Penyelundup Narkoba Manfaatkan Jalur Tikus Perbatasan
loading...
A
A
A
MENINGKATNYA perederan narkoba selama masa pandemi diduga tak lepas dari banyaknya pengiriman narkoba yang masuk melewati titik perbatasan. Salah satu jalur penyelundupan yang banyak diincar sindikat adalah Entikong, Kalimantan Barat, wilayah perbatasan Indonesia dengan Malaysia.
Salah satu penyelundupan yang berhasil digagalkan melibatkan seorang pekerja migran Indonesia (PMI) yang bekerja di Malaysia. Pemuda tersebut menyelundupkan 18 kg sabu ke dalam sebuah koper melalui Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong di Kabupaten Sambas. Pelaku yang ditangkap pada Februari 2021 itu mengaku mendapat upah 10.000 Ringgit dari seorang bandar di Malaysia.
Para penyelundup kerap memanfaatkan para pekerja Indonesia yang pulang ke Indonesia untuk membawa barang haram. Narkotika dimasukkan melalui jalur resmi yakni melalui PLBN, maupun tidak resmi berupa jalan pintas atau jalur tikus yang banyak terdapat di perbatasan.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pendidikan (Fisip) Universitas Tanjungpura (Untan), Pontianak, Elyta yang melakukan riset di Entikong menyebut penggunaan jalur tikus jadi salah satu sebab mengapa penyelundupan di perbatasan masih sulit dihilangkan.
Modus penyelundupan melalui jalan tikus sebagian masih dengan cara lama, yakni membawa barang yang di dalamnya telah disembunyikan narkoba.
“Selain itu, ada modus baru, salah satunya menggunakan rute yang dengan skema estafet, bergantian. Tidak hanya menggunakan kendaraan saja, melainkan juga kerap berjalan kaki,” ujarnya kepada KORAN SINDO, Minggu (21/3).
Elyta meneliti penyelundupan narkoba di perbatasan menggunakan teori Cross Border Crime dan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Data penelitian diperoleh melalui wawancara dan studi literatur. Hasil riset yang sudah dipublikasikan melalui jurnal pada November 2020 ini, Elyta menemukan enam kelemahan yang menjadi penyebab sulitnya menanggulangi penyelundupan narkoba di perbatasan Entikong. Pertama, masih kurangnya sarana dan prasarana di pos-pos pemeriksaan untuk mendeteksi barang yang diselundupkan.
“Fasilitas pendeteksi terhadap jalur-jalur di perbatasan yang masih sedikit menyebabkan peredaran dan penyelundupan narkoba di jalur perbatasan Entikong Indonesia dan Malaysia masih marak terjadi,” ujarnya.
Kedua, masih berjalannya penyelundupan narkoba meski jaringan sindikat telah dipenjara. Pelaku masih bisa mengendalikan jaringan meski sudah menjalani tahanan. Ketiga, tidak tegasnya supremasi hukum yang dijalankan. Keempat, selalu bermunculan cara baru yang dilancarkan oleh sindikat. Kelima, dimanfaatkannya jalan pintas (jalur tikus) oleh para sindikat. Elyta menyebut panjang perbatasan darat Kalimantan Barat-Malaysia ialah sepanjang 965 kilometer dan di sepanjang garis tersebut terdapat banyak jalan pintas yang rawan untuk jadi jalur penyelundupan.
Satu faktor lain yang menjadi kendala menanggulangi sindikat penyelundupan adalah perbedaan peraturan antara Indonesia dan Malaysia. Hasil penelitian menemukan bahwa perbedaan hukum tersebut berfokus pada perbedaan hukuman yang diberikan ke dua negara pada pelaku penyelundupan.
“Namun Indonesia dan Malaysia telah berupaya untuk mencari jalan tengahnya melalui perundingan yang dilakukan antara Direktorat Reserse NarkobaKepolisian Daerah Kalimantan Baratdengan polis di Kuching,” ujar Sekretaris Prodi Fisip Untan ini.
Meski perbatasan di Kalbar jadi jalur empuk bagi sindikat penyelundup, namun Elyta mengapresiasi upaya perbaikan yang dilakukan. Pada 2020, kata dia, sudah terlihat upaya dari Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Kalbar memperketat penjagaan di perbatasan Entikong.
