Isu Reshuffle Kabinet, Presiden Jokowi Juga Diminta Evaluasi Moeldoko
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Indostrategic, Khoirul Umam menyatakan, jika sudah mendirikan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), seharusnya nomenklatur Ristek itu dijalankan sekalian oleh BRIN. Menurutnya, jika ditempelkan ke Dikbud, maka tupoksi lembaga menjadi semakin kompleks.
Hal itu dikatakan Umam menanggapi usulan peleburan nomenklatur kementerian dan kementerian investasi yang 'memaksa' presiden Jokowi harus merombak (reshuffle) kabinetnya.
"Ristek ini harus diurus serius. Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan memiliki lembaga serupa, yg mengembangkan riset-riset terapan dan menjadi inkubator bagi perusahaan-perusahaan teknologi dan manufaktur, untuk dibimbing, dikembangkan, dicarikan skema pendanaan, dan didukung strategi marketingnya, sehingga banyak produk-produk teknologi terapan berhasil diproduksi oleh kebersamaan pasar dan negara," ungkapnya saat dihubungi, Kamis (15/4/2021).
Umam mengaku menyaksikan sendiri pada saat datang ke markas besarnya ITRI Taiwan, lembaga riset teknologi dan inkubator UMKM tekolonogi yang akhirnya berhasil menelorkan brand-brand terkenal seperti Acer, LG dan lainnya.
"Jadi, untuk menjalankan fungsi itu, BRIN harus menetapkan prioritas riset dan development dg support yang jelas dan terukur, bebas dari kepentingan branding politik yang sering dimanfaatkan politisi-politisi yang numpang tenar," ujarnya.
"Problemnya sekarang, apakah BRIN punya kewenangan yang jelas dan kuat untuk menjalankan tata kelola riset nasional atau tidak? Kalo nomenklaturnya badan, dia gak kuat. Jadi, saya agak khawatir dengan nomenklatur baru ini justru arah tata kelola riset nasional makin gak jelas," imbuh Dosen Universitas Paramadina itu.
Adapun, kata Umam terkait Kementerian Investasi, ini berarti mengubah nomenklatur kementerian-kementerian yang fokus pada investasi seperti BKPM, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, hingga Kemenko Maritim dan Investasi. Selain itu, kementerian baru ini harus mampu mempertegas fungsi Lembaga Pengelola Investasi (LPI) yg dihasilkan dari negosiasi kepentingan besar di balik pengesahan UU Ciptaker.
Dia menganggap, terlepas dari itu, problem utama tentang investasi bukan semata-mata terkait kelembagaan, tetapi juga problem lain yang pemerintah sendiri kurang optimal untuk memperbaikinya, yakni problem keadilan dan kepastian hukum, stabilitas politik dan keamanan, lemahnya efektivitas birokrasi, hingga kurang stabilnya dinamika di dalam tubuh serikat pekerja nasional.
Di sisi lain, Umam juga menyoroti tentang sepak terjang dan kinerja Kantor Staf Presiden yang dipimpin mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Moeldoko. Umam berharap, presiden mau mengevaluasi KSP Moeldoko dalam reshuffle kali ini.
"Pos KSP yang diisi Moeldoko menjadi bagian yang perlu dievaluasi Presiden. Evaluasi KSP itu akan menjadi pendidikan politik yang baik bagi masyarakat. Sekaligus mempertegaskan komitmen pemerintah terhadap demokrasi, menghormati oposisi dan perbedaan pandangan politik," ujarnya.
Hal itu dikatakan Umam menanggapi usulan peleburan nomenklatur kementerian dan kementerian investasi yang 'memaksa' presiden Jokowi harus merombak (reshuffle) kabinetnya.
"Ristek ini harus diurus serius. Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan memiliki lembaga serupa, yg mengembangkan riset-riset terapan dan menjadi inkubator bagi perusahaan-perusahaan teknologi dan manufaktur, untuk dibimbing, dikembangkan, dicarikan skema pendanaan, dan didukung strategi marketingnya, sehingga banyak produk-produk teknologi terapan berhasil diproduksi oleh kebersamaan pasar dan negara," ungkapnya saat dihubungi, Kamis (15/4/2021).
Umam mengaku menyaksikan sendiri pada saat datang ke markas besarnya ITRI Taiwan, lembaga riset teknologi dan inkubator UMKM tekolonogi yang akhirnya berhasil menelorkan brand-brand terkenal seperti Acer, LG dan lainnya.
"Jadi, untuk menjalankan fungsi itu, BRIN harus menetapkan prioritas riset dan development dg support yang jelas dan terukur, bebas dari kepentingan branding politik yang sering dimanfaatkan politisi-politisi yang numpang tenar," ujarnya.
"Problemnya sekarang, apakah BRIN punya kewenangan yang jelas dan kuat untuk menjalankan tata kelola riset nasional atau tidak? Kalo nomenklaturnya badan, dia gak kuat. Jadi, saya agak khawatir dengan nomenklatur baru ini justru arah tata kelola riset nasional makin gak jelas," imbuh Dosen Universitas Paramadina itu.
Adapun, kata Umam terkait Kementerian Investasi, ini berarti mengubah nomenklatur kementerian-kementerian yang fokus pada investasi seperti BKPM, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, hingga Kemenko Maritim dan Investasi. Selain itu, kementerian baru ini harus mampu mempertegas fungsi Lembaga Pengelola Investasi (LPI) yg dihasilkan dari negosiasi kepentingan besar di balik pengesahan UU Ciptaker.
Dia menganggap, terlepas dari itu, problem utama tentang investasi bukan semata-mata terkait kelembagaan, tetapi juga problem lain yang pemerintah sendiri kurang optimal untuk memperbaikinya, yakni problem keadilan dan kepastian hukum, stabilitas politik dan keamanan, lemahnya efektivitas birokrasi, hingga kurang stabilnya dinamika di dalam tubuh serikat pekerja nasional.
Di sisi lain, Umam juga menyoroti tentang sepak terjang dan kinerja Kantor Staf Presiden yang dipimpin mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Moeldoko. Umam berharap, presiden mau mengevaluasi KSP Moeldoko dalam reshuffle kali ini.
"Pos KSP yang diisi Moeldoko menjadi bagian yang perlu dievaluasi Presiden. Evaluasi KSP itu akan menjadi pendidikan politik yang baik bagi masyarakat. Sekaligus mempertegaskan komitmen pemerintah terhadap demokrasi, menghormati oposisi dan perbedaan pandangan politik," ujarnya.
(muh)