Corona Tak Halangi Negara-Negara Adu Kekuatan di Luar Angkasa
loading...
A
A
A
Baca juga: Perusahaan Penerbangan Antariksa Milik Jeff Bezos Protes Hasil Kontrak NASA
Elon Musk, Jeff Bezos, dan orang kaya lainnya berkompetisi untuk mendanai perjalanan antariksa. Kini muncul miliarder lainnya yang ikut berlomba dalam industri antariksa. Mayoritas taipan teknologi yang mendominasi investasi antariksa, seperti pengusaha kasino Sheldon Adelson, mendukung misi ke bulan. Kemudian, pengusaha bank dan ritel asal Meksiko Ricardo Salina turut mengembangkan jaringan satelit OneWeb.
Pendiri Amazon Jeff Bezos dan CEO Tesla Elon Musk dikenal bersaing secara personal dalam industri antariksa. Bezos mendirikan perusahaan penerbangan antariksa Blue Origin yang memiliki ambisi agar jutaan orang bisa tinggal dan bekerja di antariksa.
Dia berharap dapat meluncurkan wisata antariksa ke orbin pada 2018 nanti. Kemudian, Musk mendirikan SpaceX yang mengirimkan roket Falcon 9 ke orbit dan mengembangkan bisnis kargo NASA ke Stasiun Antariksa Internasional (ISIS). Kini dia mengincar Mars. Musk berjanji akan mengirimkan kapsul tanpa manusia dalam eksperimen ke Planet Mars pada 2025.
Bagaimana dengan Indonesia? Negeri ini sebenarnya sudah lama mengarahkan langkahnya yang ditandai dengan rencana pengiriman Pratiwi Pujilestari Sudarmono ke luar angkasa, yang kemudian gagal akibat insiden meledaknya pesawat ulang-alik Challenger 28 Januari 1986. Indonesia juga sudah memiliki Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan). Namun, harus diakui perkembangannya secepat negara-negara yang kini telah mencatatkan diri sebagai pemain luar angkasa.
Kepala Lapan Thomas Djamaluddin menyatakan, di tataran internasional sebenarnya Indonesia dianggap sebagai "New Emerging Space Nations" dengan kemampuan membuat satelit sendiri dan mengembangkan teknologi roket. Lapan sebagai space agency Indonesia juga sudah dikenal di dunia internasional dan dijadikan contoh pengembangan badan antariksa di Asia Tenggara. Dia menyebut negara tetangga baru saja membentuk badan antariksa, seperti Malaysian Space Agency (MYSA) dan Philipine Space Agency (PhilSA).
"Teknologi antariksa adalah teknologi yang 'high tech, high risk, dan high cost'. Tidak banyak negara yang sanggup mengembangkannya. Indonesia dengan visi besar Bung Karno, membentuk Lapan sebagai badan antariksa. Namun, kendala anggaran yang minim menyebabkan pengembangan teknologi antariksa di Indonesia berjalan lambat," ungkap Thomas kepada KORAN SINDO, di Jakarta, Rabu (26/5).
Dia membeberkan, sesungguhnya Indonesia sudah memiliki visi besar keantariksaan dengan visi Bung Karno (Presiden RI pertama) mendirikan Lapan pada 1960-an dan visi Soeharto (Presiden RI kedua) memulai sistem komunikasi satelit Palapa pada 1970-an.
Namun, langkah ini tidak berlanjut dengan penyiapan anggaran yang cukup dan berkesinambungan untuk pengembangan teknologi antariksa di dalam negeri. Indonesia baru tahap pemanfaatan teknologinya untuk telekomunikasi dan penginderaan jauh.
"Namun, pengembangan teknologinya sempat mati suri, antara lain sempat dihentikannya program pengembangan pesawat terbang dan roket pada 1980-an. Baru pada 2000-an anggaran pengembangan teknologi penerbangan dan antariksa ditingkatkan secara signifikan, sehingga dimulai program pembuatan satelit mikro, pengembangan teknologi roket, dan pembuatan pesawat N219," ujarnya.
