Corona Tak Halangi Negara-Negara Adu Kekuatan di Luar Angkasa

Jum'at, 28 Mei 2021 - 05:51 WIB
loading...
A A A
Thomas menuturkan, program keantariksaan biasanya dikaitkan dengan "national pride" yang bisa memotivasi generasi mudanya untuk menguasai teknologi tinggi. Menurut dia, hal itu menjadi salah satu motivasi Uni Emirat Arab (UEA) membuat misi prestisius pengiriman wahana Hope ke Mars. Karenanya bagi Thomas, hal itu juga sebenarnya yang diharapkan terjadi di Indonesia.

Lebih lanjut, kata Thomas, penguasaan teknologi satelit juga sangat penting karena kehidupan manusia modern sangat bergantung pada satelit. Misalnya, telekomunikasi voice dan data antarwarga, siaran TV, komunikasi perbankan, navigasi, dan pendidikan jarak jauh. Indonesia yang sangat luas mutlak bergantung pada teknologi satelit.

"Kita tidak bisa selamanya bergantung pada teknologi asing. Secara global, space economy saat ini menjadi perhatian serius. Teknologi antariksa sangat berperan meningkatkan perekonomian suatu bangsa, misalnya dalam pemanfaatan teknologi telekomunikasi dan penginderaan jauh," tegas Thomas.

Dia membeberkan, Indonesia tentu mengembangkan strategi guna mengejar ketertinggalan dalam program antariksa. Strategi Lapan, ujar Thomas, meski dengan keterbatasan anggaran, Lapan melakukan focussing kegiatan pada tujuh program utama sesuai kegiatan yang diamanatkan UU Keantariksaan.

Tujuh program utama tersebut adalah pertama pengembangan Decission Support System (DSS) cuaca antariksa dan observatorium nasional. Kedua, pengembangan DSS dinamika atmosfer ekuator. Ketiga, pengembangan teknologi roket. Keempat, pengembangan teknologi satelit. Kelima, pengembangan teknologi pesawat transport dan pesawat tanpa awak. Keenam, pengembangan bank data penginderaan jauh nasional. Ketujuh, pengembangan sistem pemantau bumi nasional. "Serta didukung program besar, yaitu reformasi birokrasi," katanya.

Thomas lantas buka suara saat disinggung adanya wacana pemerintah mengajak investor asing SpaceX untuk membangun lokasi peluncuran roket antariksa di Kabupaten Numfor, Papua. Dia menggariskan, untuk pembangunan bandar antariksa yang diamanatkan UU Keantariksaan perlu biaya besar dan pemanfaatan yang efektif dan efisien. Pembangunan tersebut memerlukan investor internasional dan mitra peluncur satelit.

Menurut dia, Indonesia bisa mengambil keuntungan sebagai lokasi peluncuran satelit dari wilayah ekuator. "Bagi Indonesia yang berada di wilayah ekuator juga memerlukan lokasi peluncuran unttk satelit-satelit orbit ekuatorial," bebernya.

Pengamat antariksa Mega Mardita, menilai Indonesia sebenarnya bisa mengatasi ketertinggalan dalam pertarungan di luar angkasa. Namun, itu membutuhkan biaya besar dan kerja keras dengan komitmen kuat dari semua pihak.

Menurutnya, untuk bisa mengatasi ketertinggalan itu, pertama perlu ada komitmen kuat dari pemerintah, yaitu para pemangku kebijakan, Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mengembangkan dan memajukan program antariksa. Sebab, program antariksa merupakan kegiatan yang memerlukan kebijakan secara top-down. Artinya, program ini harus diinisiasi dari atas karena termasuk program strategis dengan implikasi yang besar.

“Program antariksa juga tergolong high risk (risiko tinggi) dan high cost (berbiaya tinggi), yang tidak mungkin diawali dari bawah. Tapi, program antariksa bisa menjadi pintu bagi pengembangan berbagai teknologi dan inovasi yang nantinya memiliki dampak ekonomi bagi negara,” kata Mega kepada KORAN SINDO.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0845 seconds (0.1#10.140)