Peran Perantau Dinilai Beri Dampak Positif bagi Kemajuan Daerahnya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI) Jemaat Menteng Jakarta telah menggelar diskusi daring bertajuk "Peran Masyarakat Perantau dan Gereja dalam Memajukan Kawasan Kaldera Toba", Sabtu 15 Mei 2021 malam.
Baca juga: Rumah Pemudik Dipasangi Stiker, Wagub DKI: Tanggung Jawab di Era Keterbukaan
Sejumlah pembicara di antaranya Ketua Perkumpulan Gaja Toba Semesta Dr Ir Budi Situmorang, Dr Ir Ramles Manampang Silalahi, Pendeta Citra Simbolon STh, dan dimoderatori oleh Ir Lambok Antonius Siahaan MBA.
Dia juga menilai perlunya membangun kesadaran pemimpin gereja dalam merespons misi Gereja, dengan perhatian dan pengalokasian anggaran atau persembahan yang berimbang, tidak fokus untuk persekutuan saja.
Dia menambahkan, struktur di dalam gereja untuk pelayanan diakonia perlu independen, mobile, lepas dari birokrasi sinode atau majelis. "Rumuskan hal yang akan dilakukan dan rencana ke depannya. Ingat Matius 25:31-46," ujarnya.
Dia mengungkapkan bahwa hasil penelitian, anggota jemaat gereja bersedia memberi persembahan lebih besar sepanjang program gereja atau lembaga bagus. Dia pun membeberkan sejumlah hal yang bisa dilakukan masyarakat Batak perantau.
Salah satunya, menyalurkan persembahan ke wilayah KDT atau miskin. Kata dia, tidak semua melalui gereja jika gereja tidak berperan. Kemudian, bangun atau ikut lembaga yang kredibel dan konkrit programnya.
"Sinergikan gereja atau lembaga lokal sebagai mitra kerja sama: gereja kota-kota, gereja dengan parachurch, Bumdes, Pemkab, Perkumpulan Marga-marga, BPODT dan lain-lain," ungkapnya.
Selanjutnya, jelajahi ladang pelayanan sosial dan penginjilan khususnya di KDT. Dia mengatakan, mulailah dengan hal kecil dan sederhana dulu.
"Buat program yang konkret berdasarkan kebutuhan lokal. Mari kita berbagi dan bersinergi demi kemajuan KDT oleh kita yang diberkati menjadi berkat," ungkapnya.
Ketua Perkumpulan Gaja Toba Semesta Dr Ir Budi Situmorang mengungkapkan kontribusi masyarakat perantau Batak sangat minim dalam upaya memajukan KDT.
"Mereka lebih banyak kepada watch dog, atau pengamat atau LSM. Sebagai fasilitator sekarang mulai banyak," katanya dalam kesempatan sama.
Menurut dia, peran perantau bisa besar maupun kecil, serta sedang. Berbagai bidang yang bisa diambil, kata dia, sosial budaya, pendidikan, ilmu teknologi, ekonomi dan politik.
"Pesan saya, peran gereja sedapat mungkin, ini yang belum tuntas, terutama kepada kita semua lah, gereja ini adalah komunitas kita. Peran perantau dan gereja seharusnya berlandaskan kasih," ujarnya.
Tokoh muda inspiratif Sumatera Utara sekaligus pendiri Yayasan Alusi Tao Toba, Togu Simorangkir, menilai gereja gagal untuk kawasan Danau Toba.
"Pernah enggak gereja hadir di lahan pertanian masyarakat jemaatnya? Pernah enggak memberikan teknologi melatih jemaatnya untuk bertani bagaimana meningkatkan hasil pertaniannya? Karena ketika hasil pertaniannya mereka bagus itu akan dikembalikan lagi ke gereja. Itu yang saya katakan gereja fail sekitaran Danau Toba untuk membangun sebuah lingkungan yang kondusif untuk anak-anak, untuk bertumbuh, untuk lingkungan yang lebih asri," kata Togu.
Selain itu, dia berpendapat bahwa Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT) seharusnya dibubarkan. "Itu useless (Tak berguna, red). Ngabis-ngabisin uang negara," tuturnya.
Dia mengatakan, saat ini pemerintah lebih baik fokus terhadap masalah kerusakan-kerusakan lingkungan yang terjadi.
"Ditutup itu perusahan-perusahaan perusak lingkungan di Danau Toba jika ingin pariwisatanya maju. Pariwisata dikesampingkan dulu, itu tidak prioritas. Masyarakat di Danau Toba itu petani, jangan kirim mereka jadi guide, jadi apapun yang berkaitan dengan pariwisata," pungkasnya.
