Waspada! Potensi Gempa M8,7 dan Tsunami di Pantai Jawa Timur–Selat Sunda
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) , Dwikorita Karnawati mengingatkan potensi gempa Magnitudo (M) 8,7 dan menyebabkan tsunami di pantai Jawa Timur hingga Selat Sunda.
“Sehingga kami menyusuri pantai mulai Jawa Timur sampai Selat Sunda untuk mencek yang kami khawatirkan, dari catatan sejarah gempa, gempa yang kekuatannya di atas 7 dan skenario terburuk kekuatannya 8,7 ini bisa membangkitkan tsunami,” ungkap Dwikorita Webinar: Kajian dan Mitigasi Gempabumi dan Tsunami di Jawa Timur, Jumat (28/5/2021).
Dwikorita mengatakan pihaknya juga melakukan pengecekan kesiapan aparat juga pemerintah daerah setempat untuk skenario jika terjadi gempa M 8,7 dan tsunami. “Sehingga yang kami cek itu adalah kesiapan aparat setempat dan juga pemerintah daerah setempat, serta kesiapan sarana prasarana untuk evakuasi jika terjadi tsunami. Nah, itulah yang yang perlu kami sampaikan dari apa kajian dan survei kami lakukan,” jelasnya.
Khusus Jawa Timur, kata Dwikorita, kejadian juga terjadi lonjakan kejadian gempa pada tahun 2021 ini. “Khusus Jawa Timur, ini memang terjadi lonjakan ya. Di tahun 2021, kami sudah menghitung kejadian-kejadian gempanya, memang meningkat ya untuk wilayah Jawa Timur.”
“Dan itulah yang itu segera kita siap siagakan segera. Bukan berarti pasti akan ada gempa, tidak. Kami tidak ada kepastian, cuma ada tren peningkatan kejadian gempa-gempa kecil yang biasanya mengawali gempa besar,” kata Dwikorita.
Dwikorita juga menjelaskan bahwa di beberapa titik gempa, ada seismik gap yang dikhawatirkan akan menimbulkan gempa besar. “Terlihat di selatan Jawa Timur, dari sekian ratus kejadian gempa sejak tahun 2008. Kelihatan ada zona yang kosong, tidak ada titik-titik pusat gempanya.”
“Nah, zona-zona yang kosong ini, dari yang dikatakan sebagai seismik gap yang dikawatirkan, karena zona itu belum melepaskan energi sebagai gempa, energi masih tersimpan di sana, masih apa artinya? Baru bersiap-siap untuk lepas,” katanya.
Seismik gap inilah, kata Dwikorita, yang dijadikan skenario adanya potensi gempa tertinggi dengan magnitudo 8,7. “Dan inilah yang kami jadikan skenario, kita ambil kemungkinan magnitudo tertinggi 8,7 ini juga berdasarkan kajian dari pusat studi gempa nasional, kemungkinan 8,7. Nah, dan itu yang menjadi dasar skenario untuk memprediksi kemungkinan terjadinya tsunami, berapa ketinggian gelombang, kapan waktu datangnya dan apa jarak masuknya berapa. Sehingga kami melakukan pemetaan bahaya tsunami juga,” paparnya.
“Sehingga kami menyusuri pantai mulai Jawa Timur sampai Selat Sunda untuk mencek yang kami khawatirkan, dari catatan sejarah gempa, gempa yang kekuatannya di atas 7 dan skenario terburuk kekuatannya 8,7 ini bisa membangkitkan tsunami,” ungkap Dwikorita Webinar: Kajian dan Mitigasi Gempabumi dan Tsunami di Jawa Timur, Jumat (28/5/2021).
Dwikorita mengatakan pihaknya juga melakukan pengecekan kesiapan aparat juga pemerintah daerah setempat untuk skenario jika terjadi gempa M 8,7 dan tsunami. “Sehingga yang kami cek itu adalah kesiapan aparat setempat dan juga pemerintah daerah setempat, serta kesiapan sarana prasarana untuk evakuasi jika terjadi tsunami. Nah, itulah yang yang perlu kami sampaikan dari apa kajian dan survei kami lakukan,” jelasnya.
Khusus Jawa Timur, kata Dwikorita, kejadian juga terjadi lonjakan kejadian gempa pada tahun 2021 ini. “Khusus Jawa Timur, ini memang terjadi lonjakan ya. Di tahun 2021, kami sudah menghitung kejadian-kejadian gempanya, memang meningkat ya untuk wilayah Jawa Timur.”
“Dan itulah yang itu segera kita siap siagakan segera. Bukan berarti pasti akan ada gempa, tidak. Kami tidak ada kepastian, cuma ada tren peningkatan kejadian gempa-gempa kecil yang biasanya mengawali gempa besar,” kata Dwikorita.
Dwikorita juga menjelaskan bahwa di beberapa titik gempa, ada seismik gap yang dikhawatirkan akan menimbulkan gempa besar. “Terlihat di selatan Jawa Timur, dari sekian ratus kejadian gempa sejak tahun 2008. Kelihatan ada zona yang kosong, tidak ada titik-titik pusat gempanya.”
“Nah, zona-zona yang kosong ini, dari yang dikatakan sebagai seismik gap yang dikawatirkan, karena zona itu belum melepaskan energi sebagai gempa, energi masih tersimpan di sana, masih apa artinya? Baru bersiap-siap untuk lepas,” katanya.
Seismik gap inilah, kata Dwikorita, yang dijadikan skenario adanya potensi gempa tertinggi dengan magnitudo 8,7. “Dan inilah yang kami jadikan skenario, kita ambil kemungkinan magnitudo tertinggi 8,7 ini juga berdasarkan kajian dari pusat studi gempa nasional, kemungkinan 8,7. Nah, dan itu yang menjadi dasar skenario untuk memprediksi kemungkinan terjadinya tsunami, berapa ketinggian gelombang, kapan waktu datangnya dan apa jarak masuknya berapa. Sehingga kami melakukan pemetaan bahaya tsunami juga,” paparnya.
(kri)