Wamen LHK: Perbaikan Lingkungan Butuh Keterlibatan Pemangku Kepentingan

Rabu, 31 Maret 2021 - 22:31 WIB
loading...
Wamen LHK: Perbaikan...
Wamen LHK Alue Dohong bersama Dirjen PKL Kementerian LHK MR Karliansyah. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Wamen LHK), Alue Dohong mengatakan, institusi lingkungan hidup selalu ditandai keterbatasan anggaran dan sumber daya manusia. Sejatinya keterbatasan ini justru memberikan peluang untuk membuktikan jati diri sebagai pemimpin lingkungan yang kolaboratif.



Lebih lanjut Aloe Dohong mengatakan, sumber daya yang berada di dunia usaha dan modal sosial yang berada di masyarakat perlu digali dan didorong untuk memperbaiki kualitas lingkungan. Sekali lagi berbagi kekuasaan dan pengaruh, dengan membangun sinergi dengan berbagai individu, organisasi dan komunitas adalah strategi pemimpin lingkungan kolaboratif.

"Model DPSIR (drivers, pressures, state, impact and response ) yang telah disinggung dalam rakernis ini dapat digunakan sebagai media untuk memahami konteks perbaikan lingkungan yang lebih baik, sebagai alat untuk mengkomunikasikan hubungan aspek sosial, ekonomi dan lingkungan yang kompleks dan membangun keterlibatan pemangku kepentingan," papar Aloe Dohong..

Terkait dengan Pemimpin Lingkungan, Aloe Dohong menjelaskan, semua pihak memiliki kesempatan untuk mempengaruhi arah dan kebijakan yang akan diambil.

"Oleh sebab itu, Bapak Ibu Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan di provinsi dan kabupaten kota dan kita semua sebagai pemimpin lingkungan perlu memiliki kapasitas untuk mampu mempelajari dan mengamati situasi lingkungan kolaborasi, memahami kontek perubahan yang akan dituju sebelum bertindak," jelasnya.

"Selain itu berbagi kekuasaan dan pengaruh, dengan membangun sinergi dengan berbagai individu, organisasi dan komunitas untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Selain itu, melakukan refleksi diri dan memperbaiki kualitas pribadi secara terus menerus, memgembangkan kepemimpinan pribadi dan mendorong kepemimpinan pemangku kepentingan lainnya," tambahnya.

Aloe Dohong juga meluruskan, berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup maka perlu ditegaskan, bahwa dengan peraturan tersebut maka anggapan AMDAL dan izin lingkungan tidak lagi ada atau dilemahkan adalah tidak benar.

"Secara prinsip dan konsep AMDAL dan Persetujuan Lingkungan kata Wamen, tidak berubah dari konsep pengaturan dalam ketentuan sebelumnya, perubahan lebih diarahkan untuk penyempurnaan kebijakan dalam aturan pelaksanaannya sesuai dengan tujuan Undang-Undang Cipta Kerja yang memberikan kemudahan kepada setiap orang dalam memperoleh Persetujuan Lingkungan namun dengan tetap memenuhi ketentuan yang ditetapkan," ungkapnya.

Sementara itu Dirjen PKL Kementerian LHK, MR Karliansyah membacakan kesepakatan Rakernis Ditjen PPKL Tahun 2021, terdiri dari 8 butir yakni :

Pertama hasil perhitungan IKLH (IKA, IKU, IKTL, IKAL) Tahun 2020, sudah dapat diterima oleh seluruh Pemerintah Daerah.

Kedua khusus untuk pemantauan kualitas air banyak titik pantau belum representative, belum memperhatikan segmen, masih terjadi penumpukan titik pantau di wilayah administrasi, penetapan titik antau belum mewakili wilayah, belum semua kab/kota berkontribusi terhadap nilai IKA karena tidak dilakukan pemantauan dan/ atau pemantauan yang dilakukan tidak memenuhi standar, pencatatan titik kooordinat belum tepat. Untuk itu, P3E akan menindaklanjuti penataan titik pantau ini.

Ketiga masih terdapat beberapa Kabupaten/Kota yang tidak dapat melakukan uji kualitas air terhadap semua parameter IKA karena terkendala sumber daya (anggaran, sarana pengujian dan kapasitas SDM). Untuk itu, Pemda Kab/Kota akan melakukan penataan kembali jumlah titik pemantauan, periode pemantauan dan kelengkapan parameter pemantauan dengan mengoptimalkan (mengurangi) jumlah titik pemantauan. Direktorat Pengendalian Pencemaran Air dan P3E akan menindaklanjuti penataan titik pemantauan ini.

Keempat, seluruh Daerah sudah setuju menggunakan metodologi perhitungan sesuai dengan Rancangan Peraturan Menteri yang sedang disusun oleh KLHK.

Kelima, untuk mengatasi kendala laboratorium yang belum terakreditasi, maka dapat digunakan metodologi yang sama dengan yang terdapat dalam Rancangan Peraturan Menteri LHK. P3E akan melakukan penyamaan standar, analisa dan pengambilan sampel untuk pengukuran kualitas air.

Keenam, Pemerintah Daerah dapat menggunakan data-data pemantauan dari pihak dunia usaha yang merupakan kewajiban pelaporan untuk pelaksanaan persetujuan lingkungan.

Ketujuh, untuk memudahkan pengumpulan dan evaluasi data, Ditjen PPKL dan P3E akan melakukan sosialisasi dan pelatihan penggunaan aplikasi Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (INKALINK).

Terakhir delapan, perlu dilakukan Bimbingan Teknis (BIMTEK) tentang Penghitungan IKTL, termasuk karakteristik jenis tutupan lahan yang dihitung dan penilaian performancenya.
(maf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1751 seconds (0.1#10.140)