Politisasi Vaksin Nusantara Harus Dihentikan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tudingan Komisi IX DPR RI yang menyatakan bahwa Badan Pengawas Obat dan Makanan ( Badan POM ) tidak mendukung vaksin nusantara mendapat kritikan dari sejumlah kalangan.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI), Leon Alvinda Putra menilai, sikap wakil rakyat yang duduk di Komisi IX DPR RI itu cenderung mengabaikan penjelasan detail Kepala BPOM Penny K Lukito terkait hasil uji klinis fase I vaksin nusantara yang digagas oleh mantan Menkes Terawan Agus Putranto beberapa waktu lalu.
Menurut Leon, vaksin Covid-19 memang sangat diperlukan saat ini, tetapi bukan berarti mengabaikan prosedur yang telah ditetapkan. Bahkan Presiden Joko Widodo dalam sebuah kesempatan mendukung semua pengembangan vaksin, tapi mempercayakan evaluasi penilaiannya kepada BPOM.
Baca juga: Ini Sikap DPR Terkait Pemberhentian Vaksin Nusantara
Berdasarkan hasil uji klinis BPOM, ternyata vaksin nusantara belum lulus uji klinis fase I. Ini berarti vaksin nusantara belum lulus penilaian oleh BPOM. Leon mengimbau agar semua pihak harus paham bahwa vaksin harus memenuhi standar yang berlaku.
"Meskipun produk anak bangsa, tidak lantas bisa asal-asalan, sehingga bisa mengorbankan nyawa banyak orang karena dipolitisir," kata Leon dihubungi di Jakarta.
Leon pun mengingatkan agar jangan ada manuver atau politisasi yang cenderung membabi buta dari para wakil rakyat di Senayan terhadap vaksin nusantara yang awalnya bernama Vaksin Joglosemar (Jogja-Solo-Semarang) ini.
Baca juga: Eijkman: Vaksin Nusantara Pernah Dipakai untuk Terapi Kanker
Hal itu terlihat dalam rekaman rapat dengar pendapat (RDP) Komisi IX DPR bersama BPOM pada 10 Maret, dan 8 April yang viral di media sosial, di mana beberapa anggota dewan tampak menekan atau mengintervensi BPOM.
"Wakil rakyat dari Komisi Kesehatan DPR RI seharusnya bisa memahami dengan utuh bahwa vaksin itu berbasis saintifik dan berisiko, sehingga sangat ketat pengaturannya. Sikap BPOM yang tetap memegang teguh peraturan harus didukung oleh semua pihak," kata Leon.
Sebelumnya, epidemiolog Universitas Griffith, Brisbane, Australia, Dicky Budiman mewanti-wanti pemerintah jangan cepat mengklaim secara berlebihan vaksin nusantara karena belum dilakukan pengujian serta penilaian secara ilmiah dan transparan oleh BPOM dan para pakar.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI), Leon Alvinda Putra menilai, sikap wakil rakyat yang duduk di Komisi IX DPR RI itu cenderung mengabaikan penjelasan detail Kepala BPOM Penny K Lukito terkait hasil uji klinis fase I vaksin nusantara yang digagas oleh mantan Menkes Terawan Agus Putranto beberapa waktu lalu.
Menurut Leon, vaksin Covid-19 memang sangat diperlukan saat ini, tetapi bukan berarti mengabaikan prosedur yang telah ditetapkan. Bahkan Presiden Joko Widodo dalam sebuah kesempatan mendukung semua pengembangan vaksin, tapi mempercayakan evaluasi penilaiannya kepada BPOM.
Baca juga: Ini Sikap DPR Terkait Pemberhentian Vaksin Nusantara
Berdasarkan hasil uji klinis BPOM, ternyata vaksin nusantara belum lulus uji klinis fase I. Ini berarti vaksin nusantara belum lulus penilaian oleh BPOM. Leon mengimbau agar semua pihak harus paham bahwa vaksin harus memenuhi standar yang berlaku.
"Meskipun produk anak bangsa, tidak lantas bisa asal-asalan, sehingga bisa mengorbankan nyawa banyak orang karena dipolitisir," kata Leon dihubungi di Jakarta.
Leon pun mengingatkan agar jangan ada manuver atau politisasi yang cenderung membabi buta dari para wakil rakyat di Senayan terhadap vaksin nusantara yang awalnya bernama Vaksin Joglosemar (Jogja-Solo-Semarang) ini.
Baca juga: Eijkman: Vaksin Nusantara Pernah Dipakai untuk Terapi Kanker
Hal itu terlihat dalam rekaman rapat dengar pendapat (RDP) Komisi IX DPR bersama BPOM pada 10 Maret, dan 8 April yang viral di media sosial, di mana beberapa anggota dewan tampak menekan atau mengintervensi BPOM.
"Wakil rakyat dari Komisi Kesehatan DPR RI seharusnya bisa memahami dengan utuh bahwa vaksin itu berbasis saintifik dan berisiko, sehingga sangat ketat pengaturannya. Sikap BPOM yang tetap memegang teguh peraturan harus didukung oleh semua pihak," kata Leon.
Sebelumnya, epidemiolog Universitas Griffith, Brisbane, Australia, Dicky Budiman mewanti-wanti pemerintah jangan cepat mengklaim secara berlebihan vaksin nusantara karena belum dilakukan pengujian serta penilaian secara ilmiah dan transparan oleh BPOM dan para pakar.