Soal Reshuffle, Misbakhun Anggap Kebutuhan Jokowi Beradaptasi dengan Pandemi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Fraksi Partai Golkar Mukhammad Misbakhun menilai reshuffle merupakan sebuah keniscayaan dalam sebuah kabinet. Dan, Joko Widodo (Jokowi) memegang penuh kendali membentuk kabinet guna mewujudkan visi misi presiden. Tetapi persoalannya kabinet Jokowi dibentuk dalam situasi normal, sebelum datangnya pandemi Covid-19.
“Sekarang bagaimana dengan kinerja kabinet kita, tentunya ini kan harus kita ukur dari sisi capaian. Pada saat tahun pertama ini kan kalau kita lihat antara saat dilantik dan sekarang kan kita satu setengah tahun, capaiannya apa, dengan sebagian setahun yaitu adalah fase pandemi dan itu adalah fase paling berat dalam perjalanan kita,” kata Misbakun dalam Dialektika Demokrasi DPR yang bertajuk “Membaca Peta Parlemen Pasca-Reshuffle Jilid II” di Media Center DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (22/4/2021).
“Baik itu mengelola sistem sosial, sistem ekonomi, sistem pendidikan, sistem pertahanan, sistem keamanan dan semuanya itu mengalami situasi yang berat, karena apa, interaksi manusia seperti ini, kita dulu duduk ini enggak berjauhan, tapi coba kita menjaga itu, semuanya berubah karena pandemi,” sambungnya.
Menurut Misbakhun, Jokowi yang memegang rapor para menteri dan mengoperasikan negara dalam situasi emergency tentunya tahu yang dibutuhkan. Apakah instruksi-instruksi bisa diterjemahkan oleh menterinya itu, karena ini kan adalah hubungan seorang presiden dengan menterinya, dan apakah perintahnya efektif.
“Itulah kalau menurut saya kebutuhan tentang reshuffle atau tidak hanya presiden yang tahu, karena apa, persepsi pemerintahannya Pak Jokowi itu harus memberikan legacy yang dirasakan oleh rakyat,” terang anggota Komisi XI DPR ini.
Sehingga, kata Misbakhun, kalaupun Jokowi melakukan reshuffle, itu menjadi kebutuhan pemerintah. Presiden perlu itu untuk menaikkan atau memperkuat kinerja. Tetapi, bukan berarti yang terkena reshuffle itu adalah orang yang jelek, tapi mungkin waktunya yang kurang tepat, karena menteri itu dipilih pada saat situasi normal dan kini masa pandemi.
Namun demikian, dia menambahkan, karena menteri-menteri ini bekerja untuk menerjemahkan visi misi presiden, jangan sampai yang tampil lebih banyak menterinya dari pada presidennya, dan jangan sampai menterinya terlalu banyak pencitraan daripada bekerja.
“Jadi pencitraannya itu harus kita lihat, antara citra persepsi dan kinerja, ini berjalan beriringan. Jangan citranya yang di dulukan, kinerjanya di belakang, terus dapatnya persepsi, bahwa citranya bagus, harusnya yang di depan itu adalah kinerja citra mengikuti belakangan, persepsi yang dibangun oleh rakyat adalah dia mendeliver visi misinya presiden untuk rakyatnya,” pungkasnya.
“Sekarang bagaimana dengan kinerja kabinet kita, tentunya ini kan harus kita ukur dari sisi capaian. Pada saat tahun pertama ini kan kalau kita lihat antara saat dilantik dan sekarang kan kita satu setengah tahun, capaiannya apa, dengan sebagian setahun yaitu adalah fase pandemi dan itu adalah fase paling berat dalam perjalanan kita,” kata Misbakun dalam Dialektika Demokrasi DPR yang bertajuk “Membaca Peta Parlemen Pasca-Reshuffle Jilid II” di Media Center DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (22/4/2021).
“Baik itu mengelola sistem sosial, sistem ekonomi, sistem pendidikan, sistem pertahanan, sistem keamanan dan semuanya itu mengalami situasi yang berat, karena apa, interaksi manusia seperti ini, kita dulu duduk ini enggak berjauhan, tapi coba kita menjaga itu, semuanya berubah karena pandemi,” sambungnya.
Menurut Misbakhun, Jokowi yang memegang rapor para menteri dan mengoperasikan negara dalam situasi emergency tentunya tahu yang dibutuhkan. Apakah instruksi-instruksi bisa diterjemahkan oleh menterinya itu, karena ini kan adalah hubungan seorang presiden dengan menterinya, dan apakah perintahnya efektif.
“Itulah kalau menurut saya kebutuhan tentang reshuffle atau tidak hanya presiden yang tahu, karena apa, persepsi pemerintahannya Pak Jokowi itu harus memberikan legacy yang dirasakan oleh rakyat,” terang anggota Komisi XI DPR ini.
Sehingga, kata Misbakhun, kalaupun Jokowi melakukan reshuffle, itu menjadi kebutuhan pemerintah. Presiden perlu itu untuk menaikkan atau memperkuat kinerja. Tetapi, bukan berarti yang terkena reshuffle itu adalah orang yang jelek, tapi mungkin waktunya yang kurang tepat, karena menteri itu dipilih pada saat situasi normal dan kini masa pandemi.
Namun demikian, dia menambahkan, karena menteri-menteri ini bekerja untuk menerjemahkan visi misi presiden, jangan sampai yang tampil lebih banyak menterinya dari pada presidennya, dan jangan sampai menterinya terlalu banyak pencitraan daripada bekerja.
“Jadi pencitraannya itu harus kita lihat, antara citra persepsi dan kinerja, ini berjalan beriringan. Jangan citranya yang di dulukan, kinerjanya di belakang, terus dapatnya persepsi, bahwa citranya bagus, harusnya yang di depan itu adalah kinerja citra mengikuti belakangan, persepsi yang dibangun oleh rakyat adalah dia mendeliver visi misinya presiden untuk rakyatnya,” pungkasnya.
(muh)