kalangan tertentu saja," tuturnya.
Lihat Juga: Pemerintah Minta Perusahaan Platform Digital Realisasikan Kesepakatan Kerja dengan Media
(dam)