Serap Gabah, Negara Hadir untuk Petani

Sabtu, 24 April 2021 - 16:23 WIB
loading...
Serap Gabah, Negara...
Ketua Harian DPD HKTI Jawa Barat Entang Sastraatmadja. Foto/Istimewa
A A A
Entang Sastraatmadja
Ketua Harian DPD HKTI Jawa Barat

SEBAGAIMANA dimaklumi, pemaknaan "serap gabah" alias sergab adalah "The Serap Gabah Program (Sergab) is a national program set up to tackle the falling rice prices at the farmers' level at the time of harvest".

Mencermati laporan Menteri Pertanian, panen raya yang berlangsung di kurang lebih 548 kabupaten dan 7.600 kecamatan saat ini, dalam kondisi baik, di mana produksi yang dihasilkan rata-rata mampu menyuplai terhadap kebutuhan pangan nasional.

Syahrul Yasin Limpo menyoroti soal penyerapan gabah saat menghadiri panen raya padi di Desa Telarsari, Kecamatan Jatisari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Ia meminta semua pihak untuk melakukan penyerapan gabah secara baik demi menjaga harga.

Sergab sendiri sudah beberapa tahun lalu dilakukan. Salah satu semangatnya untuk membantu petani agar pada saat panen berlangsung harga gabah tidak anjlok. Menjelang panen raya, di beberapa daerah dilaporkan anjlok nya harga gabah di tingkat petani.

Kondisi ini, tentu sangat melukai petani. Jerih payah dan kerja keras mereka dalam bercocok-tanam, berujung dengan kekecewaan. Hal semacam ini, tidak seharus nya terjadi di saat panen raya. Itu sebab nya, wajar bila Menteri Pertanian turun langsung memantau perkembangan yang terjadi di lapangan.

Seperti yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), tiga kabupaten yang menghasilkan produksi beras tertinggi di negeri ini ada di Jawa Barat. Ketiga kabupaten itu adalah Indramayu, Karawang dan Subang. Ini memberi gambaran bahwa hingga kini, Jawa Barat tetap menyandang atribut sebagai lumbung padi nasional.

Tiga kabupaten tersebut, tentu harus diselamatkan lahan sawahnya, kalau saja ada kehendak dari pihak-pihak tertentu yang ingin mengalih-fungsikan lahan pertanian produktif ke non pertanian. Alih fungsi yang hingga kini masih cukup tinggi datang dari tekanan penduduk yang membutuhkan perumahan atau pemukiman.

Selain itu, pengembangan infrastruktur dan kawasan industri, ditengarai akan menyita lahan pertanian yang cukup besar. Rencana Pelabuhan Patimban di Subang dan proyek Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung, dipastikan bakal menggerus lahan pertanian produktif. Belum lagi Kawasan Pertumbuhan Rebana yang saat ini sedang direncanakan oleh Pemprov Jawa Barat.

Di saat panen raya, mesti nya Pemerintah mampu menyerap gabah sebesar-besar nya. Dalam kaitan ini pemerintah betul-betul harus membela petani agar gabah yang dipanen nya betul-betul mampu terjual dengan harga yang wajar. Yang jadi pertanyaan kita bersama adalah bagaimana dengan kualitas gabah yang dipanen pada saat cuaca ekstrem.

Apakah gabah petani memiliki kadar air mendekati angka 14 %. Ataukah karena sang mentari tidak muncul karena tertutup awan, maka gabah petani itu terkategorikan ke dalam gabah basah? Inilah sebetul nya yang menarik untuk kita diskusikan. Artinya, kalau kualitas gabah petani basah, kemudian dibeli oleh Pemerintah, boleh jadi di kemudian hari bisa melahirkan masalah baru.

Kita jadi ingat terhadap program Raskin. Saat itu Perum Bulog membeli beras dengan kualitas rendah. Pada saat disimpan di gudang ternyata setelah sekian lama beras tersebut rusak dan sering di komplain oleh penerima manfaat. Jika hal ini kita lakukan lagi, maka sesungguh nya kita hanya "menggeser" masalah saja.

Namun begitu, kalau pun dipaksakan untuk dibeli, tentu kata kunci nya ada pada pengelolaan pergudangan. Kita butuh penanganan yang profesional dengan dukungan teknologi yang canggih. Untuk itu, tentu saja diperlukan dukungan anggaran yang cukup besar. Kita tahu, sekarang ini Perum Bulog sedang menghadapi likuiditas anggaran yang cukup pelik juga.

Serap gabah, di satu sisi merupakan bentuk kehadiran negara di tengah-tengah kehidupan petani, yang tampak sedang kesusahan menjual gabah di saat cuaca ekstrem. Pemerintah tentu harus mampu meringankan kesulitan petani. Pemerintah tidak boleh duduk manis menyaksikan kegundahan petani. Di sinilah kecerdasan Pemerintah untuk melahirkan solusi sangat dibutuhkan.

Kalau kalangan swasta tidak mau membeli kualitas gabah basah sesuai patokan Harga Pembelian Pemerintah, sepatut nya Pemerintah tidak ikut-ikutan bersikap seperti kalangan swasta. Pemerintah harus tampil beda. Bagaimana pun petani banyak berharap kepada Pemerintah. Petani ingin agar harga jual gabahnya, paling tidak berada pada harga diatas ongkos produksinya.

Yang pasti, mereka akan kecewa berat jika harga jual di tingkat petani anjlok dan jauh dibawah angka HPP. Petani pasti menuntut Pemerintah, agar jerih payah nya bercocok-tanam padi sekitar 100 hari itu, betul-betul dihargai oleh Pemerintah. Apalagi jika kita paham bahwa beras yang diproduksi petani ini, ujung-ujung nya akan dikonsumsi oleh orang perkotaan, yang nota bene mereka itu bukan petani.

Tinggal sekarang, bagaimana Pemerintah menentukan langkah agar kebijakan serap gabah ini, bukan cuma sekedar membeli gabah untuk kepentingan cadangan atau pun kebutuhan ketahanan pangan lain, namun juga perlu dicari solusi agar gabah yang kurang berkualitas dapat dibeli dengan harga yang tidak menyakitkan petani.
(dam)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1565 seconds (0.1#10.140)