KSPI Demo Minta MK Batalkan UU Cipta Kerja
loading...
A
A
A
JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia ( KSPI ) menggelar demonstrasi di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (12/4/2021). KSPI meminta hakim MK membatalkan Omnibus law Undang-undang Cipta Kerja Nomor 11/2020, khusus klaster ketenagakerjaan yang dinilai akan membuat buruh makin terpojok.
Adapun aturan yang disorot oleh KSPI meliputi empat Peraturan Pemerintah (PP) turunan yakni PP 34 tentang Tenaga Kerja Asing, PP 35 tentang PKWT, Alih Daya, Waktu Kerja hingga PHK, PP 36 tentang Pengupahan, dan terakhir PP 37 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kehilangan Pekerjaan.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) KSPI Ramidi mengatakan terdapat banyak masalah yang sudah berulang kali disinggung oleh KSPI, seperti perubahan pesangon, jam kerja, ketentuan PKWT, hingga dihapusnya aturan Upah Minimum Kabupaten Kota (UMK).
Baca juga: Pemerintah Terbitkan PP Perizinan Usaha Turunan UU Cipta Kerja
"Kami harap MK segera mengabulkan tuntutan kita untuk mencabut Undang-Undang Cipta Kerja beserta peraturan turunannya," kata Ramidi di depan Gedung MK, Senin (12/4/2021).
Dia mengatakan, seharusnya pemerintah tidak menandatangani atau membuat PP turunan terkait klaster ketenagakerjaan. Untuk itu, dengan pengajuan sidang Judisial Review (JR) pada beberapa waku lalu, KSPI berharap hakim MK mengabulkan gugatan mereka.
"Tetapi bila ini (JR) tidak sama sekali diabaikan. Kami pasti akan melakukan langkah-langkah konstitusional karena itu yang kami kedepankan. Karena bukan cuma buruh yang kena imbas tapi seluruh masyarakat terkena imbasnya," katanya.
Baca juga: Strategi Optimalisasi UU Cipta Kerja dalam Mendorong Akselerasi Investasi
Ramidi menambahkan, langkah serius KSPI itu disertai dengan unjuk rasa serentak di 1.000 pabrik, 150 kabupaten/kota, dan 20 provinsi ini akan diikuti puluhan ribu buruh. Di Jakarta, aksi dipusatkan di Gedung Mahkamah Konstitusi. Sementara itu di daerah, aksi dilakukan di depan Kantor Bupati/Walikota atau Kantor Gubernur.
"Sementara di pabrik, perwakilan buruh melakukan aksi dengan cara keluar dari ruang produksi menuju halaman perusahaan (tidak keluar pagar perusahaan) dengan tetap mengikuti protokol kesehatan di perusahaan masing-masing," katanya.
Pihaknya berjanji bakal patuh terhadap protokol kesehatan (prokes) selama aksi berlangsung. "Kemudian kita akan menerapkan protokol kesehatan sesuai arahan dari petugas yang berwenang dan Satgas Covid-19," tutupnya.
Adapun aturan yang disorot oleh KSPI meliputi empat Peraturan Pemerintah (PP) turunan yakni PP 34 tentang Tenaga Kerja Asing, PP 35 tentang PKWT, Alih Daya, Waktu Kerja hingga PHK, PP 36 tentang Pengupahan, dan terakhir PP 37 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kehilangan Pekerjaan.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) KSPI Ramidi mengatakan terdapat banyak masalah yang sudah berulang kali disinggung oleh KSPI, seperti perubahan pesangon, jam kerja, ketentuan PKWT, hingga dihapusnya aturan Upah Minimum Kabupaten Kota (UMK).
Baca juga: Pemerintah Terbitkan PP Perizinan Usaha Turunan UU Cipta Kerja
"Kami harap MK segera mengabulkan tuntutan kita untuk mencabut Undang-Undang Cipta Kerja beserta peraturan turunannya," kata Ramidi di depan Gedung MK, Senin (12/4/2021).
Dia mengatakan, seharusnya pemerintah tidak menandatangani atau membuat PP turunan terkait klaster ketenagakerjaan. Untuk itu, dengan pengajuan sidang Judisial Review (JR) pada beberapa waku lalu, KSPI berharap hakim MK mengabulkan gugatan mereka.
"Tetapi bila ini (JR) tidak sama sekali diabaikan. Kami pasti akan melakukan langkah-langkah konstitusional karena itu yang kami kedepankan. Karena bukan cuma buruh yang kena imbas tapi seluruh masyarakat terkena imbasnya," katanya.
Baca juga: Strategi Optimalisasi UU Cipta Kerja dalam Mendorong Akselerasi Investasi
Ramidi menambahkan, langkah serius KSPI itu disertai dengan unjuk rasa serentak di 1.000 pabrik, 150 kabupaten/kota, dan 20 provinsi ini akan diikuti puluhan ribu buruh. Di Jakarta, aksi dipusatkan di Gedung Mahkamah Konstitusi. Sementara itu di daerah, aksi dilakukan di depan Kantor Bupati/Walikota atau Kantor Gubernur.
"Sementara di pabrik, perwakilan buruh melakukan aksi dengan cara keluar dari ruang produksi menuju halaman perusahaan (tidak keluar pagar perusahaan) dengan tetap mengikuti protokol kesehatan di perusahaan masing-masing," katanya.
Pihaknya berjanji bakal patuh terhadap protokol kesehatan (prokes) selama aksi berlangsung. "Kemudian kita akan menerapkan protokol kesehatan sesuai arahan dari petugas yang berwenang dan Satgas Covid-19," tutupnya.
(abd)