Bertemu Hantu Laut, Prajurit Marinir Lolos dari Maut Setelah 3 Hari Terombang-ambing
loading...
A
A
A
Setibanya di kampung yang bernama desa Peitoko bukannya mereka segera dirawat dan diberi makanan lezat tetapi nyaris mereka dibunuh oleh Hansip karena disangka Fretellin. Untung pada saat-saat kritis tersebut datang seorang pedagang yang pernah bermukim di Gresik dan dengan perantaraannya berhasil meyakinkan saudara-saudara kita di Peitoko bahwa mereka betul-betul adalah Tentara Indonesia. Baru setelah mereka yakin bahwa kedua orang itu adalah anggota-anggota Korps Marinir TNI-AL mereka menyambutnya dengan penuh keharuan. Semua penduduk mengerumuninya dan juga kedua anggota Marinir inipun ikut menangis karena terharu.
Malam tersebut (tanggal: 9 Desember 1975) mereka berdua dirawat seorang Mantri Desa, luka-luka terutama dikaki diobatinya. Sedang rekan Soeyono pada malam tersebut mengalami kelumpuhan. Anggota badannya tidak dapat digerakkan. Serka Marinir Nurkamid menangis melihat kenyataan tersebut. Tetapi berkat rawatan penduduk dengan ramuan daun-daunan dan paginya Kopral Soeyono sudah mulai bisa duduk dan 2 hari kemudian sudah dapat berjalan normal. Tanggal 10 Desember 1975 mereka berdua masih dalam rawatan penduduk Peitoko. Sekitar jam 12.00 tengah hari Bapak Kepala Desa datang dari pedalaman yang baru pertama kali bertemu dengan kedua Marinir itu, karena waktu mereka datang di Peitoko beliau beserta para Pamong Desa lainnya sedang melaksanakan Sensus di pedalaman.
Sementara para anggota Hansip secara estafet terus melakukan pencarian sepanjang pantai selatan Alor dimana kemungkinan kedua rekannya mendarat. Tetapi sampai tanggal 12 Desember 1975 saat mereka dijemput Dan Ramil Alor Timur menuju Kota Kecamatan Martain Alor Timur, kedua rekannya belum ada beritanya. Saat-saat yang mengharukan bagi mereka adalah ketika diadakan do’a bersama di mesjid-mesjid dan gereja-gereja yang ditujukan untuk keselamatan tentara yang berjuang di Tim-Tim dan untuk mereka berdua beserta kedua rekan yang belum ketemu. Terima kasih yang sedalam-dalamnya untuk semua pertolongan yang tulus ikhlas dari saudara-saudara di Alor, semoga mendapatkan balasan dari Tuhan Yang Maha Esa.
Tentang perjalanan mereka berdua selanjutnya tidaklah banyak menjumpai kesulitan karena lewat daratan. Ringkasnya, setelah tiga hari mereka dirawat penduduk di Peitoko, mereka dijemput Dan Ramil Alor Timur, selanjutnya dengan melalui bukit-bukit karang sepanjang pantai Selatan Alor, menuju Martain untuk menghadap Camat Alor Timur. Perjalanan Peitoko-Martain selama 2 hari dimana setiap rombongan melalui kampung mereka selalu disambut dengan tangisan. Berita tentang mereka segera dikirim via SSB ke Bupati dan selanjutnya secana estafet diteruskan ke Gubernur dan ke Hankam. Dua hari mereka di Martain, selanjutnya dijemput perahu motor yang dikirimkan Bupati Alor. Dan pada 15 Desember 1975 mereka minta kepada Camat dan Dan Ramil selanjutnya berangkat menuju Kalabai ibukota Kabupaten Alor.
Tanggal 16 Desember 1975 pukul 21.00 mereka tiba di Kalabai dan langsung dibawa dengan kendaraan Dan Res ke rumah kediamannya karena khawatir diserbu penduduk yang sudah banyak menunggu di dermaga Kalabai. Sesudah makan malam, mereka dijemput Palaksa KRI Barakuda dan selanjutnya dirawat di KRI Jayawijaya, 2 hari di KRI Jayawijaya dijemput KRI Sorong dimana terdapat sebagian anggota Detasemen IPAM yang beristirahat. Mereka saling berpelukan dan bertangisan karena terharu, lebih-lebih setelah mereka menanyakan berita tentang Pelda Mar (anm) Slamet Priyono dan Serma Mar (anm) Soetardi yang ternyata belum ada kabar beritanya.
Tanggal 19 Desember 1975 dengan KRI Sorong mereka menuju Dilli dan pada pukul 16.00 hari itu juga mereka memasuki teluk Dilli. Dengan dijemput Dan Detasemen IPAM sendiri (Kapten Marinir A. Solangs) mereka dipindahkan ke Rumah Sakit Apung KRI. Multatuli. Seminggu kemudian mereka bergabung dengan anggota Detasemen lainnya dan aktip kembali, yang mana sebelum mereka kembali ke Pangkalan, mereka ikut bersama-sama mengambil bagian dalam operasi Pendaratan Amfibi di Betano pantai selatan dan di Lautem pantai Timur Tim-Tim. Dan pada 12 Pebruari 1976 bersama selesainya masa penugasan Pasmar 1 mereka kembali ke Pangkalan di Surabaya.
