Awas, Bahaya Sampah Plastik dan Bekas APD

Senin, 15 Maret 2021 - 06:34 WIB
loading...
Awas, Bahaya Sampah Plastik dan Bekas APD
Sampah mikroplastik bakal menyisakan masalah besar di kemudian hari apabila tidak ditangani dengan baik. FOTO/WIN CAHYONO
A A A
JAKARTA - Bahaya mikroplastik semakin mengancam kesehatan manusia. Hal ini dipicu kian banyaknya sampah plastik yang dibuang ke lingkungan sekitar dan mengalir ke laut.

Pandemi Covid-19 ditengarai memperparah risiko dari mikroplastik akibat meningkatnya sampah plastik yang berasal dari alat pelindung diri (APD). Selain merusak lingkungan dan mengancam kehidupan biota laut, mikroplastik juga dinilai sangat berbahaya ketika masuk ke tubuh manusia.

Berbagai gangguan kesehatan bisa ditimbulkan, antara lain gangguan aktivitas hormon, sistem kekebalan tubuh, kesuburan, bahkan dapat memicu penyakit kanker. Dengan ukurannya yang sangat kecil, mikroplastik mudah dimakan oleh organisme atau biota laut seperti kerang, tiram, dan ikan kecil yang selama ini juga banyak dikonsumsi manusia.



Hasil riset menunjukkan, mikroplastik kini ditemukan di banyak perairan di wilayah Indonesia, antara lain di Teluk Jakarta, Teluk Benoa (Bali), Pantai Utara dan Pantai Timur Surabaya, Selat Madura, dan Perairan Musi (Palembang).

“Khusus di Teluk Jakarta, dua publikasi kami sebelumnya menunjukkan mikroplastik ditemukan pada sedimen mangrove di Muara Angke, dan pada ikan Kepala Timah di Sungai Ciliwung dan sungai di Jakarta Utara. Jadi, di pesisir Jakarta memang sudah terdeteksi ada mikroplastik,” ujar M Reza Cordova, peneliti pada Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), kepada KORAN SINDO, Jumat (12/3).



Mikroplastik adalah plastik yang terurai menjadi partikel yang diameternya kurang dari 5 milimeter sampai 330 mikron (0,33 mm). Bahkan, ada partikel plastik berukuran lebih kecil lagi yang disebut nanoplastik. Semakin kecil ukuran mikroplastik akan semakin mudah diserap tubuh sehingga potensi memicu kerusakan jaringan juga kian besar.

Lembaga Ilmu Pengetahun Nasional Australia pada Oktober tahun lalu menyatakan, di dasar laut dunia saat ini terdapat sekitar 14 juta ton mikroplastik hasil dari seluruh sampah yang memasuki lautan setiap tahunnya. Sementara itu, Indonesia juga dikenal sebagai negara kedua terbesar penghasil sampah plastik ke laut setelah China dengan jumlah sampah mencapai 1,3 juta ton per tahun.



Situasi pandemi meningkatkan potensi ancaman mikroplastik akibat sampah plastik yang bersumber dari APD ikut dibuang ke lingkungan. Dalam setahun terakhir APD seperti masker, sarung tangan, baju hazmat, face shield dan jas hujan ditemukan banyak mengalir ke laut melalui sungai. Material plastik tersebut hanyut bersama jenis sampah plastik lain seperti botol minuman, kantong kresek, kemasan makanan, dan styrofoam.

Reza mengungkapkan, riset yang dilakukan di muara Sungai Cilincing dan Sungai Marunda yang mengarah ke Teluk Jakata, pada Maret-April 2020 menunjukkan, plastik dari APD menyumbang 16% dari keseluruhan sampah plastik. Sampah APD terdiri atas 780 item atau seberat 0,13 ton per harinya.

Menurutnya, plastik mendominasi sampah di muara sungai yakni sebanyak 46-57% dari total sampah yang ada. Secara umum jumlah sampah yang ditemukan meningkat 5% dibanding survei sebelumnya pada 2016. Kendati demikian, dari sisi beratnya justru menurun sebesar 28%. Artinya, ada peningkatan sampah berbahan plastik yang memang relatif lebih ringan.

