Iuran BPJS Kesehatan Naik, Jokowi Dinilai Permainkan Hati Rakyat
loading...
A
A
A
Dia mengatakan, menaikkan iuran, juga belum tentu bisa mengurangi defisit BPJS, justru kalau tidak cermat bakal memperlebar. "Salah-salah justru bisa memperlebar defisit karena orang-orang akan ramai-ramai pindah kelas, dari kelas I dan II bisa saja pindah ke kelas III. Orang-orang juga bakal mangkir membayar iuran," katanya.
Bahkan, kata dia, kebijakan pemerintah menaikkan iuran BPJS kesehatan itu juga dapat menjadi pemicu lahirnya sikap pembangkangan massal karena merasa terlalu ditekan dalam kehidupan yang makin sulit.
"Keputusan MA kemarin kan jelas, beberapa alasan dikabulkannya gugatan atas Perpres 75/2019 itu karena keuangan BPJS tidak transparan, ditambah lagi bonus yang berlebihan untuk pejabat BPJS, juga banyak perusahaan yang tidak bayar BPJS, harusnya ini yang dikoreksi bukan malah menambah beban rakyat," tambah Netty.
Dirinya meminta pemerintah tidak bermain-main dan mengakali hukum dengan menerbitkan Perpres 64/2020 ini. Pemerintah, katanya, harus menjadi contoh sebagai institusi yang baik dan taat pada hukum, jangan malah sebaliknya. "Sedih melihat nasib rakyat Indonesia, sudah jatuh dihantam Corona kini tertimpa tangga BPJS," kata Netty.
Di sisi yang lain, pemerintah menurut dia, juga tidak maksimal dalam melindungi kesehatan warganya dari ancaman Covid-19.
"Silakan dicek sampai sekarang saja tes Corona kita masih sangat rendah, padahal ini sudah dititahkan presiden sejak sebulan yang lalu, alat-alatnya juga sudah diimpor. Pencegahan kita sangat lamban jika dibandingkan dengan negara lain," imbuhnya.
Dia pun memberikan contoh, Negara China ketika ditemukannya kasus baru di Wuhan baru-baru ini, pemerintahnya merencanakan untuk mengetes 11 juta warga Wuhan hanya dalam waktu 10 hari.
"Bahkan pejabat di daerah tersebut juga dicopot karena dianggap gagal mencegah munculnya kasus baru, di kita pernah gak ada pejabat yang dicopot meskipun penanganannya untuk Covid-19 berantakan?" pungkasnya.
Bahkan, kata dia, kebijakan pemerintah menaikkan iuran BPJS kesehatan itu juga dapat menjadi pemicu lahirnya sikap pembangkangan massal karena merasa terlalu ditekan dalam kehidupan yang makin sulit.
"Keputusan MA kemarin kan jelas, beberapa alasan dikabulkannya gugatan atas Perpres 75/2019 itu karena keuangan BPJS tidak transparan, ditambah lagi bonus yang berlebihan untuk pejabat BPJS, juga banyak perusahaan yang tidak bayar BPJS, harusnya ini yang dikoreksi bukan malah menambah beban rakyat," tambah Netty.
Dirinya meminta pemerintah tidak bermain-main dan mengakali hukum dengan menerbitkan Perpres 64/2020 ini. Pemerintah, katanya, harus menjadi contoh sebagai institusi yang baik dan taat pada hukum, jangan malah sebaliknya. "Sedih melihat nasib rakyat Indonesia, sudah jatuh dihantam Corona kini tertimpa tangga BPJS," kata Netty.
Di sisi yang lain, pemerintah menurut dia, juga tidak maksimal dalam melindungi kesehatan warganya dari ancaman Covid-19.
"Silakan dicek sampai sekarang saja tes Corona kita masih sangat rendah, padahal ini sudah dititahkan presiden sejak sebulan yang lalu, alat-alatnya juga sudah diimpor. Pencegahan kita sangat lamban jika dibandingkan dengan negara lain," imbuhnya.
Dia pun memberikan contoh, Negara China ketika ditemukannya kasus baru di Wuhan baru-baru ini, pemerintahnya merencanakan untuk mengetes 11 juta warga Wuhan hanya dalam waktu 10 hari.
"Bahkan pejabat di daerah tersebut juga dicopot karena dianggap gagal mencegah munculnya kasus baru, di kita pernah gak ada pejabat yang dicopot meskipun penanganannya untuk Covid-19 berantakan?" pungkasnya.
(maf)