Elon Musk, Jeff Bezos, dan orang kaya lainnya berkompetisi untuk mendanai perjalanan antariksa. Kini muncul miliarder lainnya yang ikut berlomba dalam industri antariksa. Mayoritas taipan teknologi yang mendominasi investasi antariksa, seperti pengusaha kasino Sheldon Adelson, mendukung misi ke bulan. Kemudian, pengusaha bank dan ritel asal Meksiko Ricardo Salina turut mengembangkan jaringan satelit OneWeb.
Pendiri Amazon Jeff Bezos dan CEO Tesla Elon Musk dikenal bersaing secara personal dalam industri antariksa. Bezos mendirikan perusahaan penerbangan antariksa Blue Origin yang memiliki ambisi agar jutaan orang bisa tinggal dan bekerja di antariksa.
Dia berharap dapat meluncurkan wisata antariksa ke orbin pada 2018 nanti. Kemudian, Musk mendirikan SpaceX yang mengirimkan roket Falcon 9 ke orbit dan mengembangkan bisnis kargo NASA ke Stasiun Antariksa Internasional (ISIS). Kini dia mengincar Mars. Musk berjanji akan mengirimkan kapsul tanpa manusia dalam eksperimen ke Planet Mars pada 2025.
Bagaimana dengan Indonesia? Negeri ini sebenarnya sudah lama mengarahkan langkahnya yang ditandai dengan rencana pengiriman Pratiwi Pujilestari Sudarmono ke luar angkasa, yang kemudian gagal akibat insiden meledaknya pesawat ulang-alik Challenger 28 Januari 1986. Indonesia juga sudah memiliki Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan). Namun, harus diakui perkembangannya secepat negara-negara yang kini telah mencatatkan diri sebagai pemain luar angkasa.
Kepala Lapan Thomas Djamaluddin menyatakan, di tataran internasional sebenarnya Indonesia dianggap sebagai "New Emerging Space Nations" dengan kemampuan membuat satelit sendiri dan mengembangkan teknologi roket. Lapan sebagai space agency Indonesia juga sudah dikenal di dunia internasional dan dijadikan contoh pengembangan badan antariksa di Asia Tenggara. Dia menyebut negara tetangga baru saja membentuk badan antariksa, seperti Malaysian Space Agency (MYSA) dan Philipine Space Agency (PhilSA).
"Teknologi antariksa adalah teknologi yang 'high tech, high risk, dan high cost'. Tidak banyak negara yang sanggup mengembangkannya. Indonesia dengan visi besar Bung Karno, membentuk Lapan sebagai badan antariksa. Namun, kendala anggaran yang minim menyebabkan pengembangan teknologi antariksa di Indonesia berjalan lambat," ungkap Thomas kepada KORAN SINDO, di Jakarta, Rabu (26/5).
Dia membeberkan, sesungguhnya Indonesia sudah memiliki visi besar keantariksaan dengan visi Bung Karno (Presiden RI pertama) mendirikan Lapan pada 1960-an dan visi Soeharto (Presiden RI kedua) memulai sistem komunikasi satelit Palapa pada 1970-an.
Namun, langkah ini tidak berlanjut dengan penyiapan anggaran yang cukup dan berkesinambungan untuk pengembangan teknologi antariksa di dalam negeri. Indonesia baru tahap pemanfaatan teknologinya untuk telekomunikasi dan penginderaan jauh.
"Namun, pengembangan teknologinya sempat mati suri, antara lain sempat dihentikannya program pengembangan pesawat terbang dan roket pada 1980-an. Baru pada 2000-an anggaran pengembangan teknologi penerbangan dan antariksa ditingkatkan secara signifikan, sehingga dimulai program pembuatan satelit mikro, pengembangan teknologi roket, dan pembuatan pesawat N219," ujarnya.