Indonesia dan Taiwan Kaji Pembebasan Biaya Penempatan bagi Pekerja Migran Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Guna menindaklanjuti pertemuan virtual antara Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia dengan kepala TETO di Jakarta pada 18 Maret 2021 yang lalu, Pemerintah Indonesia bersama dengan Otoritas Taiwan terus membahas tentang perlindungan dan penempatan bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI), salah satunya mengkaji biaya penempatan bagi PMI.
"Pertemuan ini merupakan pertemuan yang sangat penting bagi kedua pihak, baik Indonesia maupun Taiwan untuk melakukan evaluasi mengenai Perekrutan, Penempatan dan Perlindungan bagi PMI," ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Anwar Sanusi, di Jakarta, Kamis (8/4/2021).
Menurut Sekjen Anwar, sebagaimana diketahui bahwa Pemerintah Indonesia telah menerbitkan dan memberlakukan Undang–Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Sejak itu, terdapat perubahan yang sangat signifikan dalam tata kelola penempatan dan pelindungan PMI yang telah diatur dalam undang-undang tersebut, yang bertujuan untuk lebih memastikan terpenuhinya hak-hak pekerja migran sehingga mereka dapat bekerja secara layak dan terlindungi dengan baik.
Salah satu poin yang diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2017 yaitu ketentuan Pasal 30 yang mengamanatkan bahwa setiap PMI tidak boleh dibebankan biaya penempatan. Pengaturan biaya penempatan selanjutnya diatur dalam Peraturan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pembebasan Biaya Penempatan PMI.
Tujuan utama dari pengaturan pembebasan biaya penempatan ini adalah untuk menghilangkan adanya praktik overcharge yang selama ini terjadi dan sangat merugikan PMI. "Pada pertemuan ini, kami bermaksud untuk memperoleh tanggapan dari pihak Taiwan atas penjelasan yang pernah kami sampaikan melalui BP2MI mengenai kebijakan pembebasan biaya penempatan, serta sekaligus mendiskusikan beberapa isu lain yang menjadi concern kedua pihak," ujar Anwar yang juga ketua delegasi pada pertemuan Joint Task Force Indonesia-Taiwan secara virtual.
Sementara itu, Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani dalam kesempatan ini memaparkan terkait beberapa komponen pembiayaan yang nantinya dibebankan kepada CPMI, pihak pemberi kerja, maupun Pemerintah. Komponen pembiayaan yang dimaksud di antaranya yakni pelatihan, pemeriksaan kesehatan, tes psikologi, paspor dan visa, Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), akomodasi tiket, legalisasi Perjanjian Kerja, jasa Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) dan jasa penempatan agency di Taiwan, serta jaminan sosial.
"Dalam perkembangan skema pembiayaan ini, kami terus berkoordinasi dan menyosialisasikan baik kepada kementerian/lembaga, para Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI), Pemerintah Daerah, serta asosiasi jasa perusahaan penyalur CPMI," tuturnya.
Ketua Delegasi Taiwan sekaligus Deputy Minister, Ministry of Labour Taiwan Wang An-Pan, menuturkan bahwa pihaknya mengerti sekali terkait biaya penempatan tentu akan ada perubahan mekanisme yang akan berlanjut baik bagi para pengguna jasa PMI, ataupun bagi CPMI itu sendiri.
"Dengan itu kami bersedia untuk melakukan negoisasi maupun musyawarah lebih lanjut untuk membicarakan perubahan mekanisme ini. Kedua belah pihak perlu menyepakati terlebih dahulu atas kebijakan pembebasan biaya ini, sebelum diberlakukan," lanjutnya.
