Menuntaskan Sampah Sejak dari Rumah

Minggu, 21 Februari 2021 - 12:37 WIB
loading...
Menuntaskan Sampah Sejak...
Nirwono Joga (Foto: Istimewa)
A A A
Nirwono Joga
Peneliti pada Pusat Studi Perkotaan

HARI Peduli Sampah Nasional (HPSN) diperingati setiap 21 Februari. Tujuannya adalah mengingatkan seluruh komponen masyarakat bahwa sampah adalah masalah kita bersama. Pemerintah dan masyarakat dituntut untuk melakukan aksi bersama dalam mengatasi masalah sampah agar dampak negatif terhadap lingkungan dapat diminimalkan. Kita harus membangun kepedulian masyarakat terhadap upaya pengurangan dan penanganan sampah.

Merujuk Perpres Nomor 97/2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, Pemerintah Indonesia menargetkan 100% sampah nasional bisa terkelola baik pada 2025 dengan target penanganan sampah (70%) dan pengurangan sampah (30%).

Metode kumpul-angkut-buang harus ditinggalkan karena sudah ketinggalan zaman dan terbukti boros waktu dan biaya, serta, terpenting, tidak menyelesaikan masalah sampah. Metode penimbunan sampah terbuka telah menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat, mencemari lingkungan dalam jangka panjang, mendapatkan resistansi warga lokal, rawan longsor, dan mengancam keselamatan warga sekitar.

Lalu apa yang harus dilakukan? Pertama, sesuai Undang-undang Nomor 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, setiap pemerintah daerah harus menyusun rencana induk pengelolaan sampah yang berisikan penetapan target pengurangan sampah, strategi peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan kebersihan, serta penyediaan sarana dan prasarana.

Pengumpulan data sampah yang akurat di lapangan sangat dibutuhkan untuk dasar ilmiah membuat kebijakan peta jalan, rencana induk, dan rencana aksi pengurangan dan pengolahan sampah dalam jangka waktu yang jelas (5, 10, 20, 50, 100 tahun). Pemantauan dan pendataan rutin, minimal sebulan sekali, merupakan kuncinya.

Kedua, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK, 2018) memproyeksikan peningkatan timbulan sampah nasional dari 67,8 juta ton (2020), 68,5 juta ton (2021), 69,2 juta ton (2022), 69,9 juta ton (2023), 70,6 juta ton (2024), dan 71,3 juta ton (2025). Dari timbulan sampah nasional rerata sampah dikirim ke tempat pembuangan akhir (63%), didaur ulang (10%), dan terbuang ke alam, termasuk mengalir ke laut (27%).

Penanganan sampah ditargetkan mulai dari 50,8 juta ton (2020), 50,7 juta ton (2021), 50,5 juta ton (2022), 50,3 juta ton (2023), 50,1 juta ton (2024), 49,9 juta ton (2025). Pemerintah kota/kabupaten merupakan ujung tombak implementasi kebijakan dan strategi nasional/daerah dalam pengelolaan sampah.

Sistem tata kelola penanganan sampah harus terintegrasi, yakni meliputi pembatasan sampah plastik di tingkat produsen, pembatasan/pengurangan/ pelarangan sampah plastik di masyarakat (pasar rakyat, pasar modern, ritel, warung), mendorong partisipasi masyarakat (kampung, kantor, pabrik, sekolah bebas sampah plastik-kresek-styrofoam).

Untuk pengurangan sampah ditargetkan sebesar 14 juta ton (2020), 16,4 juta ton (2021), 17,9 juta ton (2022), 18,9 juta ton (2023), 19,7 juta ton (2024), dan 20,9 juta ton (2025). Pengelolaan sampah dari hulu hingga hilir, pemilahan sampah dari tingkat rumah tangga, RT/RW, kelurahan, kecamatan, dan kota/kabupaten. Jika pengurangan sampah berhasil dilakukan sejak dari hulu (sumber sampah), maka penanganan sampah di hilir pun akan menjadi lebih mudah dan ringan.

Ketiga, melibatkan peran serta masyarakat berbasis komunitas, kerja sama antardaerah (dan lembaga kemitraan), pengembangan dan pemanfaatan teknologi ramah lingkungan, serta pengembangan infrastruktur pengolahan sampah multisimpul (desentralisasi).

