KPK: Sebagian Besar Perilaku Korupsi dari Pelaku Usaha Berupa Penyuapan

Jum'at, 16 April 2021 - 16:54 WIB
loading...
KPK: Sebagian Besar...
Pihak KPK, yang diwakili Direktorat Antikorupsi Badan Usaha (AKBU), Aminudin menyebutkan, perilaku suap masih menjadi modus utama pelaku usaha di Indonesia. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang diwakili Direktorat Antikorupsi Badan Usaha (AKBU), Aminudin menyebutkan perilaku suap masih menjadi modus utama pelaku usaha di Indonesia.



Aminudin menjelaskan, sesuai Pasal 12B Ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap apabila berhubungan dengan jabatan dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugas mereka.

Sementara, pada Pasal 12B ayat 2, kata Aminudin, pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima suap adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 Miliar.

"Suap merupakan tindak pidana bagi pemberi maupun penerima. Tapi, sanksi hukum tidak berlaku, jika penerima melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi," jelasnya.

KPK pun mendorong pelaku usaha mengikuti sertifikasi Ahli Pembangun Integritas (API) yang diadakan oleh KPK. erta mengaplikasikan sistem manajemen antisuap di internal perusahaan,

"Dengan menggunakan prinsip ISO 37001 atau mengikuti pedoman KPK dalam Panduan Pencegahan Korupsi (CEK) untuk dunia usaha," ungkapnya.

Di kesempatan yang sama, Direktur Utama Indonesia Port Corporation (IPC) atau PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II Arif Suhartono menegaskan, pihaknya selalu berusaha agar dalam pelaksanaan tugas sehari-hari tak ada aturan yang ditabrak.

Arif meyakini, semua pegawai dan pemangku-kepentingan di PT Pelindo berkomitmen untuk perbaikan sistem logistik di Indonesia, dengan melaksanakan tugas secara tepat dan tidak melanggar ketentuan.

"Kita ingin berperan lebih banyak dalam perbaikan sistem logistik di Indonesia. Dalam setiap proses harus melalui aturan yang benar. Kita harus menerapkan Good Corporate Governance (GCG) secara tepat," kata Arif.

"Di sinilah pentingnya berkomunikasi dan meminta masukan dari KPK, sehingga apa yang kita lakukan, meskipun tujuannya baik, bila ada proses yang tak baik hasilnya akan tak baik," imbuhnya.
(maf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1541 seconds (0.1#10.140)