Tantangan Perbedaan Generasi di Dalam Organisasi

Rabu, 24 Februari 2021 - 05:15 WIB
loading...
Tantangan Perbedaan Generasi di Dalam Organisasi
Muhamad Ali (Foto: Istimewa)
A A A
Muhamad Ali
Pemerhati Human Capital

ZAMAN dulu, ada kiasan tentang istilah bayi berkalung usus, yakni bayi yang lahir dengan usus ibunya melilit di leher si jabang bayi. Bayi-bayi yang lahir dengan cara seperti itu dipuji luwes dalam pergaulan dan pintar dalam penampilan. Begitulah generasi lama didefinisikan. Generasi yang tidak hidup di zaman digital. Generasi konvensional. Generasi analog.

Generasi zaman ini sudah berbeda. Mereka lahir, tapi tidak lagi berkalung usus ibunya. Tapi, “berkalung kabel” dari segala peralatan yang mengiringi kehadirannya di dunia. Ya, peralatan medis, ya peralatan komunikasi. Ibu yang baru saja melahirkan bayinya bisa langsung mengunggah status barunya ke media sosial. Itulah generasi digital. Generasi yang ketika mencium udara dunia untuk pertama kali sudah langsung eksis di jagat digital.

Lalu, terbentuklah kontras antara keduanya. Generasi konvensional versus generasi modern. Orang kuno melawan orang baru. Kaum analog lawan kaum digital. Generasi kolonial versus generasi milenial. Generasi analog versus generasi digital atau digital natives. Dan, kontras-kontras lainnya yang bersifat mempertentangkan.

Di antara dua kutub yang diperdebatkan dan dipertentangkan itu terdapat generasi antara, yakni mereka yang setengah analog, tetapi juga sudah melek digital. Mereka disebut imigran digital. Jika dibuat lintasannya, kira-kira urutannya adalah sebagai berikut: generasi analog, generasi imigran digital, dan generasi digital sepenuhnya.

Dalam dunia kerja hari ini, analog dan digital masih merupakan satu lintasan karena ada banyak aktivitas atau pekerjaan yang belum dapat didigitalisasi secara penuh. Bisnis dan korporasi modern memang sudah semakin bertumpu pada platform digital karena bagaimanapun, sebagaimana tesis saya dalam tulisan di harian ini sebelumnya, ekosistem digital merupakan jawaban dari setiap aktivitas manusia di masa depan sebab dapat mengatasi kendala mobilitas, ketidakakuratan, dan kelambatan yang khas pada ekosistem analog/nondigital.

Perubahan Angkatan Kerja
Setiap orang ada masanya, setiap masa ada orangnya. Waktu produktif bagi orang-orang lama –generasi analog, kaum konvensional, kelompok Baby Boomers—telah memasuki senjakala. Setiap organisasi apa pun hari ini telah didominasi angkatan-angkatan baru yang lebih muda, lebih bersemangat, lebih kuat, mengisi posisi-posisi yang ditinggalkan oleh generasi sebelumnya.

Angkatan muda yang dinamakan milenial ini menjadi kluster paling dominan hari ini di tempat-tempat kerja. Bahkan, pada sebagian tempat, posisi-posisi itu juga sudah diisi oleh generasi lanjutan milenial, yakni mereka yang lahir setelah perubahan milenium tarikh 2000-an. Generasi umur 20-an, yang lebih populer disebut Gen Z atau generasi sentenial.

Bagaimana organisasi harus beradaptasi dengan perubahan komposisi angkatan kerja semacam ini? Bagaimana kita menyiapkan diri, menyiapkan masing-masing generasi untuk membangun tim yang tidak terkotak-kotak dan terjadi kesenjangan sehingga roda organisasi tetap dapat bergulir sesuai dengan arah dan tujuan organisasi.

Masing-masing generasi memiliki pengalaman, nilai-nilai, dan sikap hidup yang berbeda-beda. Tidak hanya itu, mereka juga memiliki skillset, kapasitas, dan metode kerja yang juga berbeda-beda sehingga memerlukan alignment supaya tidak terjadi benturan yang merugikan organisasi menjalankan proses bisnis dan operasional.

Bagaimanapun perbedaan di antara keduanya sering bersifat tajam, bahkan bertentangan. Yang lebih tua merasa anak-anak yang muda memiliki etos kerja yang lebih jelek dibandingkan mereka. Juga, merasa bahwa yang tua lebih bisa berdisiplin dan taat terhadap setiap aturan atau norma. Sementara yang lebih muda berpandangan yang tua terlalu kaku dan tidak terbuka terhadap nilai dan pandangan baru. Terlalu sulit memahami dan menggunakan berbagai macam teknologi, dan sudah terlalu lambat dalam bergerak menyiasati situasi yang berkembang hari ini.

Mendamaikan Perbedaan
Organisasi dituntut untuk mendamaikan pertentangan yang dikotomis seperti ini. Kunci terpentingnya terletak pada para pemimpin yang menggerakkan roda organisasi, mulai dari para pemimpin di tingkat bawah, menengah, sampai dengan tingkat atas. Para pemimpin di dalam organisasi ini sebenarnya juga mewakili tiap generasi, di mana yang tua berada di atas, sedangkan yang muda memimpin di level bawah.

Organisasi –baik bisnis maupun birokrasi—harus berani untuk melakukan blending pada tiap level kepemimpinan sehingga manajemen di setiap level harus memiliki keragaman angkatan kerja dari sisi generasi. Manajemen –terutama di level atas—harus memberikan ruang bagi generasi milenial untuk mulai mengenal sudut pandang organisasi dari titik yang lebih tinggi. Pemimpin-pemimpin muda di dalam organisasi harus diajak terbang untuk melihat dari tempat yang lebih tinggi sehingga ia memiliki cakrawala dan cara pandang yang lebih luas.

Sementara pada level bawah manajemen pada umumnya relatif lebih heterogen daripada kondisi pada manajemen puncak. Pada kondisi ini, yang dibutuhkan adalah seperangkat metode, pelatihan/training, aturan, ataupun kegiatan, yang mampu membuat interaksi antara generasi lama dan baru di dalam organisasi memiliki interaksi yang lebih mendalam sehingga terjadi pertukaran nilai, pengalaman, keterampilan, kemampuan, dan keahlian di antara sesama pemimpin di level menengah yang berbeda secara usia.

Organisasi dituntut untuk mampu mendamaikan perbedaan pada setiap level kepemimpinan dengan menetapkan arah atau tujuan organisasi sebagai satu-satunya pedoman yang disepakati bersama, ke mana arah organisasi akan bergerak. Apabila organisasi dapat membangun instrumen yang mengakomodasi perbedaan generasi, niscaya mereka akan jauh lebih mudah menghadapi setiap masalah yang disebabkan oleh pengelompokan generasi tersebut.
(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1805 seconds (0.1#10.140)