Ketua Komisi X Dukung Gelar Pahlawan Nasional untuk KH Bisri Syansuri
loading...
A
A
A
JAKARTA - Aspirasi masyarakat untuk pemberian gelar Pahlawan Nasional bagi KH Bisri Syansuri mendapat dukungan anggota DPR.
Pendiri Pondok Pesantren Mambaul Ma’arif Denanyar Jombang itu dinilai telah memenuhi kriteria objektif dan subjektif untuk mendapat gelar Pahlawan Nasional.
“Kontribusi KH Bisri Sansuri baik sebagai tokoh agama maupun tokoh nasional begitu besar bagi bangsa ini. Jejak perjuangan beliau baik semasa perang kemerdekaan hingga pasca kemerdekaan sedikit banyak mewarnai konfigurasi situasi politik, sosial, ekonomi, dan budaya Indonesia saat ini yang moderat,” ujar Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda usai Seminar Nasional bertajuk KH Bisri Syansuri: Berbakti dan Mengabdi untuk NKRI di Gedung PBNU, Jakarta, Rabu (20/5/2020).
Dia menjelaskan moderasi yang dinikmati Indonesia saat ini bukan hadir begitu saja. Sebelum dan pascakemerdekaan, tarik menarik ideologi begitu mewarnai perjalanan Indonesia yang saat itu masih begitu muda sebagai sebuah negara.
Perdebatan sengit tentang Piagam Jakarta hingga hadirnya pemberontakan PKI di Madiun di awal kemerdekaan menjadi contoh kecil betapa Indonesia sebagai negara bisa saja jatuh di titik ekstrem kanan maupun kiri.
“Kehadiran triumvirat (aliansi politik informal dari tiga tokoh berpengaruh) KH Hasyim Asyarie, KH Wahab Chasbullah, dan KH Bisri Syansuri yang teguh mengusung nilai Islam moderat dalam kehidupan bernegara saat itu menjadi penengah sehingga Indonesia tidak menjadi negara sekuler pun tidak menjadi negara agama,” tuturnya. ( )
Kontribusi KH Bisri Syansuri, lanjut Huda, kian terasa saat kiai kelahiran Pati, Jawa Tengah tersebut duduk sebagai Rais Aam PBNU di tahun 1971. Berbagai pandangan moderat KH Bisri Sansuri banyak diadopsi sebagai kebijakan negara seperti lahirnya terangkum dalam UU Nomor 1/1974 tentang Perkawinan.
“Mbah Bisri juga dikenal sebagai pelopor pendidikan bagi kaum perempuan di mana beliau adalah kiai pertama yang mendirikan pesantren khusus putri di Indonesia,” katanya.
Alumni Pondok Pesantren Denanyar Jombang ini menilai berbagai kiprah KH Bisri Syansuri baik sebagai salah satu pelopor resolusi jihad, anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), anggota Dewan Konstituante hingga menjadi anggota DPR tidak bisa dilepaskan daripada pendekatan fikih.
Berbagai pandangan keagamaan KH Bisri Syansuri yang mampu memadukan pendekatan tekstual dan konstekstual membuat sosok mbah Bisri diterima banyak kalangan. Menurutnya pendekatan KH Bisri Syansuri tersebut harusnya menjadi inspirasi bagi generasi muda Indonesia.
“Pendekatan fikih yang mensyaratkan adanya pertimbangan hukum-hukum agama dalam mengonstektualisasi berbagai persoalan di bidang sosial, politik, ekonomi, dan budaya dalam hemat saya saat ini harus dimiliki oleh para pemangku kepentingan di Indonesia baik para pejabat negara, aktivis politik, hingga para pelaku usaha. Hanya dengan jalan demikian, kita akan mampu mengakselerasi pembangunan di Indonesia,” tuturnya.
Pendiri Pondok Pesantren Mambaul Ma’arif Denanyar Jombang itu dinilai telah memenuhi kriteria objektif dan subjektif untuk mendapat gelar Pahlawan Nasional.
“Kontribusi KH Bisri Sansuri baik sebagai tokoh agama maupun tokoh nasional begitu besar bagi bangsa ini. Jejak perjuangan beliau baik semasa perang kemerdekaan hingga pasca kemerdekaan sedikit banyak mewarnai konfigurasi situasi politik, sosial, ekonomi, dan budaya Indonesia saat ini yang moderat,” ujar Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda usai Seminar Nasional bertajuk KH Bisri Syansuri: Berbakti dan Mengabdi untuk NKRI di Gedung PBNU, Jakarta, Rabu (20/5/2020).
Dia menjelaskan moderasi yang dinikmati Indonesia saat ini bukan hadir begitu saja. Sebelum dan pascakemerdekaan, tarik menarik ideologi begitu mewarnai perjalanan Indonesia yang saat itu masih begitu muda sebagai sebuah negara.
Perdebatan sengit tentang Piagam Jakarta hingga hadirnya pemberontakan PKI di Madiun di awal kemerdekaan menjadi contoh kecil betapa Indonesia sebagai negara bisa saja jatuh di titik ekstrem kanan maupun kiri.
“Kehadiran triumvirat (aliansi politik informal dari tiga tokoh berpengaruh) KH Hasyim Asyarie, KH Wahab Chasbullah, dan KH Bisri Syansuri yang teguh mengusung nilai Islam moderat dalam kehidupan bernegara saat itu menjadi penengah sehingga Indonesia tidak menjadi negara sekuler pun tidak menjadi negara agama,” tuturnya. ( )
Kontribusi KH Bisri Syansuri, lanjut Huda, kian terasa saat kiai kelahiran Pati, Jawa Tengah tersebut duduk sebagai Rais Aam PBNU di tahun 1971. Berbagai pandangan moderat KH Bisri Sansuri banyak diadopsi sebagai kebijakan negara seperti lahirnya terangkum dalam UU Nomor 1/1974 tentang Perkawinan.
“Mbah Bisri juga dikenal sebagai pelopor pendidikan bagi kaum perempuan di mana beliau adalah kiai pertama yang mendirikan pesantren khusus putri di Indonesia,” katanya.
Alumni Pondok Pesantren Denanyar Jombang ini menilai berbagai kiprah KH Bisri Syansuri baik sebagai salah satu pelopor resolusi jihad, anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), anggota Dewan Konstituante hingga menjadi anggota DPR tidak bisa dilepaskan daripada pendekatan fikih.
Berbagai pandangan keagamaan KH Bisri Syansuri yang mampu memadukan pendekatan tekstual dan konstekstual membuat sosok mbah Bisri diterima banyak kalangan. Menurutnya pendekatan KH Bisri Syansuri tersebut harusnya menjadi inspirasi bagi generasi muda Indonesia.
“Pendekatan fikih yang mensyaratkan adanya pertimbangan hukum-hukum agama dalam mengonstektualisasi berbagai persoalan di bidang sosial, politik, ekonomi, dan budaya dalam hemat saya saat ini harus dimiliki oleh para pemangku kepentingan di Indonesia baik para pejabat negara, aktivis politik, hingga para pelaku usaha. Hanya dengan jalan demikian, kita akan mampu mengakselerasi pembangunan di Indonesia,” tuturnya.
(dam)