Menanti Segera Kabar Haji dari Saudi
loading...
A
A
A
RENCANA operasional kembali kereta cepat Arab Saudi, Haramain High Speed Railway, mulai Rabu (31/3) mendatang menjadi informasi yang berharga bagi umat Islam. Kereta penghubung dua Kota Suci, Mekkah dan Madinah, ini resmi bakal bergerak lagi setelah ditutup tahun lalu karena pandemi Covid-19.
Namun, sejatinya tak sekadar reopening yang membuat umat Islam dunia begitu senang. Pengoperasian ini setidaknya menjadi penanda kuat bahwa situasi di Saudi tak lagi dalam level bahaya tinggi. Dengan memperlonggar aktivitas warganya melalui sektor transportasi, Saudi ingin menunjukkan bahwa semua perlu segera bergerak lagi, termasuk ekonomi dan investasi.
Jika merujuk data, angka kasus harian Covid-19 di Saudi memang belum sepenuhnya nol. Namun, beroperasinya lagi Haramain High Speed Railway setidaknya mengindikasikan bahwa Saudi semakin mampu mengendalikan persebaran virus korona.
Soal pengendalian Covid-19, bukanlah sesuatu yang baru bagi Saudi. Bahkan bisa dibilang, Saudi pernah mencatatkan prestasi besar dalam penanganan Covid-19 yang mampu melampaui capaian negara-negara lain. Kemampuan menyelenggarakan haji secara terbatas dan protokol kesehatan sangat ketat pada 2020 menjadi bukti bahwa Saudi tak bisa diremehkan. Saudi terbukti sangat hati-hati dan berhasil membuat model penanganan yang jitu. Bahkan strategi Saudi ini dipuji banyak negara hingga Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Kini perlahan, namun pasti Saudi tampak melakukan persiapan haji lagi. Pembukaan lagi Haramain High Speed Railway bisa jadi menjadi sarana warming up operasional haji. Pencopotan Mohammed Saleh bin Taher Banten dari jabatan menteri haji dan umrah yang dilakukan Raja Salman belum lama ini juga sangat mungkin bagian mematangkan persiapan itu. Lebih-lebih, program vaksinasi massal di Saudi juga tengah digalakkan. Per 17 Mei mendatang pun, Saudi juga ancang-ancang membuka kembali pintu penerbangan internasionalnya. Jika melihat mitigasi yang totalitas itu, ada potensi dan harapan besar bahwa haji tahun ini kembali digelar bahkan dengan jumlah yang lebih besar ketimbang 2020 meski tidak kuota normal sekitar 2,4 juta orang.
Namun, hingga kemarin semua memang masih misteri. Dan, upaya diplomasi serta lobi pun tak henti dilakukan pemerintah Indonesia. Hingga kini persiapan teknis juga terus dilakukan oleh Kementerian Agama (Kemenag). Di depan Komisi VIII DPR, Senin (15/3), Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pun begitu optimistis Saudi akan membuka haji lagi.
Pun demikian dengan persiapan penerbangan. Kemarin maskapai Garuda Indonesia menyatakan kesiapannya untuk terlibat lagi dalam pengangkutan jamaah haji. Di depan anggota parlemen, manajemen Garuda menyatakan telah menyiapkan 18 maskapai untuk kesuksesan penyelenggaraan haji.
Di tengah harapan besar dan situasi yang belum pasti ini, Pemerintah Indonesia perlu mengantisipasi betul dengan berbagai persiapan dan skenario yang matang. Dari semua mitigasi yang dilakukan itu, tentunya harus bertumpu pada kerangka besar, yakni terwujudnya penyelenggaraan ibadah haji yang memenuhi aturan syariat plus tidak membahayakan keselamatan jiwa jamaah.
Kemenag sebagai penyelenggara harus mematangkan prosedur baru baik sejak jamaah di Tanah Air, di Tanah Suci, dan kembali ke Indonesia. Tatanan anyar ini adalah sebuah keniscayaan karena pemberangkatan dan pemulangan tak lagi dilakukan seperti kondisi biasa. Risiko munculnya prosedur baru seperti pembatasan kuota jamaah, layanan transportasi, dan katering bisa jadi akan berefek pada anggaran yang membengkak. Fluktuasi-fluktuasi ini harus segera dikoordinasikan dengan otoritas terkait seperti Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) ataupun DPR. Tentu semangatnya agar haji nanti benar-benar aman baik administratif maupun penyelenggaraan.
Demikian pula, Kementerian Kesehatan juga harus mengupayakan agar jamaah bisa tetap bugar dan sehat. Tugas-tugas ini tidak mudah. Tapi, kita harus yakin, ketika keran haji nanti benar-benar dibuka Saudi meski dengan waktu persiapan yang sangat mepet, maka Pemerintah Indonesia tidak akan kelimpungan.
Sangat mungkin, Saudi begitu ingin persiapan haji 2021 dilaksanakan sesempurna mungkin. Mereka ingin prestasi yang tertoreh pada 2020 akan ditingkatkan lagi dengan kapasitas jamaah lebih besar. Dengan asumsi ini, maka belum juga diumumkannya gelaran rukun Islam kelima hingga empat bulan jelang puncak haji ini adalah bagian strategi Saudi membuat persiapan yang sangat komprehensif.