Sebagai penutup, Sekjen Anwar mengutarakan terkait ketetapan teknis biaya penempatan yang dibahas saat ini masih membutuhkan waktu dan perlu pendalaman yang detail. Hal ini diperlukan juga koordinasi lintas kementerian/lembaga dan juga asosiasi jasa P3MI, untuk dapat menyepakati ini kedepan, guna tetap melindungi hak-hak dan juga keberlangsungan bagi Pekerja Migran Indonesia. (CM)
"Pertemuan ini merupakan pertemuan yang sangat penting bagi kedua pihak, baik Indonesia maupun Taiwan untuk melakukan evaluasi mengenai Perekrutan, Penempatan dan Perlindungan bagi PMI," ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Anwar Sanusi, di Jakarta, Kamis (8/4/2021).
Menurut Sekjen Anwar, sebagaimana diketahui bahwa Pemerintah Indonesia telah menerbitkan dan memberlakukan Undang–Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Sejak itu, terdapat perubahan yang sangat signifikan dalam tata kelola penempatan dan pelindungan PMI yang telah diatur dalam undang-undang tersebut, yang bertujuan untuk lebih memastikan terpenuhinya hak-hak pekerja migran sehingga mereka dapat bekerja secara layak dan terlindungi dengan baik.
Salah satu poin yang diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2017 yaitu ketentuan Pasal 30 yang mengamanatkan bahwa setiap PMI tidak boleh dibebankan biaya penempatan. Pengaturan biaya penempatan selanjutnya diatur dalam Peraturan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pembebasan Biaya Penempatan PMI.
Tujuan utama dari pengaturan pembebasan biaya penempatan ini adalah untuk menghilangkan adanya praktik overcharge yang selama ini terjadi dan sangat merugikan PMI. "Pada pertemuan ini, kami bermaksud untuk memperoleh tanggapan dari pihak Taiwan atas penjelasan yang pernah kami sampaikan melalui BP2MI mengenai kebijakan pembebasan biaya penempatan, serta sekaligus mendiskusikan beberapa isu lain yang menjadi concern kedua pihak," ujar Anwar yang juga ketua delegasi pada pertemuan Joint Task Force Indonesia-Taiwan secara virtual.
Sementara itu, Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani dalam kesempatan ini memaparkan terkait beberapa komponen pembiayaan yang nantinya dibebankan kepada CPMI, pihak pemberi kerja, maupun Pemerintah. Komponen pembiayaan yang dimaksud di antaranya yakni pelatihan, pemeriksaan kesehatan, tes psikologi, paspor dan visa, Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), akomodasi tiket, legalisasi Perjanjian Kerja, jasa Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) dan jasa penempatan agency di Taiwan, serta jaminan sosial.
"Dalam perkembangan skema pembiayaan ini, kami terus berkoordinasi dan menyosialisasikan baik kepada kementerian/lembaga, para Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI), Pemerintah Daerah, serta asosiasi jasa perusahaan penyalur CPMI," tuturnya.
Ketua Delegasi Taiwan sekaligus Deputy Minister, Ministry of Labour Taiwan Wang An-Pan, menuturkan bahwa pihaknya mengerti sekali terkait biaya penempatan tentu akan ada perubahan mekanisme yang akan berlanjut baik bagi para pengguna jasa PMI, ataupun bagi CPMI itu sendiri.
"Dengan itu kami bersedia untuk melakukan negoisasi maupun musyawarah lebih lanjut untuk membicarakan perubahan mekanisme ini. Kedua belah pihak perlu menyepakati terlebih dahulu atas kebijakan pembebasan biaya ini, sebelum diberlakukan," lanjutnya.
Sebagai penutup, Sekjen Anwar mengutarakan terkait ketetapan teknis biaya penempatan yang dibahas saat ini masih membutuhkan waktu dan perlu pendalaman yang detail. Hal ini diperlukan juga koordinasi lintas kementerian/lembaga dan juga asosiasi jasa P3MI, untuk dapat menyepakati ini kedepan, guna tetap melindungi hak-hak dan juga keberlangsungan bagi Pekerja Migran Indonesia. (CM)
(ars)