Menggagas Badan Pengelola Tol Laut

Senin, 20 April 2020 - 06:04 WIB
loading...
A A A
Karena itu, tidak terhindarkan program tol laut akhirnya diperlakukan sebagai jejaring trayek semata, dan memang seperti itulah kenyataannya di lapangan. Coba perhatikan langkah yang diambil Ditlala manakala program tol laut mendapat masalah atau dikritisi; mengubah trayek kapal. Hanya itu. Bukan salahnya instansi itu bila keadaannya demikian. Sebagai unit eselon dua, tidak banyak kewenangan yang dimilikinya, paling hanya bisa meminta, tidak bisa memerintah. Itu pun harus disuarakan Menteri Perhubungan yang menyampaikannya kepada menteri terkait.

Bagaimana dengan keberadaan Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi dalam mengorkestrasi K/L yang ada dalam lingkup koordinasinya agar program tol laut sukses? Cukuplah kekecewaan Presiden terhadap tol laut sebagai jawabannya. Singkat cerita, ada masalah institusional atau kelembagaan dalam program tol laut yang perlu dicarikan jalan keluarnya agar program ini moncer, paling tidak untuk empat tahun ke depan.

Badan Pengelola Tol Laut (nama ini sekadar usulan) merupakan lembaga ad hoc, tetapi dengan kewenangan besar. Hal ini diperlukan untuk mendobrak, jika perlu menggebrak, K/L lain yang memiliki andil dalam program tol laut. Kementerian Perdagangan, Kementerian BUMN, pemerintah daerah, dan semua pihak harus didorong badan itu agar lebih lincah. Jangan menyerahkan program tol laut seluruhnya kepada Ditlala karena tidak akan mampu.

Namun, harus digarisbawahi lima tahun berjalan, Ditlala/Kemenhub sudah berupaya maksimal. Ini selayaknya diapresiasi. Tol laut terlalu luas, sementara kemampuan Kemenhub terbatas. Lagi pula sebagai regulator, tidak baik bekerja terlalu operasional. Instansi ini sebenarnya sudah cukup kuat dalam mengendalikan biaya logistik, terutama voyage cost yang memang disubsidi. Namun, ada biaya lain yang tidak disubsidi, yaitu terminal handling charge, biaya TKBM, biaya gudang, biaya konsolidasi muatan, biaya pengurusan, dan biaya moda transportasi lain.

Biaya-biaya itu tidak semuanya dapat dikendalikan secara efektif oleh Kemenhub. Kemudian, keterbatasan Kemenhub yang mencolok adalah pengendalian harga barang yang ditentukan supply dan demand. Soal harga jual barang, Kemendag, pemda, dan stakeholder lainnya jauh lebih efektif.

Badan Pengelola Tol Laut bisa ditempatkan di bawah Kantor Presiden atau Wakil Presiden, terserah kesepakatan di antara kedua pemimpin. Lembaga ini harus diisi orang yang memang mumpuni di sektor logistik dan kemaritiman. Mereka harus diberi mandat penuh oleh Presiden agar efektif. Lembaga inilah yang akan menyelamatkan nasib tol laut, paling tidak dalam periode kedua ini. Dengan begitu, Presiden bisa menegakkan kepala karena janjinya bisa ditunaikan. Entahlah. (*)
(cip)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1426 seconds (0.1#10.140)