Apapun yang disiapkan Saudi, semua negara termasuk Indonesia saat ini begitu menunggu kabar baik dari Tanah Suci. Semakin cepat diumumkan, maka jelas persiapan bakal semakin matang.
Namun, sejatinya tak sekadar reopening yang membuat umat Islam dunia begitu senang. Pengoperasian ini setidaknya menjadi penanda kuat bahwa situasi di Saudi tak lagi dalam level bahaya tinggi. Dengan memperlonggar aktivitas warganya melalui sektor transportasi, Saudi ingin menunjukkan bahwa semua perlu segera bergerak lagi, termasuk ekonomi dan investasi.
Jika merujuk data, angka kasus harian Covid-19 di Saudi memang belum sepenuhnya nol. Namun, beroperasinya lagi Haramain High Speed Railway setidaknya mengindikasikan bahwa Saudi semakin mampu mengendalikan persebaran virus korona.
Soal pengendalian Covid-19, bukanlah sesuatu yang baru bagi Saudi. Bahkan bisa dibilang, Saudi pernah mencatatkan prestasi besar dalam penanganan Covid-19 yang mampu melampaui capaian negara-negara lain. Kemampuan menyelenggarakan haji secara terbatas dan protokol kesehatan sangat ketat pada 2020 menjadi bukti bahwa Saudi tak bisa diremehkan. Saudi terbukti sangat hati-hati dan berhasil membuat model penanganan yang jitu. Bahkan strategi Saudi ini dipuji banyak negara hingga Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Kini perlahan, namun pasti Saudi tampak melakukan persiapan haji lagi. Pembukaan lagi Haramain High Speed Railway bisa jadi menjadi sarana warming up operasional haji. Pencopotan Mohammed Saleh bin Taher Banten dari jabatan menteri haji dan umrah yang dilakukan Raja Salman belum lama ini juga sangat mungkin bagian mematangkan persiapan itu. Lebih-lebih, program vaksinasi massal di Saudi juga tengah digalakkan. Per 17 Mei mendatang pun, Saudi juga ancang-ancang membuka kembali pintu penerbangan internasionalnya. Jika melihat mitigasi yang totalitas itu, ada potensi dan harapan besar bahwa haji tahun ini kembali digelar bahkan dengan jumlah yang lebih besar ketimbang 2020 meski tidak kuota normal sekitar 2,4 juta orang.
Namun, hingga kemarin semua memang masih misteri. Dan, upaya diplomasi serta lobi pun tak henti dilakukan pemerintah Indonesia. Hingga kini persiapan teknis juga terus dilakukan oleh Kementerian Agama (Kemenag). Di depan Komisi VIII DPR, Senin (15/3), Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pun begitu optimistis Saudi akan membuka haji lagi.
Pun demikian dengan persiapan penerbangan. Kemarin maskapai Garuda Indonesia menyatakan kesiapannya untuk terlibat lagi dalam pengangkutan jamaah haji. Di depan anggota parlemen, manajemen Garuda menyatakan telah menyiapkan 18 maskapai untuk kesuksesan penyelenggaraan haji.
Di tengah harapan besar dan situasi yang belum pasti ini, Pemerintah Indonesia perlu mengantisipasi betul dengan berbagai persiapan dan skenario yang matang. Dari semua mitigasi yang dilakukan itu, tentunya harus bertumpu pada kerangka besar, yakni terwujudnya penyelenggaraan ibadah haji yang memenuhi aturan syariat plus tidak membahayakan keselamatan jiwa jamaah.
Kemenag sebagai penyelenggara harus mematangkan prosedur baru baik sejak jamaah di Tanah Air, di Tanah Suci, dan kembali ke Indonesia. Tatanan anyar ini adalah sebuah keniscayaan karena pemberangkatan dan pemulangan tak lagi dilakukan seperti kondisi biasa. Risiko munculnya prosedur baru seperti pembatasan kuota jamaah, layanan transportasi, dan katering bisa jadi akan berefek pada anggaran yang membengkak. Fluktuasi-fluktuasi ini harus segera dikoordinasikan dengan otoritas terkait seperti Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) ataupun DPR. Tentu semangatnya agar haji nanti benar-benar aman baik administratif maupun penyelenggaraan.
Demikian pula, Kementerian Kesehatan juga harus mengupayakan agar jamaah bisa tetap bugar dan sehat. Tugas-tugas ini tidak mudah. Tapi, kita harus yakin, ketika keran haji nanti benar-benar dibuka Saudi meski dengan waktu persiapan yang sangat mepet, maka Pemerintah Indonesia tidak akan kelimpungan.
Sangat mungkin, Saudi begitu ingin persiapan haji 2021 dilaksanakan sesempurna mungkin. Mereka ingin prestasi yang tertoreh pada 2020 akan ditingkatkan lagi dengan kapasitas jamaah lebih besar. Dengan asumsi ini, maka belum juga diumumkannya gelaran rukun Islam kelima hingga empat bulan jelang puncak haji ini adalah bagian strategi Saudi membuat persiapan yang sangat komprehensif.
Apapun yang disiapkan Saudi, semua negara termasuk Indonesia saat ini begitu menunggu kabar baik dari Tanah Suci. Semakin cepat diumumkan, maka jelas persiapan bakal semakin matang.
(bmm)