Fahri Hamzah Kritisi Penggeledahan Ruang Azis Syamsuddin Tanpa Status Tersangka
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penggeledahan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di salah satu ruang kerja pimpinan DPR, Azis Syamsuddin pada Rabu (28/4) lalu menuai beragam respons publik.
Mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai bahwa penggeledahan itu merupakan bukti beralihnya fungsi DPR sebagai lembaga pengawasan, menjadi lembaga yang diawasi. Terlebih, penggeledahan itu dilakukan terhadap seseorang yang belum ditetapkan sebagai tersangka. "Ini perlu dicermati, karena itu penggeledahan ruang pimpinan DPR itu, tanpa tersangka sebenarnya adalah puncak dari beralihnya fungsi DPR sebagai pengawas dan menjadi lembaga yang diawasi," kata Fahri kepada wartawan, Minggu (2/5/2021)
Fahri menilai, DPR itu nyaris mengalami kematian total, karena èlan vital atau daya vitalnya sebagai wakil rakyat untuk menjaga jalannya pemerintahan itu berhenti. Kekhawatiran itu diperparah ketika tidak adanya perlawanan yang diperlihatkan dari para anggota DPR yang memilki fungsi dalam melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan, atas penggeledahan itu. "Dan itu kembali kalau kita tarik ke belakang, akarnya itu ada pada krisis partai politik (parpol), di antara krisis ialah ketika parpol berhenti menjadi lembaga pemikiran dan menjelma menjadi elemen kekuasaan," terang mantan anggota Komisi III DPR itu.
Padahal, Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelora ini menjelaskan, parpol sejatinya merupakan lembaga think tank atau mesin pemikiran untuk memproduksi ide-ide, baik untuk membuat Undang-Undang (UU), mengawasi negara, maupun untuk menjalankan pemerintahan. "Nah, sekarang karena dia menjelma menjadi alat kekuasaan, terutama dalam pilkada dan dalam formasi kekuasaan, akhirnya kemudian krisis terjadi, parpol jangankan memikirkan bangsa, memikirkan apa yang terjadi pada dirinya sendirinya saja sudah tidak sanggup," paparnya.
Sehingga, dia menambahkan, kondisi parpol ini menunjukkan bahwa terjadi krisis yang sangat besar sekali di tubuh parpol, dan diperlukan reformasi parpol. "Krisis ini adalah krisis yang besar sekali, makannya diperlukan reformasi parpol di Indonesia," pungkas politikus asal Nusa Tenggara Barat itu.
Mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai bahwa penggeledahan itu merupakan bukti beralihnya fungsi DPR sebagai lembaga pengawasan, menjadi lembaga yang diawasi. Terlebih, penggeledahan itu dilakukan terhadap seseorang yang belum ditetapkan sebagai tersangka. "Ini perlu dicermati, karena itu penggeledahan ruang pimpinan DPR itu, tanpa tersangka sebenarnya adalah puncak dari beralihnya fungsi DPR sebagai pengawas dan menjadi lembaga yang diawasi," kata Fahri kepada wartawan, Minggu (2/5/2021)
Fahri menilai, DPR itu nyaris mengalami kematian total, karena èlan vital atau daya vitalnya sebagai wakil rakyat untuk menjaga jalannya pemerintahan itu berhenti. Kekhawatiran itu diperparah ketika tidak adanya perlawanan yang diperlihatkan dari para anggota DPR yang memilki fungsi dalam melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan, atas penggeledahan itu. "Dan itu kembali kalau kita tarik ke belakang, akarnya itu ada pada krisis partai politik (parpol), di antara krisis ialah ketika parpol berhenti menjadi lembaga pemikiran dan menjelma menjadi elemen kekuasaan," terang mantan anggota Komisi III DPR itu.
Padahal, Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelora ini menjelaskan, parpol sejatinya merupakan lembaga think tank atau mesin pemikiran untuk memproduksi ide-ide, baik untuk membuat Undang-Undang (UU), mengawasi negara, maupun untuk menjalankan pemerintahan. "Nah, sekarang karena dia menjelma menjadi alat kekuasaan, terutama dalam pilkada dan dalam formasi kekuasaan, akhirnya kemudian krisis terjadi, parpol jangankan memikirkan bangsa, memikirkan apa yang terjadi pada dirinya sendirinya saja sudah tidak sanggup," paparnya.
Sehingga, dia menambahkan, kondisi parpol ini menunjukkan bahwa terjadi krisis yang sangat besar sekali di tubuh parpol, dan diperlukan reformasi parpol. "Krisis ini adalah krisis yang besar sekali, makannya diperlukan reformasi parpol di Indonesia," pungkas politikus asal Nusa Tenggara Barat itu.
(cip)