Politikus Demokrat Bandingkan Moeldoko dengan Gatot Nurmantyo
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kepala Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat Andi Arief membandingkan dua mantan Panglima TNI yang kini terjung ke dunia politik, Jenderal Purnawirawan Moeldoko dengan Gatot Nurmantyo . Perbandingan itu diungkapkan Andi Arief di akun Twitternya, @AndiArief_ID.
"Edy Sudrajat, Sutiyoso, Wiranto, SBY, Pak Haris Sudarno, Luhut dan Hendropriyono menjadi saksi para jenderal rasakan peralihan masa diktator Orba ke Demokrasi dg bangun partai saat era multi partai jadi pilihan. itulah jalan mereka percaya dan adaptip," cuit Andi Arief dikutip SINDOnews dari akun Twitternya, @AndiArief_ID, Selasa (9/3/2021).
Andi mengatakan, ideologisasi TNI yang dominan nasionalis dan keinginan kuat keluar dari kanalisasi wadah jalur A yang menopang kekuatan Golkar 32 tahun mendorong lahirnya partai yang dibangun sendiri. "Di antara para jenderal ini miliki pemahaman dan kesimpulan berbeda tentang masa depan Indonesia," tuturnya.
Baca juga: Cerita Gatot Nurmantyo Tolak Lengserkan AHY demi Kursi Ketum Demokrat
Dia menambahkan, TNI selalu berada dalam posisi yang tepat bersama rakyat. Kata Andi, hilangnya doktrin dwi fungsi ABRI dan tuntutan tentara melindungi masyarakat dan menjaga negara mengubah wajah TNI drastis.
Andi melanjutkan, tuntutan TNI tak berpolitik diikuti dengan lahirnya figur TNI yang popularitas tak sekuat era Orde Baru (Orba). "Itu takdir sejarah yq tepat. 15 tahun terakhir lahir dua generasi berbeda jalan, populisme Jend Gatot Nurmantyo dan tak terduga lahir dari pangkat mayor AHY," ungkapnya.
Gatot Nurmantyo, lanjut dia, bahkan menjadi figur populisme yang percaya people power seperti di latin Amerika. "Bagaimana Pak Moeldoko? Beliau figur TNI yang tidak begitu tertarik dg ideologisasi dalam TNI. Posisinya selalu beruntung dalam TNI dan KSP, membuat beruntung dalam penumpukan kapital karena membangun koneksi dengan dunia bisnis cukup baik," ujarnya.
Baca juga: Gatot Nurmantyo Tolak Lengserkan AHY, Eks Waketum Gerindra: Dia Bukan Pecundang
Andi meyakini, posisi Moeldoko sebagai pernah panglima TNI dan Kantor Staf Presiden (KSP) yang dekat dengan kekuasaan pasti terbangun hasrat berkuasa. Namun, lanjut dia, kedekatan Moeldoko dengan dunia kapital melahirkan paradigma bahwa kendaraan dan jalan politik bisa didapat dengan traksaksional dan senyap meski sempat ketahuan.
"Tak heran kalau take over partai demokrat dan isu tak sedap membeli pemilik suara Demokrat hitung2annya transaksional gunakan struktur pengaruh karena mantan anak buahnya cukup banyak. Bukan Marzuki Ali, joni Alen apalagi Darmijal pintu masuk upaya take over democrat," katanya.
Lihat Juga: Partai Republik Identik Merah dan Demokrat Terkenal Biru, Mengapa Warna Sangat Penting dalam Pemilu AS?
"Edy Sudrajat, Sutiyoso, Wiranto, SBY, Pak Haris Sudarno, Luhut dan Hendropriyono menjadi saksi para jenderal rasakan peralihan masa diktator Orba ke Demokrasi dg bangun partai saat era multi partai jadi pilihan. itulah jalan mereka percaya dan adaptip," cuit Andi Arief dikutip SINDOnews dari akun Twitternya, @AndiArief_ID, Selasa (9/3/2021).
Andi mengatakan, ideologisasi TNI yang dominan nasionalis dan keinginan kuat keluar dari kanalisasi wadah jalur A yang menopang kekuatan Golkar 32 tahun mendorong lahirnya partai yang dibangun sendiri. "Di antara para jenderal ini miliki pemahaman dan kesimpulan berbeda tentang masa depan Indonesia," tuturnya.
Baca juga: Cerita Gatot Nurmantyo Tolak Lengserkan AHY demi Kursi Ketum Demokrat
Dia menambahkan, TNI selalu berada dalam posisi yang tepat bersama rakyat. Kata Andi, hilangnya doktrin dwi fungsi ABRI dan tuntutan tentara melindungi masyarakat dan menjaga negara mengubah wajah TNI drastis.
Andi melanjutkan, tuntutan TNI tak berpolitik diikuti dengan lahirnya figur TNI yang popularitas tak sekuat era Orde Baru (Orba). "Itu takdir sejarah yq tepat. 15 tahun terakhir lahir dua generasi berbeda jalan, populisme Jend Gatot Nurmantyo dan tak terduga lahir dari pangkat mayor AHY," ungkapnya.
Gatot Nurmantyo, lanjut dia, bahkan menjadi figur populisme yang percaya people power seperti di latin Amerika. "Bagaimana Pak Moeldoko? Beliau figur TNI yang tidak begitu tertarik dg ideologisasi dalam TNI. Posisinya selalu beruntung dalam TNI dan KSP, membuat beruntung dalam penumpukan kapital karena membangun koneksi dengan dunia bisnis cukup baik," ujarnya.
Baca juga: Gatot Nurmantyo Tolak Lengserkan AHY, Eks Waketum Gerindra: Dia Bukan Pecundang
Andi meyakini, posisi Moeldoko sebagai pernah panglima TNI dan Kantor Staf Presiden (KSP) yang dekat dengan kekuasaan pasti terbangun hasrat berkuasa. Namun, lanjut dia, kedekatan Moeldoko dengan dunia kapital melahirkan paradigma bahwa kendaraan dan jalan politik bisa didapat dengan traksaksional dan senyap meski sempat ketahuan.
"Tak heran kalau take over partai demokrat dan isu tak sedap membeli pemilik suara Demokrat hitung2annya transaksional gunakan struktur pengaruh karena mantan anak buahnya cukup banyak. Bukan Marzuki Ali, joni Alen apalagi Darmijal pintu masuk upaya take over democrat," katanya.
Lihat Juga: Partai Republik Identik Merah dan Demokrat Terkenal Biru, Mengapa Warna Sangat Penting dalam Pemilu AS?
(abd)