Permohonan Justice Collaborator Djoko Tjandra Ditolak, Ini Alasan Hakim

Senin, 05 April 2021 - 17:24 WIB
loading...
Permohonan Justice Collaborator...
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus menolak permohonan Justice Collaborator (JC) yang diajukan oleh Joko Soegiarto Tjandra (Djoko Tjandra). Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak permohonan Justice Collaborator (JC) yang diajukan oleh Joko Soegiarto Tjandra ( Djoko Tjandra ). JC merupakan saksi pelaku yang bekerja sama dengan aparat penegak hukum.

Majelis hakim membeberkan alasan pihaknya tidak mengabulkan permohonan JC Djoko Tjandra. Sebab, menurut hakim, Djoko Tjandra tidak memenuhi kriteria sebagaimana Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011.

"Jika dihubungkan dengan SEMA Nomor 4 Tahun 2011, maka majelis berpendapat terdakwa tidak memenuhi kriteria sebagai JC sehingga permohonan tidak dapat dikabulkan," ujar Majelis Hakim Saifuddin Zuhri di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (5/4/2021).

Berdasarkan SEMA Nomor 4 Tahun 2011, syarat untuk memperoleh status JC yakni merupakan pelaku tindak pidana tertentu. Kemudian, mengakui kejahatan yang dilakukannya, bukan pelaku utama, serta memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan.

Status JC memungkinkan seorang terpidana mendapat berbagai keringanan dalam hal masa hukumannya. Misalnya, remisi. Namun, syarat utama untuk mendapatkan JC yakni bukan pelaku utama.

Menurut hakim, sikap Djoko Tjandra yang meragukan adanya penyerahan uang sebesar USD500 ribu dari adik iparnya, Heriyadi Angga Kusuma kepada jaksa Pinangki Sirna Malasari membuktikan bahwa yang bersangkutan tidak mengakui perbuatannya.

Uang itu merupakan fee dari jumlah USD1 juta yang dijanjikan Djoko Tjandra untuk Pinangki Sirna Malasari. Uang diterima Pinangki melalui perantara yang merupakan kerabatnya, Andi Irfan Jaya.

Penyerahan uang sendiri terkait dengan fatwa Mahkamah Agung (MA) yang dimaksudkan agar Djoko lolos dari eksekusi dua tahun penjara atas kasus korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali.

Lebih lanjut, hakim tidak bisa menerima alasan Djoko yang mengaku tidak mengetahui aliran uang Rp10 miliar yang diserahkan kepada rekannya, Tommy Sumardi. Dalam fakta persidangan, uang itu digunakan Tommy untuk menyuap dua jenderal polisi dengan maksud agar nantinya Djoko bisa masuk ke wilayah Indonesia tanpa ditangkap.

Adapun, sejumlah langkah yang dilakukan adalah dengan mengecek status red notice dan menghapus DPO atas nama Djoko Tjandra di Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

Sementara dua jenderal polisi yang dimaksud yakni, Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri, Irjen Napoleon Bonaparte, yang menerima 200 ribu dolar Singapura dan USD370 ribu. Kemudian, Mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri, Brigjen Prasetijo Utomo, yang mendapatkan USD100 ribu.

"Terdakwa telah mengetahui kepada siapa uang tersebut akan diberikan," ucap hakim.

Sebelumnya, Djoko Tjandra divonis pidana selama empat tahun penjara dan denda sebesar Rp100 juta subsidair enam bulan kurungan atas dua kasus suapnya. Dua kasus suapnya itu yakni, terkait pengurusan fatwa MA dan penghapusan DPO.
(kri)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1344 seconds (0.1#10.140)