Kasus Covid-19 Diklaim Menurun, Epidemiolog: Tak Bisa Dibuktikan Secara Kualitatif
loading...
A
A
A
JAKARTA - Epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menilai pandemi Covid-19 di Indonesia masih dalam kondisi menghawatirkan. Berkurangnya jumlah pasien inap di lokasi isolasi dan ICU Rumah Sakit tidak dapat dijadikan indikator berkurangnya pandemi Covid-19 .
Penanganan Covid-19 di Indonesia dinilai masuk dalam kontribusi testing stabil rendah dan tidak signifikan. Klaim menurunnya jumlah covid-19 di Indonesia tidak dapat dibuktikan secara data kualitatif.
"Klaim status menurun itu tidak valid terutama tes positivity rate yang jauh di atas 10 persen dan angka kematian tinggi. Itu yang jadi indikator valid bahwa situasi jauh lebih serius daripada yang ditampilkan dari data yang minum," kata Dicky saat dihubungi Minggu (14/3/2021).
(Baca: Update COVID-19: Positif 1.414.741 Orang, 1.237.470 Sembuh dan 38.329 Meninggal)
Lebih lanjut dia mengatakan, semakin berkurangnya jumlah pasien isolasi di Rumah Sakit tidak dapat dijadikan sebagai bukti penurunan jumlah pasien Covid-19. Penurunan jumlah pasien di RS karena masih banyak masyarakat yang berobat secara mandiri.
"Untuk konteks Indonesia RS tidak selalu menjadi ukuran karena data BPS menunjukkan perilaku mengobati sendiri meningkat mendekati 80 persen dan situasi pandemi saya prediksi lebih dari 80 persen akibat stigma dan lain-lain," tambahnya.
"Artinya data kuantitatif isolasi dan ICU itu ya harus dilihat dengan data kualitatif. Artinya secara kesimpulan umum Indonesia harus semakin serius,"
(Baca: IDI Sebut 48 Kasus COVID-19 dari Mutasi N439K Terdeteksi di Indonesia)
Meski begitu pendami Covid-19 di Indonesia mengalami penurunan selama 6 mingguan pada level global. Penurunan diakibatkan faktor testing kawasan yang selama ini berkontribusi signifikan di antaranya wilayah Amerika dan Eropa.
"Karena dua benua itu tejadi penurunan akibat beberapa hal terutama mereka mengalami manfaat dari asepek 3T sudah optimal terutama Amerika dan beberapa negara eropa," jelasnya.
Penanganan Covid-19 di Indonesia dinilai masuk dalam kontribusi testing stabil rendah dan tidak signifikan. Klaim menurunnya jumlah covid-19 di Indonesia tidak dapat dibuktikan secara data kualitatif.
"Klaim status menurun itu tidak valid terutama tes positivity rate yang jauh di atas 10 persen dan angka kematian tinggi. Itu yang jadi indikator valid bahwa situasi jauh lebih serius daripada yang ditampilkan dari data yang minum," kata Dicky saat dihubungi Minggu (14/3/2021).
(Baca: Update COVID-19: Positif 1.414.741 Orang, 1.237.470 Sembuh dan 38.329 Meninggal)
Lebih lanjut dia mengatakan, semakin berkurangnya jumlah pasien isolasi di Rumah Sakit tidak dapat dijadikan sebagai bukti penurunan jumlah pasien Covid-19. Penurunan jumlah pasien di RS karena masih banyak masyarakat yang berobat secara mandiri.
"Untuk konteks Indonesia RS tidak selalu menjadi ukuran karena data BPS menunjukkan perilaku mengobati sendiri meningkat mendekati 80 persen dan situasi pandemi saya prediksi lebih dari 80 persen akibat stigma dan lain-lain," tambahnya.
"Artinya data kuantitatif isolasi dan ICU itu ya harus dilihat dengan data kualitatif. Artinya secara kesimpulan umum Indonesia harus semakin serius,"
(Baca: IDI Sebut 48 Kasus COVID-19 dari Mutasi N439K Terdeteksi di Indonesia)
Meski begitu pendami Covid-19 di Indonesia mengalami penurunan selama 6 mingguan pada level global. Penurunan diakibatkan faktor testing kawasan yang selama ini berkontribusi signifikan di antaranya wilayah Amerika dan Eropa.
"Karena dua benua itu tejadi penurunan akibat beberapa hal terutama mereka mengalami manfaat dari asepek 3T sudah optimal terutama Amerika dan beberapa negara eropa," jelasnya.
(muh)