Muhammadiyah Tegas Menolak PPN Pendidikan

Sabtu, 12 Juni 2021 - 08:22 WIB
loading...
Muhammadiyah Tegas Menolak PPN Pendidikan
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir. Foto/Dok SINDOnews
A A A
JAKARTA - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menegaskan menolak rencana penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di bidang pendidikan yang tertuang dalam draf Revisi UU No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Pemerintah memiliki reponsibilitas dan tugas dalam pelaksanaan pendidikan dan penyediaan anggaran 20 persen.

Menurut Haedar, skema PPN pendidikan merupakan hal yang kontradiktif dengan konstitusi dan tidak boleh dilanjutkan. Ormas keagamaan seperti Muhammadiyah, NU, Kristen, Katholik, dan sebagainya memiliki peranan dalam membantu dan meringankan beban pemerintah yang seharusnya diberikan penghargaan.

Haedar berpendapat bahwa rencana penerapan PPN bidang pendidikan jelas kontras dengan konstitusi UUD 1945 Pasal 31 Pendidikan dan Kebudayaan, yang berisikan perintah (1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia," ucap Haedar sebagaimana dikutip dari laman resmi Muhamadiyah, Sabtu (12/6/2021).



Haedar menyebutkan, Kemenkeu dan DPR seharusnya mendukung dan memberi kemudahan bagi organisasi kemasyarakatan yang menggelar pendidikan secara sukarela demi mencerdaskan kehidupan bangsa. Kelak, lembaga-lembaga pendidikan yang membantu rakyat kecil yang sebetulnya ikut serta dalam meringankan beban pemerintah akan lumpuh. Pemerintah dan DPR seharusnya tidak mempersulit organisasi kemasyarakatan pelaksana pendidikan dan lembaga-lembaga pendidikan yang dioperasikan masyarakat dengan perpajakan.

Haedar menegaskan bahwa menurut konstitusi pemerintah memiliki peranan penting dalam melaksanakan pendidikan dan kebudayaan bagi seluruh rakyat, jika tidak menunaikan secara optimal berarti pemerintah abai terhadap konstitusi.

Ia menegaskan bahwa pemerintah perlu berterima kasih kepada ormas penyelenggara pendidikan yang selama ini membantu meringankan beban kewajiban pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan dan program kerakyatan lainnya, bukan malah membebani dengan PPN. "Jika kebijakan PPN itu dipaksakan untuk diterapkan maka yang nanti akan mampu menyelenggarakan pendidikan selain negara yang memang memiliki APBN, justru para pemilik modal yang akan berkibar dan mendominasi, sehingga pendidikan akan semakin mahal, elitis, dan menjadi ladang bisnis layaknya perusahaan," ujar Haedar.



Menurutnya, beban pendidikan di Indonesia sangatlah tinggi, terlebih lagi di masa pandemi Covid-19. "Lantas mau dibawa ke mana pendidikan nasional yang oleh para pendiri bangsa ditujukan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa."

Haedar mengatakan bahwa pendidikan masih tertatih-tatih menghadapi segala kendala dan tantangan di sejumlah daerah-daerah 3T belum adanya pemerataan oleh pemerintah. Pendidikan Indonesia juga semakin berat menghadapi tantangan persaingan dengan negara-negara lain, di tingkat ASEAN saja masih kalah dan berada di bawah. Kini mau ditambah beban dengan PPN yang sangat berat. "Di mana letak moral pertanggungjawaban negara atau pemerintah dengan penerapan PPN yang memberatkan itu?"
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4918 seconds (0.1#10.140)