Baca juga: Rumah Pemudik Dipasangi Stiker, Wagub DKI: Tanggung Jawab di Era Keterbukaan
Sejumlah pembicara di antaranya Ketua Perkumpulan Gaja Toba Semesta Dr Ir Budi Situmorang, Dr Ir Ramles Manampang Silalahi, Pendeta Citra Simbolon STh, dan dimoderatori oleh Ir Lambok Antonius Siahaan MBA.
Dia juga menilai perlunya membangun kesadaran pemimpin gereja dalam merespons misi Gereja, dengan perhatian dan pengalokasian anggaran atau persembahan yang berimbang, tidak fokus untuk persekutuan saja.
Dia menambahkan, struktur di dalam gereja untuk pelayanan diakonia perlu independen, mobile, lepas dari birokrasi sinode atau majelis. "Rumuskan hal yang akan dilakukan dan rencana ke depannya. Ingat Matius 25:31-46," ujarnya.
Dia mengungkapkan bahwa hasil penelitian, anggota jemaat gereja bersedia memberi persembahan lebih besar sepanjang program gereja atau lembaga bagus. Dia pun membeberkan sejumlah hal yang bisa dilakukan masyarakat Batak perantau.
Salah satunya, menyalurkan persembahan ke wilayah KDT atau miskin. Kata dia, tidak semua melalui gereja jika gereja tidak berperan. Kemudian, bangun atau ikut lembaga yang kredibel dan konkrit programnya.
"Sinergikan gereja atau lembaga lokal sebagai mitra kerja sama: gereja kota-kota, gereja dengan parachurch, Bumdes, Pemkab, Perkumpulan Marga-marga, BPODT dan lain-lain," ungkapnya.
Selanjutnya, jelajahi ladang pelayanan sosial dan penginjilan khususnya di KDT. Dia mengatakan, mulailah dengan hal kecil dan sederhana dulu.
"Buat program yang konkret berdasarkan kebutuhan lokal. Mari kita berbagi dan bersinergi demi kemajuan KDT oleh kita yang diberkati menjadi berkat," ungkapnya.
Ketua Perkumpulan Gaja Toba Semesta Dr Ir Budi Situmorang mengungkapkan kontribusi masyarakat perantau Batak sangat minim dalam upaya memajukan KDT.
"Mereka lebih banyak kepada watch dog, atau pengamat atau LSM. Sebagai fasilitator sekarang mulai banyak," katanya dalam kesempatan sama.
Menurut dia, peran perantau bisa besar maupun kecil, serta sedang. Berbagai bidang yang bisa diambil, kata dia, sosial budaya, pendidikan, ilmu teknologi, ekonomi dan politik.
"Pesan saya, peran gereja sedapat mungkin, ini yang belum tuntas, terutama kepada kita semua lah, gereja ini adalah komunitas kita. Peran perantau dan gereja seharusnya berlandaskan kasih," ujarnya.
Tokoh muda inspiratif Sumatera Utara sekaligus pendiri Yayasan Alusi Tao Toba, Togu Simorangkir, menilai gereja gagal untuk kawasan Danau Toba.
"Pernah enggak gereja hadir di lahan pertanian masyarakat jemaatnya? Pernah enggak memberikan teknologi melatih jemaatnya untuk bertani bagaimana meningkatkan hasil pertaniannya? Karena ketika hasil pertaniannya mereka bagus itu akan dikembalikan lagi ke gereja. Itu yang saya katakan gereja fail sekitaran Danau Toba untuk membangun sebuah lingkungan yang kondusif untuk anak-anak, untuk bertumbuh, untuk lingkungan yang lebih asri," kata Togu.
Selain itu, dia berpendapat bahwa Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT) seharusnya dibubarkan. "Itu useless (Tak berguna, red). Ngabis-ngabisin uang negara," tuturnya.
Dia mengatakan, saat ini pemerintah lebih baik fokus terhadap masalah kerusakan-kerusakan lingkungan yang terjadi.
"Ditutup itu perusahan-perusahaan perusak lingkungan di Danau Toba jika ingin pariwisatanya maju. Pariwisata dikesampingkan dulu, itu tidak prioritas. Masyarakat di Danau Toba itu petani, jangan kirim mereka jadi guide, jadi apapun yang berkaitan dengan pariwisata," pungkasnya.
(maf)