Sementara kedua rekan mereka yakni Pelda Mar (anm) Slamet Priyono dan Serma Mar (anm) Soetardi sampai saat ini tidak ada kabar beritanya. Dan Pimpinan TNI AL/Hankam telah memutuskan keduanya dinyatakan gugur sebagai pahlawan bangsa.
Malam tersebut (tanggal: 9 Desember 1975) mereka berdua dirawat seorang Mantri Desa, luka-luka terutama dikaki diobatinya. Sedang rekan Soeyono pada malam tersebut mengalami kelumpuhan. Anggota badannya tidak dapat digerakkan. Serka Marinir Nurkamid menangis melihat kenyataan tersebut. Tetapi berkat rawatan penduduk dengan ramuan daun-daunan dan paginya Kopral Soeyono sudah mulai bisa duduk dan 2 hari kemudian sudah dapat berjalan normal. Tanggal 10 Desember 1975 mereka berdua masih dalam rawatan penduduk Peitoko. Sekitar jam 12.00 tengah hari Bapak Kepala Desa datang dari pedalaman yang baru pertama kali bertemu dengan kedua Marinir itu, karena waktu mereka datang di Peitoko beliau beserta para Pamong Desa lainnya sedang melaksanakan Sensus di pedalaman.
Sementara para anggota Hansip secara estafet terus melakukan pencarian sepanjang pantai selatan Alor dimana kemungkinan kedua rekannya mendarat. Tetapi sampai tanggal 12 Desember 1975 saat mereka dijemput Dan Ramil Alor Timur menuju Kota Kecamatan Martain Alor Timur, kedua rekannya belum ada beritanya. Saat-saat yang mengharukan bagi mereka adalah ketika diadakan do’a bersama di mesjid-mesjid dan gereja-gereja yang ditujukan untuk keselamatan tentara yang berjuang di Tim-Tim dan untuk mereka berdua beserta kedua rekan yang belum ketemu. Terima kasih yang sedalam-dalamnya untuk semua pertolongan yang tulus ikhlas dari saudara-saudara di Alor, semoga mendapatkan balasan dari Tuhan Yang Maha Esa.
Tentang perjalanan mereka berdua selanjutnya tidaklah banyak menjumpai kesulitan karena lewat daratan. Ringkasnya, setelah tiga hari mereka dirawat penduduk di Peitoko, mereka dijemput Dan Ramil Alor Timur, selanjutnya dengan melalui bukit-bukit karang sepanjang pantai Selatan Alor, menuju Martain untuk menghadap Camat Alor Timur. Perjalanan Peitoko-Martain selama 2 hari dimana setiap rombongan melalui kampung mereka selalu disambut dengan tangisan. Berita tentang mereka segera dikirim via SSB ke Bupati dan selanjutnya secana estafet diteruskan ke Gubernur dan ke Hankam. Dua hari mereka di Martain, selanjutnya dijemput perahu motor yang dikirimkan Bupati Alor. Dan pada 15 Desember 1975 mereka minta kepada Camat dan Dan Ramil selanjutnya berangkat menuju Kalabai ibukota Kabupaten Alor.
Tanggal 16 Desember 1975 pukul 21.00 mereka tiba di Kalabai dan langsung dibawa dengan kendaraan Dan Res ke rumah kediamannya karena khawatir diserbu penduduk yang sudah banyak menunggu di dermaga Kalabai. Sesudah makan malam, mereka dijemput Palaksa KRI Barakuda dan selanjutnya dirawat di KRI Jayawijaya, 2 hari di KRI Jayawijaya dijemput KRI Sorong dimana terdapat sebagian anggota Detasemen IPAM yang beristirahat. Mereka saling berpelukan dan bertangisan karena terharu, lebih-lebih setelah mereka menanyakan berita tentang Pelda Mar (anm) Slamet Priyono dan Serma Mar (anm) Soetardi yang ternyata belum ada kabar beritanya.
Tanggal 19 Desember 1975 dengan KRI Sorong mereka menuju Dilli dan pada pukul 16.00 hari itu juga mereka memasuki teluk Dilli. Dengan dijemput Dan Detasemen IPAM sendiri (Kapten Marinir A. Solangs) mereka dipindahkan ke Rumah Sakit Apung KRI. Multatuli. Seminggu kemudian mereka bergabung dengan anggota Detasemen lainnya dan aktip kembali, yang mana sebelum mereka kembali ke Pangkalan, mereka ikut bersama-sama mengambil bagian dalam operasi Pendaratan Amfibi di Betano pantai selatan dan di Lautem pantai Timur Tim-Tim. Dan pada 12 Pebruari 1976 bersama selesainya masa penugasan Pasmar 1 mereka kembali ke Pangkalan di Surabaya.
Sementara kedua rekan mereka yakni Pelda Mar (anm) Slamet Priyono dan Serma Mar (anm) Soetardi sampai saat ini tidak ada kabar beritanya. Dan Pimpinan TNI AL/Hankam telah memutuskan keduanya dinyatakan gugur sebagai pahlawan bangsa.
(cip)