Soal THR PNS, KSP Sebut Jokowi dan Sri Mulyani Satu Suara
loading...
A
A
A
JAKARTA - Deputi III Kantor Staf Kepresidenan (KSP) , Panutan S Saulendrakusuma memastikan tidak ada perbedaan pendapat antar menteri atau antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani ihwal pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) bagi ASN/PNS .
Semua komponen pemerintah satu suara, mengacu pada regulasi yang sama, yaitu PP 63/2021 dan PMK 42/2021. “Jadi tidak benar jika ada yang mengatakan bahwa terdapat perbedaan pendapat antara Presiden dengan Menkeu terkait THR ASN,” ujar Panutan sebagaimana dikutip dari rilis KSP, Rabu (5/5/2021).
Panutan menjelaskan, PMK 42/2021 merupakan juknis bagi PP 63/2021, penyusunannya mengacu pada PP 63, oleh karena itu isinya dijamin konsisten. Bahkan, kata Panutan, tidak ada perbedaan antara dua regulasi tersebut.
Meski begitu, seperti regulasi lainnya, selalu ada diskusi antara pihak-pihak terkait sebelum diputuskan dalam sidang kabinet dan diformalkan dalam bentuk regulasi. “Dalam proses diskusi tersebut, mungkin saja ada perbedaan ide. Itu hal yang sangat normal,” jelas Panutan.
Sebagai regulasi, PP 63 dan PMK 42 berlaku umum. Panutan menerangkan, semua ASN di berbagai K/L menerima THR dengan mengikuti ketentuan yang sama. “Tidak ada keistimewaan bagi K/L tertentu,” ucapnya.
Panutan merinci, semua ASN menerima THR yang tidak ada komponen tunjangan kinerja di dalamnya, sesuai dengan regulasinya. Dia pun menjelaskan alasan tidak dimasukkannya tunjangan kinerja ke dalam komponen THR 2021 (juga 2020), sebagaimana dijelaskan oleh Menkeu. Menurut Panutan, penyebab utamanya adalah kondisi keuangan negara yang memang tengah mengalami tekanan akibat pandemi COVID-19.
“Sehingga tidak bijaksana jika kita membandingkannya dengan THR 2019. Kita semua tahu, tahun 2019 merupakan kondisi sebelum COVID-19,” papar Panutan.
Di sisi lain, pemerintah memahami kebutuhan para ASN, sebagaimana kebutuhan masyarakat pada umumnya, apalagi mendekati Lebaran. Tapi untuk saat ini, kata Panutan, itulah yang dapat diberikan oleh pemerintah setelah mempertimbangkan berbagai hal.
Panutan juga menyampaikan pemerintah melihat petisi online THR ASN 2021 secara proporsional. Di satu sisi, itu merupakan bagian dari demokrasi, serta menjadi masukan bagi pemerintah. “Kita hormati itu. Akan tetapi, di sisi lain, kita memang tidak bisa memuaskan keinginan semua orang, dalam hal ini ASN,” imbuh dia. Baca juga: KSP: Keuangan Negara Sedang Sulit, PNS Harusnya Bersyukur Masih Dapat THR
Sebelumnya, Menkeu sudah menyampaikan alasan dan pertimbangan yang melandasi ketentuan tentang besaran THR bagi ASN. Namun masih banyak ASN yang bersyukur bahwa dalam situasi sulit seperti sekarang ini tetap menerima THR.
“Tapi kalau ada yang tidak puas atau kecewa, kita bisa mengerti. Tapi kalau tuntutannya adalah THR seperti tahun 2019 (sebelum COVID-19), itu kurang bijak dan kurang realistis,” tutup Panutan.
Semua komponen pemerintah satu suara, mengacu pada regulasi yang sama, yaitu PP 63/2021 dan PMK 42/2021. “Jadi tidak benar jika ada yang mengatakan bahwa terdapat perbedaan pendapat antara Presiden dengan Menkeu terkait THR ASN,” ujar Panutan sebagaimana dikutip dari rilis KSP, Rabu (5/5/2021).
Panutan menjelaskan, PMK 42/2021 merupakan juknis bagi PP 63/2021, penyusunannya mengacu pada PP 63, oleh karena itu isinya dijamin konsisten. Bahkan, kata Panutan, tidak ada perbedaan antara dua regulasi tersebut.
Meski begitu, seperti regulasi lainnya, selalu ada diskusi antara pihak-pihak terkait sebelum diputuskan dalam sidang kabinet dan diformalkan dalam bentuk regulasi. “Dalam proses diskusi tersebut, mungkin saja ada perbedaan ide. Itu hal yang sangat normal,” jelas Panutan.
Sebagai regulasi, PP 63 dan PMK 42 berlaku umum. Panutan menerangkan, semua ASN di berbagai K/L menerima THR dengan mengikuti ketentuan yang sama. “Tidak ada keistimewaan bagi K/L tertentu,” ucapnya.
Panutan merinci, semua ASN menerima THR yang tidak ada komponen tunjangan kinerja di dalamnya, sesuai dengan regulasinya. Dia pun menjelaskan alasan tidak dimasukkannya tunjangan kinerja ke dalam komponen THR 2021 (juga 2020), sebagaimana dijelaskan oleh Menkeu. Menurut Panutan, penyebab utamanya adalah kondisi keuangan negara yang memang tengah mengalami tekanan akibat pandemi COVID-19.
“Sehingga tidak bijaksana jika kita membandingkannya dengan THR 2019. Kita semua tahu, tahun 2019 merupakan kondisi sebelum COVID-19,” papar Panutan.
Di sisi lain, pemerintah memahami kebutuhan para ASN, sebagaimana kebutuhan masyarakat pada umumnya, apalagi mendekati Lebaran. Tapi untuk saat ini, kata Panutan, itulah yang dapat diberikan oleh pemerintah setelah mempertimbangkan berbagai hal.
Panutan juga menyampaikan pemerintah melihat petisi online THR ASN 2021 secara proporsional. Di satu sisi, itu merupakan bagian dari demokrasi, serta menjadi masukan bagi pemerintah. “Kita hormati itu. Akan tetapi, di sisi lain, kita memang tidak bisa memuaskan keinginan semua orang, dalam hal ini ASN,” imbuh dia. Baca juga: KSP: Keuangan Negara Sedang Sulit, PNS Harusnya Bersyukur Masih Dapat THR
Sebelumnya, Menkeu sudah menyampaikan alasan dan pertimbangan yang melandasi ketentuan tentang besaran THR bagi ASN. Namun masih banyak ASN yang bersyukur bahwa dalam situasi sulit seperti sekarang ini tetap menerima THR.
“Tapi kalau ada yang tidak puas atau kecewa, kita bisa mengerti. Tapi kalau tuntutannya adalah THR seperti tahun 2019 (sebelum COVID-19), itu kurang bijak dan kurang realistis,” tutup Panutan.
(kri)