Obesitas Regulasi Harus Diakhiri Lewat RUU Cipta Kerja
loading...
A
A
A
JAKARTA - Berbagai macam peraturan perundangan yang tumpang tindih terdapat di Indonesia. Kondisi ini membuat penerapannya menjadi tidak efektif sehingga perlu lebih disederhanakan, salah satunya lewat RUU Cipta Kerja .
"Di Indonesia telah terjadi di pusat dan daerah obesitas regulasi atau aturan yang gemuk. Kalau dikompilasi ada 43.694 peraturan, sehingga Indonesia perlu service level dari pusat ke daerah," ujar politikus Partai Golkar John Kenedy Azis, Rabu (27/5/2020).
John Kenedy Azis juga melihat 'gemuknya' regulasi tersebut, satu sama lain bukan hanya tumpang tindih tetapi juga saling kontradiktif. Kondisi itu juga menciptakan 'pagar-pagar' bagi masuknya investasi luar negeri ke Tanah Air. Hal ini sebenarnya persoalan yang sudah diketahui sejak lama.
"Dampak banyaknya regulasi ada kendala yang muncul, yaitu lamanya sebuah perizinan diterbitkan. Oleh karena itu Indonesia perlu RUU Cipta Kerja," kata John.
Tuntutan agar RUU Cipta Kerja segera diundangkan juga muncul lantaran adanya pandemi Covid-19 yang melanda dunia. Wabah tersebut membuat perekonomian dunia, termasuk Indonesia, mengalami penurunan yang signifikan. ( ).
Sementara Indonesia sangat memerlukan masuknya investasi asing untuk segera memulihkan perekonomian yang turun tersebut. Namun, investasi terutama dari luar negeri, menjadi semakin sulit untuk diundang ke Indonesia karena berbagai persoalan dan tumpang tindihnya aturan tadi. Tanpa adanya penyederhanaan aturan lewat RUU Cipta Kerja, tentu pemulihan ekonomi itu menjadi makin sulit.
"Keberadaan virus corona telah membuat landscape ekonomi dunia berubah. Akibatnya pertumbuhan ekonomi dunia termasuk Indonesia menurun, melalui RUU Cipta Kerja, kita maknai sebagai momentum untuk melakukan transformasi struktur ekonomi," kata politikus asal Sumatera Barat tersebut.
Menurutnya, ketika pemulihan ekonomi terjadi, seluruh negara, terutama negara emerging market akan berlomba-lomba menarik investasi asing. Sementara, investasi asing itu makin lama makin sedikit. Kemampuan meningkatkan lapangan kerja turun. "Saat ini sudah banyak terjadi PHK, sehingga RUU Cipta Kerja menjadi makin penting."
"Di Indonesia telah terjadi di pusat dan daerah obesitas regulasi atau aturan yang gemuk. Kalau dikompilasi ada 43.694 peraturan, sehingga Indonesia perlu service level dari pusat ke daerah," ujar politikus Partai Golkar John Kenedy Azis, Rabu (27/5/2020).
John Kenedy Azis juga melihat 'gemuknya' regulasi tersebut, satu sama lain bukan hanya tumpang tindih tetapi juga saling kontradiktif. Kondisi itu juga menciptakan 'pagar-pagar' bagi masuknya investasi luar negeri ke Tanah Air. Hal ini sebenarnya persoalan yang sudah diketahui sejak lama.
"Dampak banyaknya regulasi ada kendala yang muncul, yaitu lamanya sebuah perizinan diterbitkan. Oleh karena itu Indonesia perlu RUU Cipta Kerja," kata John.
Tuntutan agar RUU Cipta Kerja segera diundangkan juga muncul lantaran adanya pandemi Covid-19 yang melanda dunia. Wabah tersebut membuat perekonomian dunia, termasuk Indonesia, mengalami penurunan yang signifikan. ( ).
Sementara Indonesia sangat memerlukan masuknya investasi asing untuk segera memulihkan perekonomian yang turun tersebut. Namun, investasi terutama dari luar negeri, menjadi semakin sulit untuk diundang ke Indonesia karena berbagai persoalan dan tumpang tindihnya aturan tadi. Tanpa adanya penyederhanaan aturan lewat RUU Cipta Kerja, tentu pemulihan ekonomi itu menjadi makin sulit.
"Keberadaan virus corona telah membuat landscape ekonomi dunia berubah. Akibatnya pertumbuhan ekonomi dunia termasuk Indonesia menurun, melalui RUU Cipta Kerja, kita maknai sebagai momentum untuk melakukan transformasi struktur ekonomi," kata politikus asal Sumatera Barat tersebut.
Menurutnya, ketika pemulihan ekonomi terjadi, seluruh negara, terutama negara emerging market akan berlomba-lomba menarik investasi asing. Sementara, investasi asing itu makin lama makin sedikit. Kemampuan meningkatkan lapangan kerja turun. "Saat ini sudah banyak terjadi PHK, sehingga RUU Cipta Kerja menjadi makin penting."
(zik)