Pemilahan sampah dari sumber/hulu akan mempermudah proses daur ulang sampah. Pemilahan menjadi penentu agar sampah bernilai tinggi bisa dimanfaatkan bank sampah dan industri daur ulang (ekonomi sirkular).

Proses pengelolaan dan pengolahan sampah dilakukan secara berjenjang dari tingkat rumah tangga, RT/RW, kelurahan, kecamatan, kota/kabupaten, berbasis komunitas lokal (permukiman) atau lokasi (kawasan industri, perkantoran, pusat perbelanjaan, pasar).

Keempat, pola pikir warga harus diubah dari membuang sampah menjadi memilah dan mengelola sampah jadi berkah. Pemilihan dan pemilahan sampah organik dan anorganik dilakukan sejak awal, yakni dari lingkup rumah tangga, berbasis komunitas lokal (permukiman) atau lokasi (kawasan industri, perkantoran, pusat perbelanjaan, pasar tradisional, tempat wisata).

Pengolahan sampah organik menjadi kompos 100%, pemilahan sampah anorganik di bank sampah untuk didaur-ulang, digunakan ulang, atau diperbaiki untuk dijual kembali, hingga pengolahan residu sampah B3.

Bila produksi sampah rumah tangga dapat diselesaikan tuntas sejak dari sumbernya, maka masalah sampah sudah selesai tertangani. Kunci keberhasilan penanganan dan pengolahan sampah ada di tangan masyarakat di tingkat rumah tangga.

Kelima, selain itu pengelola pasar, perkantoran, kawasan industri, hotel dan restoran wajib menangani dan mengolah sampah yang dihasilkannya di tempat penampungan sementara/TPS masing-masing/komunal. Di bawah pengawasan ketat dan tegas, residu sampah yang diangkut ke intermediate treatment facility/ITF dan tempat pembuangan akhir/TPA akan berkurang signifikan.

Jika seluruh sampah organik diolah menjadi kompos secara berjenjang, mulai dari tingkat RT/RW, kelurahan, kecamatan, dan kota/kabupaten, sampah organik sudah habis terolah menjadi kompos untuk memenuhi kebutuhan pupuk di lingkungan permukiman dan perkotaan. Maka tidak ada sampah organik yang perlu dibuang ke TPA.

Untuk komposisi produksi sampah anorganik dapat dipilih dan dipilah. Sampah yang masih memiliki nilai jual tinggi dikirim ke bank sampah. Bank sampah yang kreatif dan inovatif dapat memberikan layanan cek kesehatan gratis, tabungan pendidikan atau umroh, barter dengan logistik pangan. Sampah yang menyejahterakan.

Keenam, salah satu upaya menekan jumlah produksi sampah sampah plastik secara tajam, pemerintah daerah dan masyarakat harus bersama-sama mengurangi penggunaan kantong plastik (tas kresek), styrofoam, dan botol plastik dalam kegiatan sehari-hari. Masyarakat harus beralih (kembali) untuk terbiasa membawa tas kain saat berbelanja, membawa botol minuman dan tempat makanan sendiri saat bepergian.

Pusat perbelanjaan, pasar tradisional, warung, hingga pedagang kaki lima mulai membatasi dan bertahap meninggalkan penggunaan tas kresek/kantong plastik dan membiasakan pembeli membawa tas kain dai rumah.

Ketujuh, seiring jumlah sampah yang dibuang ke TPS/ITF/TPA terus berkurang signifikan, maka biaya angkut sampah turut berkurang tajam, termasuk biaya pengadaan dan perawatan truk pengangkut, uang lewat, dan uang bau. Biaya pengelolaan sampah pun menjadi lebih hemat sehingga dana kompensasi kesehatan masyarakat, pemulihan lingkungan, dan biaya pendidikan anak-anak di sekitar TPA dapat dimaksimalkan.

Kelak secara bertahap lokasi TPS/ITF/TPA akan tinggal kenangan karena beralih fungsi sebagai ruang terbuka hijau berupa taman publik, hutan kota, kebun raya, atau lapangan olah raga yang menyehatkan kota dan kita.
(bmm)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0852 seconds (0.1#10.140)