Bom di Gereja Katedral, Pengamat: Sinyal Mereka Ingin Tunjukkan Eksistensinya

Minggu, 28 Maret 2021 - 14:24 WIB
loading...
Bom di Gereja Katedral, Pengamat: Sinyal Mereka Ingin Tunjukkan Eksistensinya
Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Kertopati mengatakan, kejadian bom bunuh diri adalah signal bahwa merekka ingin menunjukkan eksistensinya. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Gereja Katedral, Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) menjadi sasaran bom bunuh diri. Dalam peristiwa itu sebanyak 14 orang dikabarkan mengalami luka-luka.

Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Kertopati mengatakan, dalam menganalisa kejadian terorisme harus dilakukan secara holistik. Secara probabilitas bisa saja ada hubungan atau tidak sama sekali dengan penangkapan teroris secara massal di Sulawesi Selatan (Sulsel). ”Kejadian bom bunuh diri itu tentu saja signal bahwa mereka ingin menunjukan eksistensinya. Oleh karena itu harus dikenali oleh aparar embrio terorisme di Indonesia itu apa,” ucapnya, Minggu (28/3/2021).

Secara akademis, militer di seluruh dunia juga bertugas menghadapi terorisme. Implikasi pemberantasan atau penanggulangan terorisme oleh militer dan polisi berbeda perspektif hukumnya karena terorisme bisa menjadi kejahatan terhadap negara atau kejahatan terhadap publik.

”Penanganan terorisme di Indonesia selama ini cenderung masih dalam klasifikasi kejahatan terhadap publik sehingga cenderung ditangani Polri semata. Jika terorisme mengancam keselamatan Presiden atau pejabat negara lainnya sebagai simbol negara, maka terorisme tersebut menjadi kejahatan terhadap negara dan harus ditanggulangi oleh TNI,” ujar Nuning, panggilan akrab Susaningtyas Kertopati kepada SINDOnews

Selain itu, terkait dengan jenis senjata dan bom yang digunakan oleh teroris masih tergolong konvensional, maka masuk kewenangan Polri. Tetapi jika senjata dan bom yang digunakan oleh teroris tergolong senjata pemusnah massal (Weapon of Mass Deatruction), seperti senjata nuklir, senjata biologi, senjata kimia dan senjata radiasi, maka yang menangani adalah TNI.

Selain subjek ancaman teror dan jenis senjata, maka rezim kedaulatan suatu negara juga berimplikasi kepada kewenangan penegakan hukum. Jika kejahatan teror dilakukan di wilayah kedaulatan penuh Indonesia, maka Polri dan TNI bisa bersama-sama menanggulangi.

”Tetapi jika rezimnya adalah hak berdaulat, maka TNI yang melakukan aksi penanggulangan. Hal ini penting untuk diketahui sehingga kedudukan siapa yang menangani dapat diterapkan dengan tepat,” kata mantan anggota Komisi I DPR ini.
(cip)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1775 seconds (0.1#10.140)