“Sangat mungkin mikroplastik di laut akan lebih tinggi di masa mendatang karena saat ini banyak sampah plastik dari APD yang masuk ke lingkungan. Padahal, riset kami pada 2015 dan 2016, sampah APD ini belum kami temukan,” ujarnya.

Masker diperkirakan menjadi salah satu penyumbang tertinggi mikroplastik dari sampah APD. Salah satu penyebabnya masker berbahan dasar polypropylene yang cenderung lebih rapuh dibandingkan jenis plastik lain.

Setelah setahun pandemi di Indonesia, belum ada riset terbaru terkait bertambah atau menurun jumlah sampah APD yang mengalir ke laut. Namun, Reza mengaku, pengamatan visual yang dilakukan pada Januari 2021 masih ditemukan sampah APD yang tersangkut di jaring sampah milik Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta.

Melonjak Saat Pandemi
Selama pandemi, memang terjadi lonjakan limbah medis yang dihasilkan, termasuk di dalamnya sampah APD. Data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan, selama periode Maret 2020-Februari 2021 volume sampah medis naik 30-50% dengan total timbulan mencapai 6.417,95 ton. Untuk itu, perlu langkah penanganan lebih serius dari pemerintah agar sampah APD yang dibuang ke lingkungan tidak semakin bertambah.

Pada penelitian lain disebutkan, kandungan mikroplastik ditemukan di banyak perairan di Tanah Air. Salah satunya di Teluk Benoa, Bali. Di permukaan air teluk ini, kandungan mikroplastik rata-rata 0,62 partikel/meter3.

Hal serupa juga ditemukan di Perairan Pantai Utara Surabaya, Jawa Timur. Mikroplastik di wilayah tersebut ada pada kisaran nilai 380-610 partikel/m3 dengan rata-rata 490 partikel/m3. Sedangkan di Perairan Musi, Palembang, ditemukan mikroplastik sepanjang aliran Sungai Musi. Bahkan mikroplastik di Sungai Musi mengandung logam berat Pb (plumbum/timah) dan Cu (cadmium) dengan konsentrasi masing-masing sebesar 0,470 mg/kg dan 0,091 mg/kg.

Data ini berdasarkan hasil riset yang dilakukan peneliti dari Universitas Udayana, Bali, Yulianto Suteja. Di Teluk Benoa, Yulianto bersama sejumlah rekan penelitinya melakukan riset selama dua tahun yakni 2018-2019. Hasilnya, mikroplastik ditemukan di delapan stasiun Teluk Benoa, baik saat musim hujan maupun kemarau. Konsentrasi mikroplastik berkisar antara 0,11-1,88 partikel/m3dengan rata-rata 0,62 partikel/m3.

Menurut Yulianto, mikroplastik paling tinggi didapatkan di perairan sekitar TPA Suwung. “Diduga kuat mikroplasti kini masuk melalui air lindi (leachates) lalu mengalir ke Teluk Benoa. Penelitian di China menemukan bahwa air lindi mengadung mikroplastik hampir 26.000 partikel/m3,” ujarnya kepada KORAN SINDO, Sabtu (13/3).

Konsentrasi rata-rata mikropolastik di Teluk Benoa, kata dia, jauh lebih rendah dibandingkan dengan yang didapatkan di Estuary yang ada di China yang mendekati 1.000.000 partikel/m3, namun lebih tinggi dari yang didapatkan di SamudraPasifik yakni 0,13 partikel/m3 , dan estuary Tamar di Inggris dengan 0,028 partikel/m3.

Riset Yulianto dkk tersebut didorong atas kekhawatiran akan bahaya yang timbul ketika mikroplastik masuk ke tubuh manusia. Menurutnya, mikroplastik bersifat layaknya transporter yang memiliki kecenderungan mengikat zat berbahaya lain seperti logam berat dan zat beracun lain. Zat aditif berbahaya itu mudah menempel di mikroplastik.

