Ada Pandemi, Menag Ungkapkan Biaya Haji Lebih Mahal
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Agama ( Kemenag ) telah menyusun skenario pelaksanaan ibadah haji 1442 H pada tahun ini. Skenario disusun berdasarkan asumsi jumlah kuota yang diberikan dan penerapan protokol kesehatan (prokes) Covid-19.
"Kami telah menyusun beberapa skenario penyelenggaraan haji untuk tahun ini. Skenario disusun utamanya berdasarkan asumsi jumlah kuota dan penerapan protokol kesehatan dalam perspektif internasional," kata Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas dalam pemaparannya di Rapat Kerja Komisi VIII DPR , Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (15/3/2021).
(Baca: Keberangkatan Jamaah Haji Tahun Ini Mulai Disiapkan Kemenhub, Sudah Pasti?)
Yaqut menjelaskan, perspektif internasional artinya mengacu pada protokol yang berlaku secara global di banyak negara. Asumsi ini dapat berubah jika pemerintah Saudi memiliki ketentuan tersendiri mengenai pelaksanaan protokol kesehatan bagi jemaah haji, dan tentunya kita mengikuti ketentuan tersebut.
Adapun skenario penyelenggaraan haji yang disusun meliputi penerapan protokol kesehatan, pergerakan jemaah di Tanah Suci, durasi masa tinggal jemaah, dan aspek ibadah haji di masa pandemi. Kemenag juga mengusulkan untuk melakukan mudzakarah dan bahtsul masail guna membahas ketentuan syariat dibandingkan situasi lapangan ketika haji dilakukan di masa pandemi.
"Kami kira dapat dimaklumi bersama bahwa penyelenggaraan haji di masa pandemi seperti tahun ini berkonsekuensi pada biaya," ujarnya.
(Baca: Pelaksanaan Haji 2021, Menag Upayakan Diplomasi ke Arab Saudi)
Menurut Yaqut, ada beberapa variabel yang mempengaruhi pembiayaan sehingga diperlukan penyesuaian Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH). Terdapat empat variabel yang paling berpengaruh, yaitu, kuota, protokol kesehatan, pajak tambahan, dan kurs.
Secara matematis, kata dia, semakin kecil kuota jemaah yang diberangkatkan, maka semakin besar beban biaya per orangnya. Salah satu variabel penentu perhitungan tersebut adalah penerapan protokol kesehatan pada aspek transportasi.
"Kami berharap ada kesepahaman atau sinkronisasi antara ketentuan protokol kesehatan dari Kementerian Kesehatan dan penerapannya dalam kegiatan transportasi menurut Kementerian Perhubungan, terutama menyangkut jarak fisik (physical distancing) dan persyaratan tes swab. Adanya sinkronisasi protokol akan memudahkan kami dalam mengimplementasikan skenario sekaligus menghitung biaya secara lebih tepat," ucap Yaqut.
(Baca: Telusuri Aliran Dugaan Korupsi BOP, Kantor Kemenag Wajo Digeledah)
Di sisi lain, sambung Yaqut, pihaknya menyadari bahwa publik sedang menunggu-nunggu kabar dari pemerintah dan DPR terkait penyelenggaraan ibadah haji tahun ini. Untuk itu, perlu disepakati komunikasi publik yang selaras antar-kementerian dan antara pemerintah dengan DPR agar tercipta kondisi yang baik ketika kita menyampaikan informasi kepada masyarakat dalam situasi yang belum juga ada kepastian dari pihak Arab Saudi.
Selain itu, Yaqut menambahkan, variabel lainnya yang digunakan dalam menyusun skenario-skenario penyelenggaraan haji tahun ini adalah kerangka waktu (time-frame). Berdasarkan itu, skenario yang Kemenag susun sangat bergantung pada kapan informasi mengenai kepastian pelaksanaan haji tahun ini disampaikan secara resmi oleh pemerintah Saudi. Semakin dekat kepastian itu dengan masuknya musim haji, semakin meningkat tantangan yang harus dipersiapkan dan dilaksanakan.
"Meski demikian, kami sebagai leading sector dalam menjalankan amanat UU No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, selalu siap dengan segala kemungkinan. Kami dari sisi pemerintah, dengan dukungan semua pihak, utamanya Bapak/Ibu Pimpinan dan Anggota Komisi VIII DPR RI, Insya Allah sanggup menyelenggarakan haji pada tahun ini jika Kerajaan Arab Saudi memberikan akses, berapapun kuotanya," tandasnya.