“Bahkan anjing pelacak akan ditempatkan di Polsek Entikong. Hal tersebut saya rasa merupakan satu langkah maju, terutama untuk menangani masalah ketersediaan fasilitas alat detektor,” ujarnya.
Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Pol Krisno H Siregar membeberkan modus operandi penyelundup di wilayah perbatasan, khususnya Entikong. Menurutnya, pelaku menyembunyikan narkoba di barang bawaan para pendatang atau wisatawan yang datang dari Malaysia. Pelaku berupaya mengelabui para petugas di PLBN. Selain itu, modus lainnya bisa menggunakan pengerah jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI) yang menjemput barang tersebut di perbatasan.
Berbagai upaya dilakukan untuk menggagalkan tiap upaya penyelundupan di perbatasan, termasuk memperkuat kerja sama dengan semua instansi yang ada di PLBN.
“Polri juga mengusulkan modernisasi peralatan deteksi di PLBN. Sementara pada titik yang ada pengawasan dari otoritas, kami hanya mengandalkan informasi intelijen,” ujarnya saat dihubungi, Sabtu (20/3) .
Memutus Suplai di Darat
Maraknya penyelundupan narkoba lewat perbatasan diakui oleh Kepala BNN Provinsi Kalbar Brigjen Pol Budi Wibowo. Bahkan, dalam tiga bulan terakhir jumlah narkoba yang diselundupkan naik. Meningkatnya kasus penyelundupan di perbatasan setidaknya bisa dilihat dalam dua aspek. Pertama, dari sisi berkas perkara. Selama 2020, BNNP Kalbar menangani 17 berkas perkara, sementara pada 2021, sampai Maret ini saja saja sudah ada 11 berkas perkara yang ditangani.
Kedua, dari sisi jumlah barang bukti juga terjadi kenaikan signifikan. Selama setahun pada 2020, barang bukti sabu yang disita sebanyak 12 kg lebih, sedangkan tahun ini, sampai Maret sudah disita 19,6 kg sabu.
Menurut Budi, kalau berdasarkan data tentu ada peningkatan kasus. Namun, menurutnya, dalam melihat data tersebut seharusnya digunakan perspektif berbeda. Baginya, makin tinggi kasus yang ditangani membuktikan kinerja aparat makin baik.
“Kasus narkoba ini kan tidak sama dengan kasus semacam penipuan, orang yang akan melapor kalau ditipu. Kalau narkoba kan oleh penyelidikan yang mencari. Jadi harusnya semakin tinggi kasus datanya maka semakin meningkatlah kinerja aparat. Harusnya seperti itu memandangnya,” ujarnya saat dihubungi Sabtu (20/3).
Dengan fakta banyaknya kasus penyelundupan yang digagalkan sejauh ini, menurut Budi itu menunjukkan BNPP Kalbar lebih fokus pada bagaimana startegi supply and demand. “Artinya bagaimana kami mereduksi suplainya. Jaringannya yang kami putuskan, bukan pengguna yang level gram-graman itu,” ujarnya.
Dalam lima bulan terakhir, atau jika ditarik ke November 2020, lanjut Budi, hampir semua percobaan penyelundupan lewat darat berhasil digagalkan. Termasuk satu ujicoba penyelundupan lewat udara juga bisa digagalkan. Dijelaskan, saat ini suplai dari bandar sudah terhambat oleh gerakan seluruh stakeholders, yang terdiri dari BNNP, Polda, Bea Cukai, Imigrasi dan Satgas Pengaman Perbatasan.
Namun, pihaknya tetap mewaspadai langkah sindikat, termasuk perubahan modus operandi.Sebab, kata dia, selama pecandu tidak direhab dengan sembuh total permintaan pasti akan terus ada.
“Saat ini kami sudah bisa menahan mereka (bandar) lewat darat. Nah, mereka (pengguna) pasti akan tetap berupaya mencari cara bagaimana memenuhi kebutuhannya, ini yang kami waspadai,” paparnya.