“Penyakit yang akan ditimbulkan mikroplastik pada manusia antara lain kemandulan, kanker, dan obesitas,” ujarnya.

Target Kurangi 70% Sampah Plastik pada 2025
Indonesia menargetkan akan mengurangi sampah plastik di laut hingga mencapai 70% pada 2025. Sejumlah upaya dilakukan pemerintah guna mencapai target tersebut, termasuk menggalakkan kampanye perubahan gaya hidup masyarakat. Edukasi diberikan agar masyarakat menyadari pentingnya memilih barang yang akan dipakai agar tidak menjadi sampah baru. Sejumlah pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota juga sudah memberlakukan larangan penggunaan kantong plastik di minimarket.

Terkait langkah mencapai target pengurangan sampah plastik masuk ke laut pada 2025,
Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 (PSLB3) Kementerian LHK Rosa Vivien Ratnawati mengatakan, terkait klaim Indonesia penyumbang sampah plastik ke laut kedua terbesar di dunia setelah China, hal itu merupakan hasil riset lama yaitu tahun 2010 yang diterbitkan dalam jurnal tahun 2015 di mana dilaporkan kontribusi Indonesia dalam sampah laut sebesar 0,2-1,2 juta ton/tahun.

Menurutnya, hasil riset tersebut sudah tidak relevan lagi karena Pemerintah Indonesia sudah mengeluarkan data resmi jumlah sampah laut Indonesia pada 2018 adalah 0,2 - 0,59 juta ton. “Artinya klaim kontributor sampah laut kedua terbesar di dunia terbantahkan,” kata dia kepada KORAN SINDO tadi malam.

Guna menjawab klaim tersebut di atas, ujar Vivien, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No 83/2018 tentang Penanganan Sampah Laut. Perpres tersebut merupakan rencana aksi nasional pengurangan sampah laut periode 2018-2025 dengan target mengurangi sampah laut sebesar 70% pada 2025. Rencana aksi nasional tersebut melibatkan 17 kementerian/lembaga sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya.

“Dalam pelaksanaan rencana aksi nasional itu, terdapat lima strategi dalam lima kelompok kerja, 12 program, dan 60 kegiatan,” katanya.

Adapun terkait pengendalian sampah APD selama pandemi, Kementerian LHK telah menerbitkan Surat Edaran Menteri LHK No 2/2020 terkait penanganan sampah dan limbah medis selama pandemi yang ditujukan kepada seluruh pemda provinsi dan kabupaten/kota.

Inti dari surat edaran tersebut adalah memberikan pedoman penanganan sampah/limbah medis yang timbul dari penanganan covid-19 kepada aparat terkait di daerah, baik yang berasal dari pasien Covid-19 yang dirawat di fasilitas pelayanan kesehatan (klinik, Puskesmas, RS), pasien covid-19 yang dirawat di rumah (isolasi mandiri) maupun yang berasal dari orang sehat (bukan pasien covid-19) yang menggunakan APD.

Sementara itu, terkait kebijakan pelarangan plastik sekali pakai di daerah, hal itu merupakan urusan dan kewenangan pemerintah daerah karena urusan penyelenggaraan pengelolaan sampah adalah urusan wajib pemerintah daerah.

“Justru, pemerintah pusat, khususnya Kementerian LHK, mendukung sepenuhnya penerapan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah tersebut,” katanya.

Menurut Vivien, kebijakan tersebut tidak terbatas hanya toko modern saja seperti pusat perbelanjaan, supermarket, minimarket, dll, namun juga mulai diterapkan pada pasar rakyat (pasar tradisional) seperti di DKI Jakarta, Kota Banjarmasin, Kota Balikpapan, dan Kota Bogor.

“Sampai 2020 lalu, sudah ada dua pemerintah daerah provinsi dan 39 pemerintah daerah kabupaten/kota yang menerapkan kebijakan pembatasan penggunaan plastik sekali pakai, terutama kantong plastik,” pungkasnya.
(ynt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2312 seconds (0.1#10.140)