Seleksi Ulang Pegawai KPK yang Tak Lolos Tes Wawasan Kebangsaan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Hasil tes wawasan kebangsaan yang mengganjal 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diharapkan bukan akhir dari karier mereka. Mantan Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Prof Sofian Effendi mengusulkan agar mereka yang tak lolos diberikan kesempatan mengikuti seleksi ulang.
"Saya usulkan agar kepada calon yang dinistakan dan tidak lulus, sebaiknya diberikan kesempatan untuk mengikuti remedial training dan dilakukan tes yang lebih tepat untuk mutasi menjadi pegawai ASN baik PNS maupun PPPK," ujar Sofian, Minggu (9/5/2021).
Sesuai UU 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), terdapat dua jenis pegawai yakni PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak). PPPK diadakan agar memberi peluang kepada profesional dengan kualifikasi dan kompetensi manajemen serta keahlian tertentu untuk mengabdi negara sebagai pegawai ASN.
"Di negara lain seperti Singapura, Thailand, Korsel, bahkan lebih dari separuh pegawai pemerintah mereka berstatus PPPK. Salah satu tujuan PPPK adalah untuk mempercepat transformasi ASN menjadi world class public service," kata Sofian.
PPPK dapat masuk melalui multi entry sesuai dengan lowongan jabatan. "Sayang sekali konsep ini kurang dipahami oleh pejabat KemenPAN maupun BKN yang terbiasa dengan penerimaan CPNS."
Sofian berpendapat tes untuk pegawai KPK tentang Wawasan Kebangsaan dirancang untuk menyaring wawasan ideologi pegawai KPK. "Seharusnya seleksi harus lebih diutamakan kompetensi teknisnya, prestasi kinerja, kepemimpinan, bukan semata-mata security screening karena telah melibatkan beberapa instansi keamanan nasional," kata dia.
Pendapat sama juga muncul dari Agun Gunanjar Sudarsa, anggota Fraksi Partai Golkar. Menurut Agun, PNS di KPK bisa menempati posisi pejabat-pejabat struktural dan mengisi formulasi ulang tentang syarat-syarat ASN, seperti setia pada Pancasila, UUD 1945, tunduk dan patuh pada kebijakan pemerintah.
"Jika mereka setuju dan menandatangani formulasi itu maka secara otomatis sudah menjadi ASN. Jika ada hal yang diragukan maka bisa dilakukan tes, untuk mencocokkan keberadaannya, pola pikirnya, perilakunya dan back mind-nya seperti diatur dalam UU ASN. Jika sudah sesuai, maka tak perlu lagi tes dari awal," jelas Agun.
"Saya usulkan agar kepada calon yang dinistakan dan tidak lulus, sebaiknya diberikan kesempatan untuk mengikuti remedial training dan dilakukan tes yang lebih tepat untuk mutasi menjadi pegawai ASN baik PNS maupun PPPK," ujar Sofian, Minggu (9/5/2021).
Sesuai UU 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), terdapat dua jenis pegawai yakni PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak). PPPK diadakan agar memberi peluang kepada profesional dengan kualifikasi dan kompetensi manajemen serta keahlian tertentu untuk mengabdi negara sebagai pegawai ASN.
"Di negara lain seperti Singapura, Thailand, Korsel, bahkan lebih dari separuh pegawai pemerintah mereka berstatus PPPK. Salah satu tujuan PPPK adalah untuk mempercepat transformasi ASN menjadi world class public service," kata Sofian.
PPPK dapat masuk melalui multi entry sesuai dengan lowongan jabatan. "Sayang sekali konsep ini kurang dipahami oleh pejabat KemenPAN maupun BKN yang terbiasa dengan penerimaan CPNS."
Sofian berpendapat tes untuk pegawai KPK tentang Wawasan Kebangsaan dirancang untuk menyaring wawasan ideologi pegawai KPK. "Seharusnya seleksi harus lebih diutamakan kompetensi teknisnya, prestasi kinerja, kepemimpinan, bukan semata-mata security screening karena telah melibatkan beberapa instansi keamanan nasional," kata dia.
Pendapat sama juga muncul dari Agun Gunanjar Sudarsa, anggota Fraksi Partai Golkar. Menurut Agun, PNS di KPK bisa menempati posisi pejabat-pejabat struktural dan mengisi formulasi ulang tentang syarat-syarat ASN, seperti setia pada Pancasila, UUD 1945, tunduk dan patuh pada kebijakan pemerintah.
"Jika mereka setuju dan menandatangani formulasi itu maka secara otomatis sudah menjadi ASN. Jika ada hal yang diragukan maka bisa dilakukan tes, untuk mencocokkan keberadaannya, pola pikirnya, perilakunya dan back mind-nya seperti diatur dalam UU ASN. Jika sudah sesuai, maka tak perlu lagi tes dari awal," jelas Agun.