Budi mengatakan, setelah jalur darat digagalkan, tidak menutup kemungkinan pelaku penyelundup akan mencoba lewat perairan. Namun, BNNP Kalbar mencoba mendahului. “Kami memberikan pemahaman dan daya tangkal kepada masyarakat perairan, kami minta mereka menyatakan perang terhadap narkoba,” tandasnya.
bakti munir/faorick pakpahan
Salah satu penyelundupan yang berhasil digagalkan melibatkan seorang pekerja migran Indonesia (PMI) yang bekerja di Malaysia. Pemuda tersebut menyelundupkan 18 kg sabu ke dalam sebuah koper melalui Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong di Kabupaten Sambas. Pelaku yang ditangkap pada Februari 2021 itu mengaku mendapat upah 10.000 Ringgit dari seorang bandar di Malaysia.
Para penyelundup kerap memanfaatkan para pekerja Indonesia yang pulang ke Indonesia untuk membawa barang haram. Narkotika dimasukkan melalui jalur resmi yakni melalui PLBN, maupun tidak resmi berupa jalan pintas atau jalur tikus yang banyak terdapat di perbatasan.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pendidikan (Fisip) Universitas Tanjungpura (Untan), Pontianak, Elyta yang melakukan riset di Entikong menyebut penggunaan jalur tikus jadi salah satu sebab mengapa penyelundupan di perbatasan masih sulit dihilangkan.
Modus penyelundupan melalui jalan tikus sebagian masih dengan cara lama, yakni membawa barang yang di dalamnya telah disembunyikan narkoba.
“Selain itu, ada modus baru, salah satunya menggunakan rute yang dengan skema estafet, bergantian. Tidak hanya menggunakan kendaraan saja, melainkan juga kerap berjalan kaki,” ujarnya kepada KORAN SINDO, Minggu (21/3).
Elyta meneliti penyelundupan narkoba di perbatasan menggunakan teori Cross Border Crime dan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Data penelitian diperoleh melalui wawancara dan studi literatur. Hasil riset yang sudah dipublikasikan melalui jurnal pada November 2020 ini, Elyta menemukan enam kelemahan yang menjadi penyebab sulitnya menanggulangi penyelundupan narkoba di perbatasan Entikong. Pertama, masih kurangnya sarana dan prasarana di pos-pos pemeriksaan untuk mendeteksi barang yang diselundupkan.
“Fasilitas pendeteksi terhadap jalur-jalur di perbatasan yang masih sedikit menyebabkan peredaran dan penyelundupan narkoba di jalur perbatasan Entikong Indonesia dan Malaysia masih marak terjadi,” ujarnya.
Kedua, masih berjalannya penyelundupan narkoba meski jaringan sindikat telah dipenjara. Pelaku masih bisa mengendalikan jaringan meski sudah menjalani tahanan. Ketiga, tidak tegasnya supremasi hukum yang dijalankan. Keempat, selalu bermunculan cara baru yang dilancarkan oleh sindikat. Kelima, dimanfaatkannya jalan pintas (jalur tikus) oleh para sindikat. Elyta menyebut panjang perbatasan darat Kalimantan Barat-Malaysia ialah sepanjang 965 kilometer dan di sepanjang garis tersebut terdapat banyak jalan pintas yang rawan untuk jadi jalur penyelundupan.
Satu faktor lain yang menjadi kendala menanggulangi sindikat penyelundupan adalah perbedaan peraturan antara Indonesia dan Malaysia. Hasil penelitian menemukan bahwa perbedaan hukum tersebut berfokus pada perbedaan hukuman yang diberikan ke dua negara pada pelaku penyelundupan.
“Namun Indonesia dan Malaysia telah berupaya untuk mencari jalan tengahnya melalui perundingan yang dilakukan antara Direktorat Reserse NarkobaKepolisian Daerah Kalimantan Baratdengan polis di Kuching,” ujar Sekretaris Prodi Fisip Untan ini.
Meski perbatasan di Kalbar jadi jalur empuk bagi sindikat penyelundup, namun Elyta mengapresiasi upaya perbaikan yang dilakukan. Pada 2020, kata dia, sudah terlihat upaya dari Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Kalbar memperketat penjagaan di perbatasan Entikong.
“Bahkan anjing pelacak akan ditempatkan di Polsek Entikong. Hal tersebut saya rasa merupakan satu langkah maju, terutama untuk menangani masalah ketersediaan fasilitas alat detektor,” ujarnya.
Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Pol Krisno H Siregar membeberkan modus operandi penyelundup di wilayah perbatasan, khususnya Entikong. Menurutnya, pelaku menyembunyikan narkoba di barang bawaan para pendatang atau wisatawan yang datang dari Malaysia. Pelaku berupaya mengelabui para petugas di PLBN. Selain itu, modus lainnya bisa menggunakan pengerah jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI) yang menjemput barang tersebut di perbatasan.
Berbagai upaya dilakukan untuk menggagalkan tiap upaya penyelundupan di perbatasan, termasuk memperkuat kerja sama dengan semua instansi yang ada di PLBN.
“Polri juga mengusulkan modernisasi peralatan deteksi di PLBN. Sementara pada titik yang ada pengawasan dari otoritas, kami hanya mengandalkan informasi intelijen,” ujarnya saat dihubungi, Sabtu (20/3) .
Memutus Suplai di Darat
Maraknya penyelundupan narkoba lewat perbatasan diakui oleh Kepala BNN Provinsi Kalbar Brigjen Pol Budi Wibowo. Bahkan, dalam tiga bulan terakhir jumlah narkoba yang diselundupkan naik. Meningkatnya kasus penyelundupan di perbatasan setidaknya bisa dilihat dalam dua aspek. Pertama, dari sisi berkas perkara. Selama 2020, BNNP Kalbar menangani 17 berkas perkara, sementara pada 2021, sampai Maret ini saja saja sudah ada 11 berkas perkara yang ditangani.
Kedua, dari sisi jumlah barang bukti juga terjadi kenaikan signifikan. Selama setahun pada 2020, barang bukti sabu yang disita sebanyak 12 kg lebih, sedangkan tahun ini, sampai Maret sudah disita 19,6 kg sabu.
Menurut Budi, kalau berdasarkan data tentu ada peningkatan kasus. Namun, menurutnya, dalam melihat data tersebut seharusnya digunakan perspektif berbeda. Baginya, makin tinggi kasus yang ditangani membuktikan kinerja aparat makin baik.
“Kasus narkoba ini kan tidak sama dengan kasus semacam penipuan, orang yang akan melapor kalau ditipu. Kalau narkoba kan oleh penyelidikan yang mencari. Jadi harusnya semakin tinggi kasus datanya maka semakin meningkatlah kinerja aparat. Harusnya seperti itu memandangnya,” ujarnya saat dihubungi Sabtu (20/3).
Dengan fakta banyaknya kasus penyelundupan yang digagalkan sejauh ini, menurut Budi itu menunjukkan BNPP Kalbar lebih fokus pada bagaimana startegi supply and demand. “Artinya bagaimana kami mereduksi suplainya. Jaringannya yang kami putuskan, bukan pengguna yang level gram-graman itu,” ujarnya.
Dalam lima bulan terakhir, atau jika ditarik ke November 2020, lanjut Budi, hampir semua percobaan penyelundupan lewat darat berhasil digagalkan. Termasuk satu ujicoba penyelundupan lewat udara juga bisa digagalkan. Dijelaskan, saat ini suplai dari bandar sudah terhambat oleh gerakan seluruh stakeholders, yang terdiri dari BNNP, Polda, Bea Cukai, Imigrasi dan Satgas Pengaman Perbatasan.
Namun, pihaknya tetap mewaspadai langkah sindikat, termasuk perubahan modus operandi.Sebab, kata dia, selama pecandu tidak direhab dengan sembuh total permintaan pasti akan terus ada.
“Saat ini kami sudah bisa menahan mereka (bandar) lewat darat. Nah, mereka (pengguna) pasti akan tetap berupaya mencari cara bagaimana memenuhi kebutuhannya, ini yang kami waspadai,” paparnya.
Budi mengatakan, setelah jalur darat digagalkan, tidak menutup kemungkinan pelaku penyelundup akan mencoba lewat perairan. Namun, BNNP Kalbar mencoba mendahului. “Kami memberikan pemahaman dan daya tangkal kepada masyarakat perairan, kami minta mereka menyatakan perang terhadap narkoba,” tandasnya.
bakti munir/faorick pakpahan
(bmm)