"Kami telah menyusun beberapa skenario penyelenggaraan haji untuk tahun ini. Skenario disusun utamanya berdasarkan asumsi jumlah kuota dan penerapan protokol kesehatan dalam perspektif internasional," kata Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas dalam pemaparannya di Rapat Kerja Komisi VIII DPR , Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (15/3/2021).
(Baca: Keberangkatan Jamaah Haji Tahun Ini Mulai Disiapkan Kemenhub, Sudah Pasti?)
Yaqut menjelaskan, perspektif internasional artinya mengacu pada protokol yang berlaku secara global di banyak negara. Asumsi ini dapat berubah jika pemerintah Saudi memiliki ketentuan tersendiri mengenai pelaksanaan protokol kesehatan bagi jemaah haji, dan tentunya kita mengikuti ketentuan tersebut.
Adapun skenario penyelenggaraan haji yang disusun meliputi penerapan protokol kesehatan, pergerakan jemaah di Tanah Suci, durasi masa tinggal jemaah, dan aspek ibadah haji di masa pandemi. Kemenag juga mengusulkan untuk melakukan mudzakarah dan bahtsul masail guna membahas ketentuan syariat dibandingkan situasi lapangan ketika haji dilakukan di masa pandemi.
"Kami kira dapat dimaklumi bersama bahwa penyelenggaraan haji di masa pandemi seperti tahun ini berkonsekuensi pada biaya," ujarnya.
(Baca: Pelaksanaan Haji 2021, Menag Upayakan Diplomasi ke Arab Saudi)
Menurut Yaqut, ada beberapa variabel yang mempengaruhi pembiayaan sehingga diperlukan penyesuaian Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH). Terdapat empat variabel yang paling berpengaruh, yaitu, kuota, protokol kesehatan, pajak tambahan, dan kurs.
Secara matematis, kata dia, semakin kecil kuota jemaah yang diberangkatkan, maka semakin besar beban biaya per orangnya. Salah satu variabel penentu perhitungan tersebut adalah penerapan protokol kesehatan pada aspek transportasi.
"Kami berharap ada kesepahaman atau sinkronisasi antara ketentuan protokol kesehatan dari Kementerian Kesehatan dan penerapannya dalam kegiatan transportasi menurut Kementerian Perhubungan, terutama menyangkut jarak fisik (physical distancing) dan persyaratan tes swab. Adanya sinkronisasi protokol akan memudahkan kami dalam mengimplementasikan skenario sekaligus menghitung biaya secara lebih tepat," ucap Yaqut.
(Baca: Telusuri Aliran Dugaan Korupsi BOP, Kantor Kemenag Wajo Digeledah)
Di sisi lain, sambung Yaqut, pihaknya menyadari bahwa publik sedang menunggu-nunggu kabar dari pemerintah dan DPR terkait penyelenggaraan ibadah haji tahun ini. Untuk itu, perlu disepakati komunikasi publik yang selaras antar-kementerian dan antara pemerintah dengan DPR agar tercipta kondisi yang baik ketika kita menyampaikan informasi kepada masyarakat dalam situasi yang belum juga ada kepastian dari pihak Arab Saudi.
Selain itu, Yaqut menambahkan, variabel lainnya yang digunakan dalam menyusun skenario-skenario penyelenggaraan haji tahun ini adalah kerangka waktu (time-frame). Berdasarkan itu, skenario yang Kemenag susun sangat bergantung pada kapan informasi mengenai kepastian pelaksanaan haji tahun ini disampaikan secara resmi oleh pemerintah Saudi. Semakin dekat kepastian itu dengan masuknya musim haji, semakin meningkat tantangan yang harus dipersiapkan dan dilaksanakan.
"Meski demikian, kami sebagai leading sector dalam menjalankan amanat UU No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, selalu siap dengan segala kemungkinan. Kami dari sisi pemerintah, dengan dukungan semua pihak, utamanya Bapak/Ibu Pimpinan dan Anggota Komisi VIII DPR RI, Insya Allah sanggup menyelenggarakan haji pada tahun ini jika Kerajaan Arab Saudi memberikan akses, berapapun kuotanya," tandasnya.
(muh)